Adanya asuransi syariah dan asuransi konvensional cenderung membuat orang yang kurang paham tentang esensinya sering keliru memahaminya. Hal tersebut wajar dalam kegiatan muamalah. Akan tetapi kesalahan semacam itu tidak perlu dilebih-lebihkan dan dijadikan alasan untuk menghancurkan label asuransi syariah. Hal yang patut dilakukan adalah menegurnya dan memberikan edukasi.
2.) Pendapat Ustadz Dr. Erwandi Tarmizi, MA.
Perdebatan terkait halal dan haramnya asuransi syariah sudah tidak asing lagi dibenak masyarakat Indonesia. Mayoritas masyarakat Indonesia yang ragu akan kehalalan asuransi syariah karena dianggap masih terdapat unsur gharar seperti pada asuransi konvensional. Padahal sudah jelas asuransi syariah itu telah dijamin kehalalannya oleh fatwa yang dikeluarkan DSN MUI.
Ustadz Dr. Erwandi Tarmizi, MA memberikan perumpamaan jika asuransi syariah terdapat unsur riba dan gharar. Gharar  dalam asuransi syariah dapat diatasi dengan adanya akad tabarru.Adanay akad ini menjadikan setiap peserta  yang menyerahkan uang untuk kontribusi bukan lagi berharap untuk mendapat ganti akan tetapi untuk membantu sesama anggota lain ketika terkena musibah/resiko. Meskipun begitu, pada dasarnya orang yang mengikuti akad tabarru juga dibatasi. "...Para peserta kemudian tidak mempunyai waktu untuk mengelola, maka mereka tunjuk pihak ke dua untuk mengelola yaitu pihak perusahaan asuransi. Pihak asuransi akan mendapatkan fee atau ujrah untuk pengelolaan ini, karena sudah dapat fee maka bila uang yang terkumpul surplus atau ada sisa maka tidak boleh diambil oleh perusahaan asuransi, bila juga terdapat kekurangan tidak boleh ditutupi harus dikembalikan kepada peserta asuransi syariah seluruhnya.." Ucap Ustads Dr. Erwandi Tarmizi, MA.
3.) Pendapat Ustadz Khalid Basalamah, MA.
Ustadz Khalid Basalamah berpendapat mengenai asuransi syariah dalam youtubenya bahwasanya asuransi sekalipun syariah tetap tidak menjamin dilindingui Allah SWT. Menurutnya juga asuransi syariah terdapat gharar karena jika pembatalan polis dikenai biaya pembatalan sebesar 70%. Hal ini dianggap zalim. Beliau juga menambahkan asuransi tidak ada hubungannya dengan investasi. Beliau lebih menyarankan menabung dan investasi karena itu lebih baik dari asuransi.
4.) Pendapat Ustadz Muhammad Arifin Badri, MA. Â
Menurut Ustadz Muhammad Arifin Badri, reasuransi pada asuransi syariah adalah bentuk ketidakpercayaan asuransi pada perusahaannya sendiri. Hal ini karena perusahaan asuransi tujuan utamanya memberikan jaminan pada nasabah tetapi nyatanya menjaminkan dirinya pula. "...saya ditawarkan produk kesehatan terbaru sesuai dengan syariat. Saya bilang, perusahaan asuransi di asuransikan juga nggak? Perusahaan asuransi itu ternyata diasuransikan juga. Padahal mereka bisnisnya apa? Jangan khawatir nanti kalau bapak sakit kita berikan jaminan. Padahal mereka sendiri tidak percaya dengan asuransi sendiri..." kata Ustaz Muhammad Arifin Badri.
Selain itu beliau juga berpendapat walaupun asuransi dengan label syariah hukumnya tetap sama dengan asuransi pada umumnya Apalagi jika tidak ada claim masih juga ada aspek hangus. Tidak ada dasarnya menghanguskan uang peserta karena peserta tidak memakan harta perusahaan. Kemudian perusahaan juga tidak memberi barang kepada peserta, dan tidak juga memberi jasa kepada peserta. Oleh karena itu masih adanya kedzaliman, memakan harta orang lain dengan cara-cara yang dzalim. "...jika uang kita rubah menjadi barang, kemudian nanti menjadi uang kembali maka itu bisnis. Uang kita digunakan untuk dapatkan jasa layanan kemudian mendapatkan keuntungan, maka itu namanya bisnis dan itu halal. Tapi kalau uang dengan uang menghasilkan keuntungan maka sudah dipastikan kalau itu riba...". Kata Ustadz Dr. Muhammad Arifin Badri dalam channel youtubenya.
5.) Pendapat Ustadz Condro Dwi Triono, Ph.D.
Terdapat suatu hadis yang menjadi dasar kebolehan asuransi syariah yakni sabda Rasulullah SAW , "kaum asy'ariyin jika mereka kehabisan bekal dalam peperangan atau jika makanan keluarga mereka di Madinah menipis, mereka mengumpulkan apa yang mereka miliki dalam satu lembar kain kemudian mereka bagi rata diantara mereka dalam satu wadah, mereka itu bagian dariku dan akupun bagian dari mereka". (H.R. Muttafaq 'Alaih). Akan tetapi menurut Ustadz Condro hadis tersebut belum bisa dijadikan dalil yang membolehkan asuransi syariah. Pasalnya, maksud dalam hadis ini bahaya/resiko terjadi terlebih dahulu kemudian baru tolong menolong. Hal ini nyatanya sejalan dengan prinsip asuransi syariah sekarang ini, belum ada resiko tetapi sudah ada pengadaan dana tabarru (dana tolong menolong).