Mohon tunggu...
Nursalam AR
Nursalam AR Mohon Tunggu... Penerjemah - Penerjemah

Penerjemah dan konsultan bahasa. Pendiri Komunitas Penerjemah Hukum Indonesia (KOPHI) dan grup FB Terjemahan Hukum (Legal Translation). Penulis buku "Kamus High Quality Jomblo" dan kumpulan cerpen "Dongeng Kampung Kecil". Instagram: @bungsalamofficial. Blog: nursalam.wordpress.com.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Status Bencana Nasional Sebagai Legitimasi Darurat Sipil?

15 April 2020   08:15 Diperbarui: 15 April 2020   13:50 347
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam beleid tersebut diatur bahwa status darurat sipil, darurat militer, atau perang hanya diumumkan oleh presiden atau panglima tertinggi angkatan perang, baik untuk seluruh atau sebagian wilayah Republik Indonesia.

Ada tiga syarat pemberlakuan status Darurat Sipil, yakni:

(1) Keamanan atau ketertiban hukum di seluruh wilayah atau di sebagian wilayah Republik Indonesia terancam oleh pemberontakan, kerusuhan atau akibat bencana alam, yang dikhawatirkan tidak dapat diatasi oleh alat-alat perlengkapan secara biasa;

(2) Timbul perang atau bahaya perang atau dikhawatirkan perkosaan wilayah Negara Republik Indonesia dengan cara apa pun juga;

(3) Hidup Negara berada dalam keadaan bahaya atau dari keadaan-keadaan khusus ternyata ada atau dikhawatirkan ada gejala-gejala yang dapat membahayakan hidup Negara.

Dan dalam beleid itu juga ditegaskan pada Pasal 3 bahwa penguasa keadaan darurat sipil adalah Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan Perang selaku penguasa Darurat Sipil Pusat.

Alhasil, dengan mempertimbangkan semua hal tersebut di atas, apakah diterbitkannya status Bencana Nasional sekarang ini merupakan legitimasi atau justifikasi atau prakondisi atau apa pun istilahnya untuk status Darurat Sipil? Tentu hanya Istana dan Tuhan yang tahu kebenaran sejatinya.

Sejatinya, jika Istana melakukan blunder atau salah langkah dalam menimbang sikon dan suara rakyat dalam segala hal, tidak mustahil akan kian terjepit yang berujung pada posisi skakmat.

Semoga saja adagium demokrasi, vox populi vox dei (suara rakyat adalah suara Tuhan), masih berlaku atau setidaknya masih diingat dan masih mendapat tempat di hati dan pikiran penguasa negeri ini.

Jakarta, 15 April 2020

Referensi:
kompas.com
detik.com
tirto.id
detik.com

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun