Mohon tunggu...
Lateefa Noor
Lateefa Noor Mohon Tunggu... Penulis

Penulis amatir yang selalu haus ilmu.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Hello, September!

9 September 2023   19:41 Diperbarui: 9 September 2023   19:43 66
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: StockSnap from Pixabay

"I love you."

Spontan, langkah Lila berhenti ketika mendengar sebaris kalimat ungkapan cinta itu, yang seolah-olah berbisik dengan lembut di telinganya. Suara itu berasal dari pemuda yang berjalan tepat di belakangnya.

"I love you too." 

Lila menjawab dengan raut wajah berseri-seri. Pasalnya, ia mengetahui dengan jelas siapa yang berucap adalah seseorang yang berhasil menyita perhatiannya akhir-akhir ini. Sehingga, kata-kata balasan itu bisa dengan mudah ia utarakan dengan sangat antusias. Tanpa berpikir panjang dan pertimbangan yang matang.

Akhirnya, kalimat itu muncul juga. Lila membatin disertai rasa bahagia yang membuncah dalam hati. Ia masih tidak menyangka kala kata-kata yang ditunggu lambat laun menghampiri. Ia senang karena tidak harus terjebak friendzone setelah ini.

"Gimana, Lila? Aku lagi baca tulisan di atas situ," ujar pria yang masih berdiri gagah tidak jauh dari Lila.

Lila seketika mendongak dan mengikuti arah pandang temannya itu. Lalu, ia mengamati dengan jelas tulisan yang tertera di tembok yang berada di dekat tangga, di salah satu toko es krim dan minuman yang sedang booming beberapa waktu ini. Di dinding itu memang ada tulisan 'I Love You' dan entah apa lanjutannya. Lila sungguh tidak tertarik membaca kelengkapan kalimatnya. Salah paham yang sukses membuat Lila mati kutu.

Bodoh banget, sih, Lil! Makanya jadi orang jangan terlalu geer, deh.

Lila memarahi diri sendiri atas kecerobohannya kali ini. Bisa-bisanya, rasa percaya dirinya melambung tinggi seperti itu. Kok, ya, tidak dicerna dulu kalau kalimat itu merupakan ungkapan mustahil yang tidak akan pernah sampai padanya. Ia seharusnya sadar diri kalau antar adirinya dan lelaki itu sebatas teman saja. Sampai kapan pun itu.

Gimana kalau dia jadi illfeel sama aku, ya? Hati Lila menjerit. Ia benar-benar menyesali tingkah laku memalukannya tadi. Rasanya pengin menghilang saat ini juga agar tidak ketemu dengan lelaki tidak berperiperasaan itu. Tidak peka atau memang mati rasa. Entahlah. Pikiran Lila kalang kabut.

Duh, Gusti.

"Lil? Kamu kenapa malah bengong? Udah pada antre mau turun juga, nih. Yuk!" Teman Lili itu mengingatkan yang hanya dibalas keterdiaman. Lila tidak berniat untuk menyahutinya sama sekali.

Kini, Lila memang sedang berada di tempat kekinian itu bersama beberapa temannya saat ini. Sekadar melepas penat karena berbulan-bulan digempur dengan tugas akhir yang menyita banyak perhatian. Yang lainnya sudah pulang lebih dahulu karena ada agenda masing-masing, tersisa Lila dan orang itu, yang tentunya Lila malas menyebut namanya.

Sayangnya, selepas resah perkara kampus usai, sekarang ada kegelisahan baru yang siap menunggu. 

O, Allah. How come? Dalam hati Lila masih menyesali kebodohan yang ia lakukan tadi.

Tak ingin terjebak terlalu lama dengan suasana yang canggung, Lili segera fokus berjalan ke depan. Bahkan, tidak ada niat sedikit pun untuk menoleh ke belakang. Kepalang malu sebenarnya. Namun, ia mencoba bersikap biasa saja, seperti temannya itu yang berlaku seolah-olah tidak ada apa-apa.

Bodo amat, dah. pikir Lila.

"Bulan September datangnya, kok, cepat banget, ya?" Lila berucap pelan, mengalihkan pembicaraan sembari menghalau rasa malu yang tak dapat dideskripsikan, juga belum sepenuhnya hilang.

Tanpa Lila duga, lelaki yang membuatnya sebal itu malah berjalan santai menyamai posisinya, sambil menyemburkan tawa tertahan. Entah menertawakan rasa percaya diri Lila atau apa. Yang jelas, Lila makin tak punya muka dibuatnya.

"Apaan, sih! Ketawanya itu, loh. Kayak ngenyek banget." Lila menggerutu sambil mempercepat langkah.

Kurang ajar! Awas saja kamu! Kubalas dengan setimpal nanti. Lila mengancam, dalam hati tentu saja. Soalnya, kalau berbicara begitu secara langsung, Lila pasti tidak akan berani. Ditambah perasaan kikuk juga mengerubungi, makin tidak punya nyali.

"Santai aja, Lil! Rileks." 

Lila kian kesal hanya mendengar nada bicara lelaki itu yang terkesan mengejek. Ia seakan-akan mau meremas bibir lelaki menyebalkan itu agar tidak berkata yang membuat kepala pening lagi.

Kira-kira ... wajahku mau ditaruh di mana, ya? Malu banget, keluh Lila dalam hati.

Hello, September! Sepertinya, aku tidak akan menyukai bulan ini lagi.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun