Â
Kecenderungan Penuntutan yang Lemah
     Berdasarkan data ICW dan berbagai sumber lainnya, terlihat adanya kecenderungan bahwa penuntut umum tidak memberikan tuntutan yang maksimal terhadap pelaku korupsi (Srimin Pinem, dkk. 2023). Dalam banyak kasus, tuntutan yang diajukan oleh penuntut umum sering kali lebih ringan dibandingkan dengan bukti yang ada. Hal ini menciptakan kesan bahwa para pelaku korupsi mendapatkan perlakuan khusus yang tidak didapatkan oleh pelaku kejahatan lainnya.
     Fenomena ini tidak hanya merusak kredibilitas sistem peradilan, tetapi juga memberikan pesan yang salah kepada masyarakat bahwa korupsi adalah tindakan yang tidak terlalu serius dan mudah untuk dihindari konsekuensinya. Tuntutan yang tidak maksimal ini juga mencerminkan adanya ketidakberdayaan lembaga penegak hukum dalam menghadapi kasus-kasus korupsi yang melibatkan pejabat publik atau individu dengan kekuatan politik. Dalam beberapa kasus, tekanan dari pihak-pihak berkuasa, baik secara langsung maupun tidak langsung, turut memengaruhi keputusan penuntut umum untuk tidak mengajukan tuntutan yang lebih berat. Hal ini semakin memperburuk citra sistem peradilan di Indonesia, di mana masyarakat merasa bahwa sistem hukum tidak bekerja secara adil, dan bahwa ada pihak-pihak tertentu yang dapat lolos dari hukuman meskipun terlibat dalam tindak pidana besar. Ketidakberanian untuk menuntut pelaku korupsi dengan hukuman yang setimpal hanya akan memperkuat citra bahwa sistem peradilan kita belum sepenuhnya bebas dari pengaruh politik dan kekuasaan.
     Kecenderungan penuntutan yang lebih ringan terhadap pelaku korupsi ini, jika tidak segera ditangani, akan menimbulkan dampak jangka panjang yang serius. Masyarakat akan semakin kehilangan kepercayaan terhadap kemampuan penegak hukum dalam menegakkan keadilan, terutama dalam kasus yang melibatkan pelaku dengan kedudukan tinggi. Tidak hanya itu, hal ini juga dapat menciptakan siklus impunitas, di mana para pelaku korupsi merasa lebih bebas untuk melanjutkan tindakan mereka tanpa khawatir akan dijatuhi hukuman yang sebanding dengan kerugian yang ditimbulkan. Oleh karena itu, untuk memulihkan kepercayaan publik dan memastikan efektivitas pemberantasan korupsi, penting bagi penuntut umum untuk memberikan tuntutan yang lebih maksimal, sesuai dengan bukti yang ada dan dampak yang ditimbulkan oleh perbuatan korupsi tersebut.
Penguatan Peran KPK dan Lembaga Pengawas
     Untuk memperbaiki kualitas tuntutan dan keputusan hukum dalam kasus korupsi, perlu ada penguatan peran KPK dan lembaga pengawas lainnya Penyelesaian Masalah Melalui Reformasi Hukum  (Warih, Anjari, 2022). Penguatan KPK ini dapat dilakukan dengan memberikan akses yang lebih luas terhadap penyelidikan dan penuntutan kasus korupsi, serta memperkuat kapasitasnya dalam melakukan pemantauan terhadap proses hukum di tingkat pengadilan. Selain itu, peningkatan transparansi dalam proses hukum, termasuk di dalamnya pengawasan terhadap keputusan hakim dan penuntutan yang diajukan, dapat mengurangi potensi intervensi yang merugikan sistem peradilan. Jika peran KPK diperkuat, maka diharapkan lembaga ini dapat lebih aktif dalam memberikan rekomendasi dan melakukan pengawasan terhadap kasus-kasus yang berpotensi melibatkan korupsi tingkat tinggi atau melibatkan pejabat publik.
     Penyelesaian masalah dalam pemberantasan korupsi juga memerlukan reformasi hukum yang menyeluruh. Proses reformasi ini tidak hanya mencakup perubahan pada undang-undang dan regulasi yang ada, tetapi juga melibatkan pembenahan dalam struktur kelembagaan dan prosedur yang digunakan oleh lembaga penegak hukum. Sebagai contoh, diperlukan mekanisme yang lebih jelas dan efisien dalam penuntutan kasus korupsi, agar penuntut umum dapat lebih leluasa dalam mengajukan tuntutan yang lebih maksimal tanpa adanya tekanan eksternal. Reformasi ini juga harus mencakup peningkatan integritas dan profesionalisme aparat penegak hukum, sehingga keputusan hukum yang diambil benar-benar mencerminkan prinsip keadilan, tanpa adanya pengaruh politik atau kepentingan pribadi. Jika reformasi hukum ini diterapkan dengan baik, maka diharapkan dapat tercipta sistem hukum yang lebih efektif dalam menangani kasus korupsi di Indonesia.
    Selain itu, untuk mendukung keberhasilan reformasi hukum, partisipasi masyarakat dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) juga sangat penting. Masyarakat perlu diberikan ruang untuk berpartisipasi dalam mengawasi jalannya proses hukum, melalui mekanisme yang transparan dan dapat dipertanggungjawabkan. LSM yang memiliki kompetensi di bidang antikorupsi dapat berperan sebagai mitra penting dalam memberikan masukan serta melakukan pengawasan terhadap kebijakan yang diambil oleh pemerintah dan lembaga penegak hukum. Sinergi antara KPK, lembaga pengawas lainnya, masyarakat, dan LSM dalam reformasi hukum ini akan memperkuat upaya pemberantasan korupsi secara lebih holistik, serta memastikan bahwa para pelaku korupsi mendapatkan hukuman yang setimpal dengan perbuatan mereka, sesuai dengan prinsip keadilan yang berlaku.
Penyelesaian Masalah Melalui Reformasi Hukum
    Reformasi hukum merupakan langkah penting untuk meningkatkan kualitas penegakan hukum di Indonesia (Eryanto, Nugroho, 2022). Salah satu aspek yang perlu diperhatikan dalam reformasi ini adalah perubahan sistem peradilan yang lebih transparan dan akuntabel. Sistem peradilan yang buruk dan penuh dengan celah hukum sering kali memberikan peluang bagi praktik korupsi untuk terus berkembang. Oleh karena itu, reformasi hukum yang efektif harus mencakup pembaruan dalam sistem peradilan yang memberikan keadilan bagi semua pihak, tanpa memandang status sosial atau politik. Pembenahan ini akan memungkinkan setiap keputusan hukum diambil berdasarkan prinsip keadilan yang seimbang dan objektif, mengurangi potensi manipulasi dan intervensi yang dapat merusak proses peradilan. Dengan reformasi ini, diharapkan para pelaku korupsi tidak lagi merasa bahwa mereka dapat lolos dari hukuman hanya karena kekuatan politik atau kedudukan yang mereka miliki.