Buat saya, jelas iya. Termasuk juga jenis pekerjaan dan cuplikan biodata yang dicantumkan di akun Kompasiana.Â
Kendati mungkin tidak demikian bagi sebagian Kompasioner yang kadang sekenanya saja mencantumkan jenis pekerjaannya, semisal "tukang seadanya" dst, atau menampilkan status receh nan galau di keterangan biodatanya, seperti "aku rindu kamu dan dia".
Bagi saya yang pernah lama berkiprah di dunia media dan jurnalisme, itu bukan perkara sepele, karena sejatinya itulah bagian dari professionalism branding (penjenamaan profesional) atau signature seseorang.
Alhasil, setelah berhari-hari memilah-milih dari berbagai profesi yang saya tekuni, saya menetapkan jenis pekerjaan yang kurang lebih bisa merangkum semuanya, yakni "Konsultan Partikelir". Maunya sih amtenar biar bergengsi, tapi apa daya, itu kelewat dusta nantinya!
Di kolom biodata pun saya cantumkan secuplik saja keterangan profesi yang selektif. Ringkas, termasuk alamat blog pribadi dan moto atau cogan hidup saya.
Namun, ternyata tidak ada satu semester berjalan, saya terpaksa mengubah segalanya! Semuanya karena Widha Karina!
Lho, apa hubungannya dengan punggawa Kompasiana yang enerjik nan inspiratif itu?
Barangkali sebagian Kompasioner yang kadung jadi penggemar berat Widha, yang juga mahir menulis artikel-artikel yang jenaka dan bernas di akun kompasiananya, itu akan protes keras.
Betul, semua karena Widha Karina. Semua gara-gara Widha. Serius.
Karena paparan sang Kompasiana Content Superintendent dari Cempaka Putih itu dalam forum Blogshop kemarinlah yang menjadi pemicu titik balik kedua dalam karier berkompasiana saya.