Masuk hari ketigapuluh sekian, lampu kamar tak selalu gelap. Terlebih jika aku harus bekerja di depan komputer atau laptop hingga dini hari.
Istriku juga mulai belajar memahami bahwa suaminya tak bisa sepenuhnya "bermetamorfosis sempurna". Ia masih saja makhluk "semi-nokturnal".
Menikah juga konon membuat kaya.
Itu kata salah satu buku panduan menikah, yang banyak aku lahap jauh sebelum menikah, yang mengutip janji Al Qur'an bahwa Allah akan memampukan orang-orang yang menikah. Sementara definisi kaya, seperti halnya sukses, cenderung relatif.
Sebagian kawan, yang sudah menikah tentunya, menafsirkannya dalam dimensi materiil alias kebendaan.
"Sebelum menikah, ane gak punya apa-apa. Sekarang, alhamdulillah, sudah punya kendaraan pribadi dan sedikit tabungan."
Sobat yang lain memaknainya dalam dimensi spiritual. "Yah, biar belum punya apa yang banyak kami mau tetapi batin saya tenang setelah menikah."
Ya, apa pun alasannya, tetap berterima. Tak usahlah jadi kontroversi viral di media sosial, karena percuma saja. Apa pun hasil debatnya, yang menikah tetap menikah, dan yang jomlo tetap jomlo juga, jika belum saatnya. :).
Setidaknya, sesuai pengalaman pribadi, setelah menikah Anda akan kaya, dalam artian akan memiliki apa-apa yang belum Anda miliki.
Setidaknya memiliki istri atau suami, dan kemudian anak (jika dipercaya Tuhan). Dan bertambahlah jumlah keluarga besar. Ada mertua, saudara ipar dan anggota keluarga semenda lainnya. Dan juga tambahan kenalan, seperti teman-teman pasangan kita atau kolega lingkaran pergaulan sosial atau profesinya.
Maka, terbentanglah di hadapan Anda, jejaring silaturahim yang luas. Dan Tuhan menjanjikan syarat panjangnya umur dan berlimpahnya rizki adalah silaturahim.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!