Mohon tunggu...
Nursalam AR
Nursalam AR Mohon Tunggu... Penerjemah - Penerjemah

Penerjemah dan konsultan bahasa. Pendiri Komunitas Penerjemah Hukum Indonesia (KOPHI) dan grup FB Terjemahan Hukum (Legal Translation). Penulis buku "Kamus High Quality Jomblo" dan kumpulan cerpen "Dongeng Kampung Kecil". Instagram: @bungsalamofficial. Blog: nursalam.wordpress.com.

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Semua Karena Widha!

12 April 2020   00:13 Diperbarui: 12 April 2020   00:26 221
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Profil Widha Karina/Sumber: Kompasiana.com

Blogging Workshop (Blogshop) Kompasiana bertajuk "Optimasi Konten" pekan ini (Kamis, 9 April 2020) menjadi titik balik kedua dalam perjalanan saya berkompasiana selama sepuluh tahun atau sedekade ini.

Titik balik kedua?

Ya, kedua. Karena titik balik pertama adalah pada akhir tahun 2019, saat saya berbuka puasa menulis di Kompasiana setelah vakum sekitar lima tahun lamanya, dengan terlebih dahulu mengubah nama profil saya menjadi "Bung Salam", berdasarkan nama panggilan saya.

Meskipun awalnya kaget juga ketika kembali membuka laman akun Kompasiana saya, poin yang pada hari pertama tampak berlabel "Fanatik" (model peringkat atau label yang tak pernah saya lihat di Kompasiana versi lama) ambles beberapa hari kemudian menjadi "Junior". Entah kenapa, saya tidak pernah tahu alasannya sampai sekarang. Karena saya juga tidak menanyakannya kepada Admin Kompasiana.

Jadilah saya menjalani nasib berkompasiana, sebagaimana sapaan petugas SPBU Pertamina, "dari nol", hingga merangkak menjadi "Taruna" sekarang ini dengan kisaran 2000-an poin.

Jujur saja, faktor adanya Kompasiana Rewards (K-Rewards) menjadi salah satu faktor kembalinya saya dari masa pertapaan selama lebih setengah windu lamanya. Money talks, bullshit walks!

Tentang nama "Bung", saya mengidolakan Bung Karno, sang proklamator kemerdekaan Indonesia, termasuk pidato dan tulisannya yang sama-sama bergelora dan menginspirasi.

Juga karena saya penggemar berat Bung Smas, seorang penulis cerita anak di era 80-90-an, dengan sederet karya legendarisnya seperti serial novel silat Pulung dan serial novel detektif Trio Tifa.

Di samping itu, selain nama sapaan yang populer di zaman Revolusi Kemerdekaan, "Bung" (konon berarti "kakak" dalam bahasa Bengkulu) adalah jenis sapaan yang terkesan egaliter dan heroik. Alhasil, saya pun bangga menggunakan nama pena "Bung Salam".

Sedemikian pentingnyakah nama pena itu?

Buat saya, jelas iya. Termasuk juga jenis pekerjaan dan cuplikan biodata yang dicantumkan di akun Kompasiana. 

Kendati mungkin tidak demikian bagi sebagian Kompasioner yang kadang sekenanya saja mencantumkan jenis pekerjaannya, semisal "tukang seadanya" dst, atau menampilkan status receh nan galau di keterangan biodatanya, seperti "aku rindu kamu dan dia".

Bagi saya yang pernah lama berkiprah di dunia media dan jurnalisme, itu bukan perkara sepele, karena sejatinya itulah bagian dari professionalism branding (penjenamaan profesional) atau signature seseorang.

Alhasil, setelah berhari-hari memilah-milih dari berbagai profesi yang saya tekuni, saya menetapkan jenis pekerjaan yang kurang lebih bisa merangkum semuanya, yakni "Konsultan Partikelir". Maunya sih amtenar biar bergengsi, tapi apa daya, itu kelewat dusta nantinya!

Di kolom biodata pun saya cantumkan secuplik saja keterangan profesi yang selektif. Ringkas, termasuk alamat blog pribadi dan moto atau cogan hidup saya.

Namun, ternyata tidak ada satu semester berjalan, saya terpaksa mengubah segalanya! Semuanya karena Widha Karina!

Lho, apa hubungannya dengan punggawa Kompasiana yang enerjik nan inspiratif itu?

Barangkali sebagian Kompasioner yang kadung jadi penggemar berat Widha, yang juga mahir menulis artikel-artikel yang jenaka dan bernas di akun kompasiananya, itu akan protes keras.

Betul, semua karena Widha Karina. Semua gara-gara Widha. Serius.

Info Kompasiana Blogshop/Sumber: Kompasiana.com
Info Kompasiana Blogshop/Sumber: Kompasiana.com

Karena paparan sang Kompasiana Content Superintendent dari Cempaka Putih itu dalam forum Blogshop kemarinlah yang menjadi pemicu titik balik kedua dalam karier berkompasiana saya.

