Resiliensi mayoritas siswa Muhammadiyah Boarding School yang berada dalam kategori sedang menunjukkan bahwa resiliensi siswa masih belum optimal dan masih bisa ditingkatan agar lebih baik lagi. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan resiliensi siswa adalah dengan intervensi konseling. Dari sekian banyak pendekatan konseling, pendekatan kognitif-behavior dianggap mampu untuk meningkatkan resiliensi.Â
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa konseling kognitif-behavior dapat digunakan untuk membangun resiliensi. Penelitian Padesky dan Mooney (2012) menunjukkan bahwa Cognitive Behavior Therapy (CBT) merupakan pendekatan yang efektif untuk meningkatkan resiliensi.
Hasil penelitian Krisnayana, Antari, dan Dantes (2014) juga menunjukkan bahwa penerapan konseling kognitif dengan teknik restrukturisasi kognitif dapat meningkatkan rendahnya resiliensi empat orang siswa kelas XI IPA 1 di SMA Negeri 3 Singaraja. Â Beberapa penelitian menunjukkan bahwa CBT dapat digunakan untuk meningkatkan harga diri, konsep diri, serta percaya diri. CBT juga dianggap dapat mengembangkan pandangan diri sebagai seseorang yang mampu mengatasi masa sulit, menemukan kebahagiaan dalam hidup, serta mengembangkan atau membangun resiliensi (Neenan, 2009).
Berdasarkan fenomena serta berbagai penelitian tersebut, maka peneliti tertarik untuk meningkatkan resiliensi siswa melalui pendekatan CBT dalam format kelompok. Terdapat tiga alasan yang dapat dijadikan dasar penggunaan CBT dalam setting kelompok.Â
Pertama, karena remaja atau siswa sekolah menengah lebih sering bersama teman-temannya dan mereka lebih terbuka dengan teman-temannya. Kedua, dalam hal waktu, konseling kelompok menawarkan 50% efisiensi yang lebih besar bila dibandingkan dengan konseling individu (Morrison dalam Bieling, 2006). Terakhir, konseling kelompok CBT memungkinkan terbahasnya lebih banyak contoh hubungan antara pikiran, perasaan, dan tingkah laku daripada yang terjadi dalam  konseling individu.
METODE
Dalam penelitian ini terdapat dua variabel yaitu, resiliensi sebagai varibel terikat dan konseling kelompok CBT sebagai variabel bebas. Jenis penelitian yang digunakan adalah quasi-eksperiment dengan desain pre-test post-test control group design. Subjek dalam penelitian ini berjumlah 8 orang yang diambil berdasarkan tujuan penelitian (purposive sampling) dan dibagi dalam dua kelompok, yaitu 4 orang kelompok eksperimen dan 4 orang kelompok kontrol.Â
Metode pengumpulan data menggunakan skala resiliensi yang dikembangkan dari aspek-aspek resiliensi Reivich & Shatte (2002) meliputi regulasi emosi, pengendalian impuls, optimime, analisis sebab akibat, empati, efikasi diri, dan reaching out/menggapai jalan keluar. Koefisien validitas skala reiliensi dalam penelitian ini adalah 0.280-0.626 dengan tingkat signifikansi antara 0.000-0.045. Reliabilitas skala resiliensi yang digunakan adalah 0.840. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan Mann-Whitney U-Test.
Â
HASIL DAN PEMBAHASAN
- Tingkat resiliensi siswa sebelum (pre-test) dan sesudah (post-test) diberi layanan konseling kelompok Cognitive Behavior Therapy (CBT) kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dapat dilihat pada tabel 1.Â
- Tabel 1. Tingkatan Resiliensi Pre-test dan Post-test Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol
Kelompok Eksperimen