Mohon tunggu...
Lateefa Noor
Lateefa Noor Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis amatir yang selalu haus ilmu.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Sebuah Ironi: Ketika Tenaga Pendidik Menjadi Joki Skripsi

24 Agustus 2023   16:13 Diperbarui: 24 Agustus 2023   16:19 355
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Skripsi merupakan suatu karya ilmiah yang menjadi tanggung jawab mahasiswa untuk memaparkan hasil penelitian sesuai dengan kaidah dan tata aturan tertentu. Itu bahasa sederhananya. Dalam hal ini, mahasiswa dituntut untuk menganalisis dan memahami data-data hasil riset yang telah dilakukan sebagai syarat kelulusan.

Sayangnya, entah terlalu menyukai hal-hal instan atau memang tidak berniat untuk berpikir keras, ada beberapa oknum yang rela membayar sejumlah uang untuk memuluskan agenda lulusnya itu.

Ada-ada saja. Maunya kuliah cepat rampung tetapi besar kepala dengan hasil karbitan.

Akan tetapi, kelakuan-kelakuan unik mahasiswa model begitu tidak dapat seratus persen disalahkan. Sebab, hal itu sejalan dengan banyaknya tenaga pendidik yang juga terlibat dalam praktik tersebut; yakni menjadi joki skripsi.

Itulah sebabnya, tulisan ini tercipta karena berawal dari keresahan mengenai maraknya praktik joki skripsi. Terutama, yang dilakukan oleh oknum tenaga pendidik yang kian hari kian merajalela.

Kalau dibilang miris, tentu saja. La wong orang-orang terdidik tersebut seharusnya menjadi panutan malah menyesatkan. Yang sepatutnya memberi contoh bagaimana membuat karya tulis yang baik malah menyuguhkan jalan pintas untuk dilakukan.

Bahkan, tak jarang didapati Kang Joki Skripsi ini dengan bangga menyebar brosur sebagai tanda kalau dirinya membuka jasa pembuatan skripsi lengkap dengan nomor kontaknya. Untung saja, tidak ada orang yang iseng menerornya. Kalau sampai itu terjadi, bakalan lucu sekali. 

Yang membuat tidak habis pikir lagi adalah bahwa rasa bersalah Si Joki Skripsi tidak ada. Dengan percaya diri ia menyebut kalau dirinya sang penyelamat kala ide mahasiswa sekarat. Makin remuk saja. Kebobrokan dipamerkan begitu saja. Lah, iya, to? Suatu hal yang keliru, kok, digembor-gemborkan. Apa tidak malu, ya?

Memangnya, masih punya rasa malu?

Loh? Nggak, ding.

Ah, iya. Dari pada penjelasannya makin melebar, mari mengulik satu per satu alasannya. Setidaknya, untuk menemukan benang merah yang ada. Selain itu, agar tidak terlalu berburuk sangka. Sebab, kalau diteliti lebih dalam. Perkara perjokian ini tidak akan terjadi kalau tidak saling menguntungkan, bukan?

Faktor Finansial

Membuka jasa joki skripsi memang bisa dibilang sebuah pekerjaan yang menjanjikan. Bagaimana tidak? Kalau dari hasil pembuatan satu skripsi bisa mendapatkan laba bersih tiga juta rupiah, itu sudah banyak sekali. Apa lagi, jika dikalikan sepuluh. Totalnya bisa tiga puluh juta. Sungguh angka yang fantastis.

Pengerjaan bisa dilakukan selama tiga bulan. Sehingga, kalau dihitung rata-rata, satu bulan bisa memperoleh nominal sekitar dua digit jika sepuluh skripsi saja yang dikerjakan. Lebih besar dari gaji di lembaga pendidikan sewaktu mengajar. Itu bisa jadi yang mendasari tenaga pendidik nyambi sebagai tukang joki skripsi.

Dari sini, tertarik mencari lowongan kerja menjadi joki skripsi juga, nggak? Dari segi finansial sangat menggiurkan, loh.

Eits, tunggu dulu!

Nilai sebesar itu khusus untuk joki utamanya. Kalau, masuk pada taraf orang kedua, biasanya sudah ada potongan kurang lebih sepuluh sampai lima belas persen. Kayak buat pajak jadian gitu. Eh, bukan. Maksudnya, biaya ucapan terima kasih karena sudah diberikan jalan.

Itu adalah gambaran keuntungan yang didapat dari seorang kenalan yang menjadi tenaga pendidik sekaligus merangkap sebagai joki.

Kalau ditegur, biasanya akan bilang,"Zaman sekarang nggak usah sok idealis, deh! Terlalu lurus gitu nggak bikin perut kenyang."

