Barang satu persatu diloading ke bagasi kapal. Saat itu suasana masih  terkendali. Mentari mulai bersinar dengan indah dari balik Pulau Tugu Benoang. Kapal Kayu itu, bahtera yang akan mengantarkan kepulangan kami, bertengger indah di bibir dermaga. Jangkar masih terkait. Kami merasa lega.
Setidaknya jangan dulu  dilepaskan. Karena hati kami masih dalam proses mencerna ini semua. Kami berlima berdoa semoga waktu satu jam sebelum jangkar dilepas bisa kita lalui dengan senyuman hangat penuh kasih sayang.
090915 - Pukul 07.30 WIB
Nyatanya, sinar mentari tak bertahan lama. Dia berbohong. Tiba-tiba semua tertutup dengan mendungnya wajah orang-orang yang mengantarkan kami di dermaga. Kami masih bertahan. Bertahan sedikit lagi. Untuk tetap menyunggingkan senyuman. Hingga saat satu-satu persatu dari kami dipeluk oleh keluarga angkat kami masing-masing.
Ya, rintik air mata pun nyatanya mampu memecah pertahanan kami semua. Hujan air mata tak elakkan terjadi. Kami tak mampu berbicara. Kami hanya berusaha menumpahkan rasa sayang kami kepada bumi sikerei ini lewat tangisan yang membisu.
Pedih? Iya
Sakit? Jelas
Dan tiba-tiba kami melihat banyak orang berkumpul di dekat kami. Pemandangan penuh sesak ini biasanya kami benci. Namun saat ini biarlah seperti ini. Setidaknya sedetik beberapa detik kami bisa melihat satu per satu wajah masyarakat Mentawai, wajah yang selama 365 hari membersamai kami semua dengan kehangatan luhurnya.
090915 - Pukul 08.00 WIB
Sirine kapal mulai berbunyi. Tanda jangkar harus dilepas. Jelas, ini tanda kami sudah harus menyudahi 365 hari kami di Mentawai. "Gak mau pulang. Masih mau disini", begitulah teriak kami saat kapal sudah membawa kami cm demi cm meninggal tanah Mentawai.
Kami mencoba berlari di setiap inci kapal menemukan celah untuk bisa  menatap masyarakat yang tangannya melambai lambai ke arah kami. Tangisan kami semakin keras saat pesan itu masuk ke salah satu handphone kami,"Tidak. Kalian tidak meninggalkan kami. Kami percaya kalian akan selalu  hidup bersama kami, dalam nafas perilaku sehat kami, Masyarakat  Mentawai."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H