Mohon tunggu...
Nur Mustaina
Nur Mustaina Mohon Tunggu... Lainnya - Agronomy and Horticulture IPB University

Write one important point (new think) every day until your body and life are destined to be separated

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi: Picisan Diri, Membidik Kematian

18 Januari 2021   16:24 Diperbarui: 7 Februari 2021   21:46 297
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Illustrated. Sumber: Canva.com

Di luar ada patah yang menjerit. Saya hampiri menanyakan luka, boleh saya obati?

Masih terdiam__

Sepeda klasik, terlihat tua bersama juru mudi. Melihatnya membuat hati saya bergumam, kamu manusia atau bukan__ Terlampau jauh, saya kembali menemui patah yang tadi.

Aku patah bukan berarti tak berguna, Aku pasrah bukan berarti bodoh, Aku ikhlas karena percaya takdir dan tuhan.

Tanpa bergeming seketika hening. Angin beku, daun lumpuh, dan saya ditampar sakit tak berwujud.

Selamat jalan.

Di dalam, ada denting yang menyeru. Saya hampiri menanyakan sumbang, boleh saya tahu?

Masih terdiam__

Merpati putih, terlihat berperi bersama waktu. Melihatnya membuat hati saya bergumam, hidup itu indah yaa. Masih kukuh di tempat itu, mendekatinya bukan hal sulit.

Aku denting untuk menghitung, aku patuh untuk mencelikkan, aku rampung untuk mati.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun