Alamak! Ini mah sudah kelewatan dari kategori dekat, keduanya membatin sembari berpandangan.
Pasangan itu berhenti sejenak di tepi jalan panjang lurus yang rimbun dan sepi.
Mau naik ojek? Kadung jauh betul.
Mau jalan? Tidak jelas seberapa "dekat" lagi.
Bertanyalah keduanya kepada seorang warga setempat. Setelah bertanya dengan teknik interview yang lebih canggih, didapatlah info bahwa "target operasi" sudah dekat, sekitar 100 meter lagi di ujung tikungan.
Alhasil, dengan meneguhkan niat, sampailah mereka di depan sebuah kantor instansi pemerintah yang nyaris tertutup rimbunnya pepohonan. Maklum, KUA yang satu ini terletak tak jauh dari Setu Babakan, sebuah kampung budaya Betawi yang diresmikan pemda DKI beberapa tahun sebelumnya.
Apakah perjuangan keduanya mencatatkan pernikahan hari itu berhasil?
Jam dinding menunjukkan pukul 14.30 WIB. Para pegawai KUA sebagian sudah terlihat bersantai. Seorang pegawai wanita di meja yang menghadap ke arah pintu tengah memberesi isi tasnya. Namun buku besar di hadapannya masih terbuka lebar.
Ah, masih ada kesempatan, batin sang pemuda yang hari itu terpaksa membolos dari jadwal kerjanya di sebuah rumah produksi sitkom untuk mengurusi macam-macam persiapan nikahan mulai dari cetak foto hingga editing kartu undangan.
Setelah si ibu pencatat ramah berbasa-basi, sepasang muda-mudi itu mengutarakan niat untuk mencatatkan pernikahan.
Dalam hitung-hitungan mereka, jika jadwal resmi kantor pemerintah sampai pukul 17.00 WIB maka dapatlah hari itu mereka mencatatkan jadwal pernikahan sekaligus mendapatkan penghulu untuk hari-H nanti.