"Dicoba dulu ya, Mas." Sasha berucap dengan yakin.Â
Setelah menunggu sekitar lima jam, keadaan tetap sama. Belum ada perubahan sama sekali. Termasuk, tanda-tanda kontraksi. Namun, yang ditakutkan adalah air ketuban akan habis karena sudah menetes sedari tadi.Â
"Kita coba induksi ya, Bu! Kita observasi sampai nanti sore. Kalau tidak ada perubahan, terpaksa harus dilakukan cara lain," kata dokter tanpa ragu.Â
"Cara lain?" lirih Sasha sembari menahan nyeri sesaat setelah cairan induksi itu disuntikkan pada selang infus yang terpasang di tangannya.Â
Sasha tidak bisa membayangkan efek dari lahiran yang tidak normal seperti orang-orang kebanyakan. Bukan karena rasa sakitnya, tetapi ia memikirkan omongan orang lain yang masih beranggapan bahwa melahirkan dengan cara tidak melalui jalan bayi adalah sebuah kesalahan. Bahkan, bisa dianggap seolah sebagai aib.Â
Sakit fisik mungkin nggak seberapa, tetapi sakit hatinya akibat komentar julid itu yang ngeri. Efeknya bisa macam-macam. Mending kalau psikis nggak kena, kalau sampai mengarah pada baby blues juga. Kan, ngeri. Sasha membatin sambil menahan rasa sakit akibat cairan induksi yang mulai bereaksi.Â
Arjuna yang melihat kesakitan tergambar pada raut muka Sasha begitu gelisah. Ia sampai tidak kuat ketika harus mendampingi proses demi proses tersebut.Â
"Sabar ya, Sayang! Mas yakin kamu kuat," bisik Arjuna tepat di sisi telinga Sasha.Â
Sasha mencengkeram tangan Arjuna kuat. Rasa sakit itu perlahan menyerang lebih dahsyat.Â
"Gimana kalau ternyata Allah lebih sayang sama aku, Mas?" tanya Sasha seraya menahan nyeri.Â
Arjuna menggeleng pelan.Â