Sudah setengah jalan.
Sumayyah bisa merasakan krikil kecil menusuk-nusuk telapak tangannya tapi ia tak bergeming. Ia terlalu tegang untuk mengira-ngira dimana saja ranjau pernah diletakkan.
Dengan ketekunan dan gerak tanpa suara, ia berhasil mencapai reruntuhan. Secepat kilat ia berlari ke arah bilik yang ia tuju. Sesampainya di bilik, ia berlari ke arah batu besar.
Dengan tangan kurusnya, ia dorong batu besar itu karena tepat di bawah batu, ada benda penting yang bisa membuat kaumnya menang.
"Untuk apa ini?" Sumayyah menimang-nimang pager lusuh berwarna hitam.
"berjaga-jaga, kalau nanti kita ketahuan,"
"Hm. Kau tau kan aku ini perawat?"
"lantas?"
"Aku tak mau melanggar sumpahku dengan memegang benda itu," ia menunjuk pistol kecil yang digenggam adiknya.
"kau tak perlu memegangnya, ini kusiapkan untukku."
"lalu kenapa kau menunjukan ini semua?"