Lagipula, berdasarkan penelitian, kebanyakan orang rata-rata hanya mengaktifkan sepuluh persen kinerja otaknya untuk berpikir. Nah, para jenius dunia seperti ilmuwan Albert Einstein atau musikus Wolfgang Amadeus Mozart konon persentase kinerja otaknya lebih dari persentase itu.
Back to laptop, terlepas dari apa pun hasilnya, intinya, menulis itu tidak sulit sepanjang diusahakan. Sejatinya, sulit atau mudah hanya masalah pikiran kita saja. Sama seperti rasa takut.
Mendiang Arswendo Atmowiloto, sang novelis Keluarga Cemara dan Imung, dalam buku legendarisnya berjudul Mengarang Itu Gampang (Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1982) banyak memberikan tips menulis gampang. Antara lain, membiasakan menulis setiap hari, terlepas dari apa pun kesibukan kita.
Sejak pertama kali membaca buku MIG, yang merupakan koleksi pribadi kakak saya yang wartawan dan editor, tips rutin menulis itu mulai saya praktekkan. Sayang sekali koleksi itu ikut hancur karena banjir bandang Jakarta yang menimpa rumah orang tua saya pada 2007.
Rutinitas menulis itu juga yang dianjurkan oleh Mohammad Diponegoro, salah seorang sastrawan Indonesia, dalam sebuah buku teknik menulisnya Yuk, Nulis Cerpen Yuk! (Shalahuddin Press, Yogyakarta, 1985).
Menurutnya, rutinitas dan pengulangan kebiasaan itu yang akan memunculkan "jin ifrit" dalam diri kita, yang menggerakkan insting atau intuisi otomatis kita.
Contohnya, jika kita terbiasa mengetik, maka "jin ifrit" itulah yang membimbing jemari kita mengetik dengan akurat, meskipun kita mengetik sembari ngobrol atau menonton TV. Demikian juga dengan menulis. Alah bisa karena biasa.
Baca Juga:Â Komentar Basa-basi, Salahkah?
Mitos ketiga: Menulis itu harus berbobot
Sekali lagi, percayalah, jika ada yang mengatakan itu, mungkin ia oknum penulis senior yang ingin menjatuhkan mental seorang calon penulis atau penulis baru.