Demi sang buah hati, aku tidak menyerah. Setiap saat ASI kuperah. Katanya, makin sering dipompa akan makin bagus produksinya. Meski hanya satu mililiter per hari pun tak mengapa. Asal ASI tetap masuk ke tubuh sang anak setiap harinya.
"A mililiter a day is enough."
Aku selalu meyakinkan diriku demikian. Agar rasa percaya diriku tidak tumbang.Â
"Mungkin putingnya tidak bagus itu. Pakai saja alat bantu!"
Ada yang bilang seperti itu. Rasa sakit di hati begitu menancap. Label 'tak sempurna' pun kembali hinggap. Namun, aku tetap melakukan sesuai anjuran itu.Â
Nipple shield telah dibeli. Namun, tak ada perkembangan yang pasti. Aku meraung sejadi-jadinya.
Aku gagal. Aku bukan ibu yang sempurna.
Ucapan itu tak henti menggema.
Kuambil pemompa ASI. Kuperas air susunya meski sudah tak ada isi. Rasanya ngilu, mungkin karena aku begitu memaksa. Suamiku pun langsung panik saat melihat kesakitanku. Ia bermaksud menenangkan, tetapi aku salah mengartikan.Â
"Sudah, loh. Emang cuma segitu, mau gimana lagi? Mau dipaksa juga nggak bisa. Jadinya malah nyiksa."
Saat itu, aku marah. Aku merasa terhina. Aku yang lemah menjadi makin terluka. Bagiku, semua orang sama, tak ada satu pun yang membela.