Pemahaman dan dukungan dari orang tua sangat penting bagi perkembangan dan kehidupan anak berkebutuhan khusus. Orang tua memegang peran yang krusial dalam membantu anak mereka mengatasi hambatan yang mereka hadapi, serta memastikan mereka mendapatkan perhatian dan perawatan yang tepat.
Nah, bagaimana peran kita sebagai orang tua dalam membantu anak-anak berkebutuhan khusus?
Anak berkebutuhan khusus (ABK) adalah mereka yang memiliki kondisi fisik, emosional, atau perkembangan yang berbeda dari anak-anak pada umumnya. Mereka mungkin menghadapi tantangan dalam berbagai aspek kehidupan, seperti perkembangan motorik, belajar, sensorik, atau perilaku.
Jenis-jenis anak berkebutuhan khusus:
1. Tunanetra (anak yang mengalami gangguan penglihatan)
2. Tunarungu (anak yang mengalami gangguan pendengaran)
3. Tunadaksa (anak yang mengalami kelainan angota tubuh/gerakan)
4. Berbakat/memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa
5. Tunagrahita (anak yang secara nyata mengalami hambatan dan keterbelakangan perkembangan mental jauh di bawah rata-rata sedemikian rupa sehingga mengalami kesulitan dalam tugas-tugas akademik, komunikasi maupun sosial.)
6. Lamban belajar (slow learner), anak yang memiliki potensi intelektual sedikit di bawah normal tetapi belum termasuk tunagrahita.
7. Anak yang mengalami kesulitan belajar spesifik, Permasalahan tersebut diduga disebabkan karena faktor disfungsi neurologis, bukan disebabkan karena faktor inteligensi (inteligensinya normal bahkan ada yang di atas normal). Anak berkesulitan belajar spesifik dapat berupa kesulitan belajar membaca (disleksia), kesulitan belajar menulis (disgrafia), atau kesulitan belajar berhitung (diskalkulia), sedangkan mata pelajaran lain mereka tidak mengalami kesulitan yang berarti.
8. Tunalaras/anak yang mengalami gangguan emosi dan perilaku, anak yang mengalami kesulitan dalam penyesuaian diri dan bertingkah laku tidak sesuai dengan norma-norma yang berlaku dalam lingkungan kelompok usia maupun masyarakat pada umumnya, sehingga merugikan dirinya maupun orang lain.
9. ADHD/GPPH (Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas), sebuah gangguan yang muncul pada anak dan dapat berlanjut hingga dewasa dengan gejala meliputi gangguan pemusatan perhatian dan kesulitan untuk fokus, kesulitan mengontrol perilaku, dan hiperaktif (overaktif). Gejala tersebut harus tampak sebelum usia 7 tahun dan bertahan minimal selama 6 bulan.
10. Autisme, gangguan perkembangan yang kompleks, meliputi gangguan komunikasi, interaksi sosial, dan aktivitas imaginatif, yang mulai tampak sebelum anak berusia tiga tahun, bahkan anak yang termasuk autisme infantil gejalanya sudah muncul sejak lahir.
Bagaimana cara kita mengidentifikasinya?
Mengidentifikasi kebutuhan khusus pada anak dapat dilakukan melalui observasi dan pengamatan terhadap perkembangan dan perilaku anak. Orang tua perlu memperhatikan tanda-tanda yang mungkin menunjukkan adanya kebutuhan khusus, seperti keterlambatan perkembangan, kesulitan belajar, atau perilaku yang tidak biasa.
Selain itu, terdapat beberapa penyebab kelainan yakni:
1. Prenatal (sebelum kelahiran).
Pada saat janin masih berada dalam kandungan, mungkin sang ibu terserang virus, misalnya virus rubela, mengalami trauma atau salah minum obat, yang semuanya ini berakibat bagi munculnya kelainan pada bayi.
2. Natal (kelahiran).
penyebab yang muncul pada saat atau waktu proses kelahiran, seperti terjadinya benturan atau infeksi ketika melahirkan, proses kelahiran dengan penyedotan (di-vacuum), pemberian oksigen yang terlampau lama bagi anak yang lahir premature.
3. Pasca Natal
Penyebab ini dapat diketahui kelainan pada saat anak mengalami masa pertumbuhan hingga sebelum menginjak usia 18 tahun. Hal ini dapat terjadi ketika mengalami kecelakaan, jatuh, atau kena penyakit tertentu. Penyebab ini tentu dapat dihindari dengan cara berhati-hati, selalu menjaga kesehatan, serta menyiapkan lingkungan yang kondusif bagi keluarga.
Menyediakan dukungan bagi para orang tua
1. Mengakui dan menerima kebutuhan khusus anak
Menyediakan dukungan bagi anak berkebutuhan khusus yaitu dengan mengakui dan menerima kondisi mereka. Orang tua juga perlu memahami bahwa kebutuhan anak mereka mungkin berbeda dari anak-anak lain, dan mereka harus siap dalam memberikan perhatian dan perawatan yang sesuai.
2. Mencari informasi dan sumber daya yang tepat
Orang tua perlu mencari informasi dan sumber daya yang tepat untuk membantu memahami kondisi anak berkebutuhan khusus dan cara terbaik untuk memberikan dukungan. Ini dapat meliputi konsultasi dengan ahli, mengikuti pelatihan atau seminar, atau bergabung dengan kelompok dukungan orang tua.
3. Membangun jaringan dukungan
Membangun jaringan dukungan dengan orang tua lain yang memiliki anak berkebutuhan khusus juga sangat penting. Orang tua dapat saling berbagi pengalaman, tips, dan dukungan emosional, sehingga tidak merasa sendirian dalam menghadapi tantangan yang mereka hadapi.
4. Mengelola emosi dan stres
Menjadi orang tua anak berkebutuhan khusus dapat menimbulkan emosi dan stres yang tinggi. Orang tua perlu belajar mengelola emosi dan stres mereka sendiri agar dapat memberikan dukungan yang optimal bagi anak mereka. Ini dapat dilakukan melalui olahraga, meditasi, atau mencari bantuan profesional jika diperlukan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H