Setidaknya, aku butuh asupan yang segar-segar dulu biar kepalaku agak tenang. Rasmi membatin.
Puspa:Â Halo, Rasmi. Gue tahu lo lagi nggak baik-baik aja. Mata lo kelihatan bengkak tadi. Paling nggak, kalo lo mau ngelak, tutupin pake make up sebelum temui gue. Biar gue nggak nebak aneh-aneh.
Jantung Rasmi bertalu-talu sesaat karena mendapat pesan dari Puspa. Belum sempat ia membalas, ada satu pesan lagi memenuhi notifikasi.
Puspa: Lo boleh berbagi beban sama gue, Rasmi. Jangan dipendam sendiri. Lo temen gue satu-satunya di sini, yang nggak pandang sebelah mata setelah tahu tindakan kelam yang gue lakuin ini. Jadi, tolong! Izinin gue bantu lo kali ini. Sehina-hinanya hamba Tuhan satu ini, gue juga mau berbuat baik kayak lo selama ini. Boleh, ya, Rasmi?
Rasmi tergugu selepas membaca kalimat panjang itu. Ia tidak tahu harus seperti apa menyikapinya.
"Apa aku harus kayak Puspa juga, ya? Punya Daddy gitu. Soal duit pasti nggak akan kesusahan, bukan?" Rasmi bermonolog.
Awalnya, Rasmi memang terkejut ketika Puspa terlampau jujur mengenai kehidupan pribadinya yang terbilang suram itu. Menjadi sugar baby. Sesuatu yang tidak pernah terlintas dalam pikiran polos seorang gadis seperti Rasmi. Namun, ia tidak bisa menyalahkan pilihan yang ditempuh oleh Puspa. Konsekuensi yang ditanggung tidak main-main juga, kan? Itu sungguh perbuatan yang salah, tetapi Rasmi tidak bisa mencegah. Ditambah, ia juga sadar kalau perjalanan yang ditempuh Puspa tak kalah berat darinya. Makanya, Rasmi berikrar pada dirinya sendiri agar tidak menghakimi sesuka hati.Â
Semua karena tuntutan ekonomi.
Hanya saja, kini Rasmi takut kalau sampai ia juga tergoda untuk melakukan hal serupa. Apa lagi, saat ini hatinya seolah-olah sedang terperangkap di ruang yang tandus. Gersang, seakan-akan tidak ada daya untuk sekadar meluapkan keresahan.
Kamu memang terjebak di ruang tandus, Rasmi. Namun, kamu juga harus berpikir jernih. Hidup dalam kegersangan nggak sebegitu mengerikan kalau kamu berada di jalan yang benar. Ingat! Yang ada pada isi kepalamu itu bukanlah jalan keluar yang tepat. Bisa-bisa, kamu akan terjerumus pada kubangan dosa yang sangat dalam. Kamu nggak mau tersesat kayak gitu, kan? Satu sisi hati Rasmi mengingatkan.
"Maafkan aku, Tuhan, atas cara berpikirku yang tidak karuan. Aku janji, aku akan bekerja lebih giat lagi. Aku juga akan berdoa lebih khusyuk lagi, sampai aku bisa lari sejauh mungkin dari ruang tandus ini."