090915 - Dini Hari
Tepat pukul 2 malam sepertinya aktivitas packing-packing barang dihentikan sudah. Meskipun masih terlihat setumpuk berserakan sana sini yang belum terpacking dengan baik. Kami sudah tak memusingkan jika pun barang-barang tersebut ada yang tertinggal, karena nyatanya hati kami sudah jauh lebih lama tertinggal di Mentawai.
Dinginnya malam pun nyatanya tak mampu meredam gemuruh panas dada kami. Isak tangis pun memecah kesunyian malam.Tak apa. Kami berfikir itu tak masalah asalkan tepat tanggal 090915 Â pukul 08.00 WIB, sesuai jadwal keberangkatan kapal, wajah kami tak lagi dirundung mendung. Kami ingin pulang diiringi cahaya matahari yang kian terik dengan senyuman masyarakat. Bukan mendung di wajah yang berlanjut hujan air mata.
Biarkan kami seperti ini. Menyelesaikan apa  yang harus kami selesaikan dengan hati kami yang sudah terlampaui jatuh dengan cintanya Mentawai.
090915 - Pagi
Semua koper sudah satu per satu diturunkan ke Ambulance Puskesmas, kendaraan yang akan membawa kami menuju Dermaga Sikakap. Rumah PN, begitu akrab disapa, sudah mulai kosong. Bau kami seakan mulai memudar. Tak terasa waktu berlalu begitu cepat.
Salah seorang gadis mungil yang memakai jaket biru bertuliskan Pencerah Nusantara terlihat lari tergesa-gesa menuju satu rumah, menggedor-gedor pintunya, hingga saat pintu itu terbuka, tangisan gadis ini tak pelak membangunkan seorang laki-laki berusia 28 tahun.
"Bang, adek gak mau pulang. Adek gak mau pulang." Teriak gadis itu di sela tangisannya, yang tak lama kemudian tenggelam dalam pelukan abang angkatnya tersebut. Pemandangan itu pun tak pelak membuat yang melihat menitikkan air mata.
"Sudah jangan menangis. Sudah gedhe. Gak boleh menangis. Sana segera  berangkat nanti ditinggal kawan-kawanmu dan kapal nanti. Abang akan ke  dermaga nanti mengantarmu dek". Terang abangnya yang mencoba menenangkan isak tangis gadis tersebut.
Pun ini hanya salah satu pemandangan saja. Masih ada 4 pemandangan lain yang serupa.
090915 - Pukul 07.00 WIB