Mohon tunggu...
Nur Mala
Nur Mala Mohon Tunggu... Editor - Mahasiswa

Hobi menulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Puisi Kontemporer

17 Desember 2022   19:00 Diperbarui: 17 Desember 2022   19:08 297
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Puisi sebagai salah satu dari jenis karya sastra, kini terus tumbuh dan berkembang di tengah moderenisasi. Moderenisasi dapat diartikan sebagai hasil dari perkembangan teknologi. Moderenisasi yang terjadi pada puisi dikenal dengan istilah kontemporer puisi.

Puisi kontemporer dapat diartikan sebagai bagian dari jenis puisi yang memiliki kemampuan untuk bebas berekspresi, bebas membuat hingga membentuk kata baru. Meskipun kata yang digunakan dalam puisi ini bisa jadi tidak dikenal sebelumnya. Puisi jenis ini sendiri juga tidak memiliki ikatan oleh baris, bentuk ataupun rima. Hal itu dikarenakan tujuan penciptaan dari puisi yang satu ini adalah untuk menyampaikan tujuan dan gagasan.

Adapun jenis puisi kontemporer yang akan di bahas pada artikel ini adalah putika dan senandika.

1. Putika

Putika, dengan kepanjangan puisi tiga kata. Putika berasal dari kata putik yg berarti bakal buah atau cikal bakal buah. Putika adalah puisi pendek atau mini yang isinya hanya terdiri dari 3 kata 2 baris dan 1 bait.

Selanjutnya, putika terdiri dari Judul, Isi, dan titimangsa (tempat dan tanggal pembuatan puisi). Judul dan isi memiliki hubungan timbal balik, artinya saling berhubungan dan berkaitan.  Isi dapat menjadi penegas judul, sedangkan judul dapat membentuk cerita.

Ciri-ciri Putika
1. Mempunyai judul isi dan titimangsa
2. Hanya terdiri dari satu bait
3. Judul bisa terdiri dari satu buah tiga buah membentuk cerita dan membentuk judul panjang
4. Terdiri dari 3 kata
5. Terdiri dari dua larik
6. Isi antar larik telah berdiri sendiri

Contoh Putika:

USAI

Oleh: Nurmala

Derai rinai
Ancai

Tanjungpinang, 25 November 2022

Makna yang dimaksudkan oleh penulis pada putika tersebut adalah perihal hubungan yang pada awalnya baik-baik saja, kini telah usai atau berakhir.

penulis menggambarkan rasa skit ketika berakhirnya sebuah hubungan yang dijalani bagaikan hujan rinai yang perlahan akan lebat dan menyisakan genangan. Begitu hancurnya sebuah rasa pada hubungan yang telah usai digambarkan pada kata terakhir, yaitu "ancai".

2. Senandika

Senandika merupakan jenis prosa baru yang di dalam karya tersebut hanya terdapat tokoh aku, kamu, atau dia. Karya prosa senandika lebih seperti menjelaskan konflik batin tokoh. Lebih simpelnya itu seperti curhat. Padahal sebenarnya penulis tidak curhat, hanya ingin menyampaikan informasi lewat kata-kata yang indah dengan hanya ada tokoh aku, kamu, atau dia.

Senandika hampir serupa dengan puisi hanya saja membedakannya puisi tidak membutuhkan paragraf dalam artian, tubuh puisi bisa ditulis dengan bebas. Sementara, senandika membutuhkan paragraf, untuk senandika itu sendiri biasanya ditulis tiga sampai lima paragraf, atau bisa lebih, dan satu paragraf pada senandika wajib memiliki tiga titik.

Contoh senandika:

Cinta dalam Diam
Oleh: Nurmala

Puisiku mati dalam tiap baitnya. Diksi yang tidak karuan memorak-porandakan kalimatnya. Frasa yang mati suri, hidup kembali namun tak berarti. Aku, mati dilahap rindu. Kian hari dibakar api cemburu.

Kembali, kutuliskan aksara. Mencoba berdamai dengan rasa. Namun api itu sudah terlanjur membakar dada. Sesak! Cinta membuatku kehabisan kata.

Akan kutulis apalagi puisi tentangmu? Tiada huruf yang mampu mewakili rasa ini. Merana, menanggung rindu sendiri. Beginikah sejatinya cinta?

Sebenarnya sangat sulit bagi wanita untuk mengungkapkan cinta. Semesta pun tidak setuju. Para manusia akan melihat dengan pandangan yang tidak bisa dijelaskan. Haruskah kupertahankan rasaku?

Sudahlah! Lebih baik cinta ini dibakar saja. Kan kukoyak dengan amarah dan kulupakan dengan rasa yang terabaikan. Namun tiba-tiba, sesuatu yang dingin memadamkan api itu. Ternyata dia juga menggenggam sepotong rindu yang sama. Ternyata ini semua masalah waktu.

Tanjungpinang, 2022

Makna yang terkandung pada senandika tersebut, yaitu jatuh cinta dalam diam itu memang berisiko patah hati jika tidak dicintai kembali dan tidak ada pengakuan cinta. Dan sebuah keberuntungan jika dicintai balik oleh orang yang di cinta. 

Semua perihal waktu. Sabar menunggu dengan berharap hal baik akan menghampiri atau patah hati dengan hal yang tidak pasti. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun