"Istirahatlah di kamar, Cucuku". Nenek menarik tangan Mirna yang lagi rebahan di kursi.
"Iya, Nek". Mirna berlalu bersama nenek ke kamar yang telah ditunjukan nenek. Lalu Mirna menghempaskan badannya di kasur.
Setelah seminggu di rumah nenek, Mirna merasa bosan tinggal dalam rumah.
"Nek, aku ingin menikmati udara pagi!".
"Iya, cucuku, tapi ingat jangan jauh-jauh perginya, apalagi sampai di kastil sana". Nenek menunjuk kastil yang terlihat sangat angker ditumbuhi rerumputan yang liar.
"Iya, Nek, memangnya ada apa di kastil sana? Apa ada yang huni, manusia atau hantu atau dedemit." Mirna tertawa terbahak-bahak.
"Uuust, cucuku, tawamu keterlaluan". Nenek memberi isyarat agar Mirna mengecilkan tawanya itu.
"Iya, Nek, maaf, tidak akan kuulangi lagi, Nenek sayangku". Mirna mencium neneknya dan berlalu meninggalkan rumah.
"Jangan lama-lama di luar cucuku, cepat pulang ya!". Nenek berdiri melihat kepergian cucu tersayangnya yang tomboy.
Mirna menikmati suasana kampong yang nyaman jauh dari kebisingan suara kendaraan yang lalu lalang, dan warga kampong sini sangat ramah-ramah. Tanpa Mirna sadari tiba-tiba seorang warga  menyapanya.
"Hai, Dek, mau ke mana,".