Menurut Pramoedya Ananta Toer dalam Bumi Manusia."Kadang manusia dihadapkan pada sebuah pilihan dalam hidupnya. Jika tidak memilih saat itu ia tidak mendapat apa-apa."
Kurang lebih seperti itu bunyinya.
Ya, memilih! Buat seorang peragu tentu alangkah beratnya. Buat seorang sembrono atau slebor sama juga sulit. Yang berbeda adalah reaksi mereka.
Si peragu akan tercenung lama dan kadang menyebalkan banyak orang karena banyaknya waktu untuk memikirkan pilihan yang akan diambil. Si sembrono justru akan tergesa-gesa mengambil pilihan tanpa masak-masak dipikir. Untuk kemudian menyesal. Si peragu juga kerap menyesal karena ia kehilangan momentum. Bukankah segala sesuatu itu indah pada masanya?
Lantas buat apa menikah?
Alhamdulillah, tiga belas tahun silam, di ujung usia 30, aku menikah. Tepatnya, sudah menikah dan kawin. Ini demi menghindari olok-olok zaman SMA dulu.
"Elo mau kawin apa nikah?"
"Emang apa bedanya?"
"Nikah pake surat. Nah, kawin cuma pake urat."
Ketika seorang lelaki, yang Muslim, menikah, akad nikahnya jelas berbunyi, "Saya terima nikah dan kawinnya fulanah binti fulan."
Jelas. Komplit. Tidak ada syak lagi. Ada senyum terkembang bahagia, ada tangis haru pecah dan ada sederet kewajiban yang datang.