Di luar ada patah yang menjerit. Saya hampiri menanyakan luka, boleh saya obati?
Masih terdiam__
Sepeda klasik, terlihat tua bersama juru mudi. Melihatnya membuat hati saya bergumam, kamu manusia atau bukan__ Terlampau jauh, saya kembali menemui patah yang tadi.
Aku patah bukan berarti tak berguna, Aku pasrah bukan berarti bodoh, Aku ikhlas karena percaya takdir dan tuhan.
Tanpa bergeming seketika hening. Angin beku, daun lumpuh, dan saya ditampar sakit tak berwujud.
Selamat jalan.
Di dalam, ada denting yang menyeru. Saya hampiri menanyakan sumbang, boleh saya tahu?
Masih terdiam__
Merpati putih, terlihat berperi bersama waktu. Melihatnya membuat hati saya bergumam, hidup itu indah yaa. Masih kukuh di tempat itu, mendekatinya bukan hal sulit.
Aku denting untuk menghitung, aku patuh untuk mencelikkan, aku rampung untuk mati.
Sambil tersenyum meyakinkan hati, seketika luntur. Tanda waktu selesai, angin kembali berembus pada bumi, dan saya adalah diri yang akan pergi.
Terima kasih.
By: Nur Mustaina
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H