Kendati disampaikan dengan gaya yang santuy khas milenial, bahkan sambil minum berdiri dan mondar-mandir, itu tak mengurangi daya tancap penjelasannya pada benak saya.

Saya baru menyadari bahwa di Kompasiana, pada akhirnya, sebagus apa pun nama pena Anda, kita semua akan diminta menggunakan nama asli alih-alih nama pena, terutama jika sudah mencapai tingkatan centang biru. Untuk menjamin kredibilitas penulis dan kredibilitas Kompasiana, demikian alasannya.

Pantaslah seorang Adji Natha yang Kompasioner senior nan masyhur belakangan ini, sependek pengetahuan saya, telah mengubah namanya menjadi "Adji Nathaullah". Tentu saja, karena konsistensi dan dedikasinya menulis dan berkompasiana bertahun-tahun, centang biru sudah diraihnya.

Pertimbangan orisinalitas, yang tampaknya dijunjung tinggi Kompasiana, bukan hanya mencakup orisinalitas tulisan dan sumber rujukan atau foto tetapi juga keaslian nama, riwayat hidup dan vak akademis seorang Kompasioner.

Jadi, harap maklum, jika tulisan tentang virus Korona dari Anda yang alumnus Teknik Mesin atau Perbankan kalah dipertandingkan dalam pemilihan label "Pilihan" atau "Artikel Utama" dengan tulisan bertajuk serupa dari seorang dokter, misalnya. Kecuali jika tulisan Anda sangat aktual, komprehensif, didukung data kuat, dan bertepatan dengan momentum yang tepat.

Dan kecuali jika Anda adalah tokoh masyarakat atau public figure seperti Jusuf Kalla (JK), mantan Wapres RI yang juga Kompasioner senior, yang bahkan diminta secara khusus oleh Admin Kompasiana untuk kembali aktif menulis artikel di Kompasiana. Dalam hal ini yang berlaku adalah name makes news!

Secara pribadi, saya berharap Admin Kompasiana juga secara khusus mengundang beberapa tokoh masyarakat kondang lainnya yang juga Kompasioner, seperti Prof. Yusril Ihza Mahendra dan Marzuki Alie (mantan ketua DPR di era SBY) yang dulu aktif berkompasiana.

Kedua tokoh senior tersebut tak segan membalas komentar Kompasioner, atau bahkan tak ragu-ragu berdebat keras beradu gagasan di kolom komentar dengan para Kompasioner lainnya. Suatu dinamika literasi yang rasanya memudar di era Kompasiana edisi K-Rewards saat ini.

Kini, jangankan berdebat, beberapa Kompasioner yang rajin sekali mengunggah tulisannya tampaknya alergi dengan kritik termasuk bahkan malas membalas komentar yang masuk di kolom komentar tulisannya.

Jadi, saya pun maklum saja jika ada pejabat publik yang saat ini aktif berkompasiana namun sama sekali tidak membalas komentar yang masuk, sekali pun itu komentar apresiatif baginya. Toh, zaman telah berganti.

OK, Back to laptop, alhasil, setelah melalui perenungan seharmal (sehari semalam) selepas Blogshop tersebut, saya memutuskan kembali menata ulang penjenamaan atau branding saya di Kompasiana.

Antara lain, kembali menggunakan nama asli saya, yakni "Nursalam AR" dan mengisi kolom biodata dengan keterangan cukup detail tentang riwayat pekerjaan dan latar belakang akademis saya yang cukup beragam. Dan untuk keterangan jenis pekerjaan, saya memilih "narablog" alih-alih "bloger" atau "blogger".

Kenapa?

Ini masalah keunikan dan prinsip indigenasi bahasa, dan terutama untuk pencitraan profesional.

Memang bisa saja saya mencantumkan penerjemah, pengajar bahasa Inggris, konsultan bahasa, pengelola kursus terjemahan daring (online), penjual online dll, tapi tentu saja "narablog" adalah nama profesi yang cukup mengesankan profesionalisme dalam dunia kepenulisan. Ya, setidaknya bagi saya. Jika tidak demikian bagi Anda, ya, terserah saja.

Dan sejak titik balik kedua itu, sudah dua tulisan saya posting di Kompasiana, termasuk tulisan ini, dengan branding baru tersebut. Semoga berterima (acceptable) ya!

Jika branding baru ini kelak OK jadinya dan berdampak baik bagi karier berkompasiana dan kepenulisan saya ke depan, ini semua karena Widha. Ya, gara-gara Widha.

Thanks, Widha!

Thanks, Kompasiana!

Hell yeah!

Jagakarsa, 12 Maret 2020

Baca Juga: PSBB dan Darurat Sipil, Kepo Korona, dan Fanatik KBBI?

                                                         

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun