penulis menggambarkan rasa skit ketika berakhirnya sebuah hubungan yang dijalani bagaikan hujan rinai yang perlahan akan lebat dan menyisakan genangan. Begitu hancurnya sebuah rasa pada hubungan yang telah usai digambarkan pada kata terakhir, yaitu "ancai".
2. Senandika
Senandika merupakan jenis prosa baru yang di dalam karya tersebut hanya terdapat tokoh aku, kamu, atau dia. Karya prosa senandika lebih seperti menjelaskan konflik batin tokoh. Lebih simpelnya itu seperti curhat. Padahal sebenarnya penulis tidak curhat, hanya ingin menyampaikan informasi lewat kata-kata yang indah dengan hanya ada tokoh aku, kamu, atau dia.
Senandika hampir serupa dengan puisi hanya saja membedakannya puisi tidak membutuhkan paragraf dalam artian, tubuh puisi bisa ditulis dengan bebas. Sementara, senandika membutuhkan paragraf, untuk senandika itu sendiri biasanya ditulis tiga sampai lima paragraf, atau bisa lebih, dan satu paragraf pada senandika wajib memiliki tiga titik.
Contoh senandika:
Cinta dalam Diam
Oleh: Nurmala
Puisiku mati dalam tiap baitnya. Diksi yang tidak karuan memorak-porandakan kalimatnya. Frasa yang mati suri, hidup kembali namun tak berarti. Aku, mati dilahap rindu. Kian hari dibakar api cemburu.
Kembali, kutuliskan aksara. Mencoba berdamai dengan rasa. Namun api itu sudah terlanjur membakar dada. Sesak! Cinta membuatku kehabisan kata.
Akan kutulis apalagi puisi tentangmu? Tiada huruf yang mampu mewakili rasa ini. Merana, menanggung rindu sendiri. Beginikah sejatinya cinta?
Sebenarnya sangat sulit bagi wanita untuk mengungkapkan cinta. Semesta pun tidak setuju. Para manusia akan melihat dengan pandangan yang tidak bisa dijelaskan. Haruskah kupertahankan rasaku?
Sudahlah! Lebih baik cinta ini dibakar saja. Kan kukoyak dengan amarah dan kulupakan dengan rasa yang terabaikan. Namun tiba-tiba, sesuatu yang dingin memadamkan api itu. Ternyata dia juga menggenggam sepotong rindu yang sama. Ternyata ini semua masalah waktu.