Nah, loh? Sak karepmu, Bro!

Ada Pelanggan

Jasa pembuatan skripsi tidak bakal eksis lagi kalau sang pelanggan tidak datang menghampiri. Bahkan, ladang cuan si joki bisa-bisa akan mati. Namun, tidak mungkin. Para joki ini sangat mahir mencari peluang.

Dengan memanfaatkan kemampuan sebagai negosiator ulung, Kang Joki bisa dengan mudah menjerat klien. Tentu saja, dibarengi dengan iming-iming yang menjanjikan bahwa skripsi yang dibuat akan lebih cepat selesai, bebas dari plagiat, dan harga terjangkau.

Karakter manusia yang mudah sekali tergoda dengan sesuatu hal yang berbau instan dan jauh dari keribetan seakan-akan menemukan titik terang. Tanpa pikir panjang, ia akan menggunakan kesempatan untuk menembus batasan.

Seolah-olah, dalam hatinya berpikir, "Aku akan melakukan segala cara agar cepat lulus kuliah!"

Makin ngawur. Makin ngelantur.

Dari alasan dua poin diatas dapat disimpulkan bahwa keduanya---baik itu si joki dan pelanggan, saling membutuhkan. Satunya butuh menambah asupan finansial, satunya lagi butuh cara cepat untuk terlepas dari studi.

Pembahasan mengenai joki skripsi ini memang sudah menjadi rahasia umum, saking masifnya pergerakan yang dijalankan segelintir oknum. Bahkan, saat membuka kanal Youtube dan mengetikkan kata 'Joki Skripsi', akan muncul beberapa pembahasan. Ada pula pengakuan-pengakuan dari Sang Joki yang berseliweran.

Sungguh ironi, bukan?

Sebenarnya, adakah solusi untuk meminimalisir praktik perjokian ini?

Ada. Namun, tentunya bukan untuk orang-orang yang cara berpikirnya tidak beraturan dan maunya yang serba instan.

Eh. Semua boleh ikutan. Sungguh. Tujuannya adalah agar mata dan hatinya terbuka lebar dan bisa kembali ke jalan yang benar. Haha.

Sebentuk Solusi

Pertama, solusi ini spesial untuk para joki skripsi. Alih-alih melanggengkan praktik sesatnya itu, waktu berharganya itu sebaiknya dipakai untuk membuka kelas-kelas kepenulisan. Kalau mau tetap menjadi lahan bisnis, bisa tetap dikomersilkan.

Misalnya, satu kelas menulis artikel atau karya ilmiah lainnya. Kegiatan positif itu bisa dipatok dengan harga yang masuk akal.

Contoh kasarnya, dengan harga lima puluh ribu per kepala dikali seratus orang yang ikutan, bisa memperoleh omset sebesar lima juta rupiah. Memang lebih besar ketika menjabat sebagai profesi joki, tetapi bayangkan kalau kelas itu berlangsung berulang-ulang, tentu saja tak kalah menguntungkan, bukan?

Selain ilmunya bermanfaat, bisa mendapatkan bonus segepok nominal yang nggak bakal bikin hidup melarat. Kalau kemerosotan dari segi materi yang ditakutkan, sih.

Kedua, solusi untuk pelanggan, dalam kasus ini adalah mahasiswa. Dari pada menyelesaikan skripsi dari hasil membeli jasa, mending duitnya digunakan untuk mengasah skill dengan mengikuti kelas menulis yang berkaitan dengan karya tulis ilmiah. Sebab, investasi isi kepala itu lebih banyak gunanya, salah satunya yaitu agar cara pandang tidak dangkal. Sehingga, ketika mengerjakan skripsi tidak perlu joki lagi.

Takutnya, kalau otaknya jarang dipakai malah bisa menyebabkan tumpul. Serem banget, kan?

Maraknya praktik joki ini seharusnya menjadi momentum berbenah bagi semua kalangan karena sudah mendapatkan tamparan bertubi-tubi. Dari pihak kampus sebaiknya berbenah agar tidak kecolongan. Kemudian, pihak mahasiswa pun harus lebih mawas diri, belajar lebih giat lagi agar tidak melulu mengandalkan copy-paste.

Sadari bahwa menulis itu seru. Melakukan riset juga tidak kalah seru. Sehingga, antara mahasiswa dan tenaga pendidik bisa saling bersinergi untuk menumbuhkan kesadaran diri akan pentingnya nilai kejujuran dan mandiri dalam belajar. Disamping itu, agar tujuan pendidikan untuk mencerdaskan anak bangsa bukan sebatas slogan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun