"Panggilkan Ani, Buk e!" perintah bapaknya Ani pada sang istri.
Tak berselang lama, Ani pun bergabung di tengah-tengah mereka. Ada debar di dada yang terasa aneh. Takut dan juga gelisah yang dirasakan oleh Ani berpadu menjadi satu. Ia tidak mengerti oleh sebab apa rasa tak beraturan itu hinggap dalam diri.
Setelah penghuni rumah berkumpul, mantan kades yang masih terlihat tampan di usianya yang tak lagi muda itu melanjutkan pembicaraan, "Sebenarnya ... saya ingin melamar Ani---"
Ani panik. Gadis ayu itu memberi isyarat pada Budi untuk menolongnya. Sungguh, ia tidak mau menikah dengan pria yang usianya bahkan lebih tua dari bapaknya. Melihat kode dari Ani, Budi hanya diam saja, sembari tersenyum penuh makna.
"Tolong aku, Mas!" seru Ani tanpa suara, mengarah pada Budi. Namun, lelaki itu hanya menatapnya dengan raut datar saja.
Ani kian resah.
"Gimana Nduk Ani? Mau sama saya atau ... Budi." Mantan kades itu menegaskan.Â
"Saya mau sama Mas Budi, Pak," jawab Ani sambil tersipu. Beberapa hari lalu, Ani bukannya menolak Budi. Ia hanya butuh sedikit waktu.
Kedua keluarga itu pun tergelak mendengar jawaban Ani. Gadis itu merasa tertipu. Matanya mengedar ke arah Budi yang sedang cekikikan, seolah-olah mengejeknya habis-habisan. Ani makin kelimpungan menghadapi tingkah calon bapak kepala desa yang membuat hatinya jumpalitan itu.
"Awas kamu, Mas!" Ani berucap lirih sambil mengepalkan tangan.
Itulah namanya cinta ditolak, bapak Budi bertindak. Hingga akhirnya, Budi dan Ani terjebak di buku pelajaran. Maksudnya, pelajaran hidup, yakni Buku Nikah.