Mohon tunggu...
Nurlaely  Iza
Nurlaely Iza Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Analisis Novel "Sabtu Bersama Bapak"

26 Februari 2018   10:11 Diperbarui: 26 Februari 2018   10:39 13454
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

"Karlslunde, Sabtu pagi. Setelah tujuh jam perjalanan helicopter dan tiga jam perjalanan taksi, Satya mulai melewati daerah perumahan. Semua rumah berderet dengan bata merah. Apik, rapi, dan teratur. Ada jalan raya, jalur untuk pedestrian, dan jalur untuk sepeda." (halaman 71)

"Dia melirik jendela. Badai itu semakin gelap. Dia menelepon rumah kembali. Nada sambung. Rissa, istrinya, 32 tahun, mengangkat telepon.

"Kamu ngomong apa sama Ryan? Kok sampek nangis kejer gitu?"

"Come on Ris, dia itu udah gede! Tadi saya tanya-tanya soal Matematika. Dia gak bisa! Ngapain aja dia di sana?" Suara suami Rissa itu kembali meninggi.

 Dia mendengar Rissa menarik napas dalam-dalam.

"Kamu jangan marah-marah dong, Kang."

"GIMANA GAK MARAH!??? Waktu saya sebesar dia saya udah bisa kerjakan apa yang saya tanya! GIMANA SIH KAMU DIDIK ANAK-ANAK KITA?"

"DIA BUKAN KAMU!" Rissa meledak "DAN SAYA JUGA BUKAN KAMU!"..." (halaman 24-25)

Dari kutipan-kutipan di atas, tergambar latar waktu, tempat, suasana, dan sosial yang muncul dalam kisah hidup keluarga Garnida ini. Dalam kisah selanjutnya, Satya mengalami perubahan sikap setelah sang istri menegurnya melalui surat elektronik yang dikirimkan kepadanya. Satya yang semula mudah terpancing dan naik daun, kemudian berubah menjadi lebih sabar dan menahan emosinya agar tidak menanjak.

"Telapak kaki lecet karena lego? Satya berusaha diam kali ini. Mainan mobil pecah karena terinjak? Diam. Biarkan. Boneka singa dengan kepala gundul? Biarkan. Meja kecil dengan tumpukan origami? Biarkan. Biasanya Satya memberikan disiplin yang tinggi. Semua itu tidak boleh ada. Kali ini dia tidak ingin marah karena hal-hal tersebut. Dia belajar menjadi bapak yang lebih baik." (halaman 75)

Alur yang disajikan cukup sederhana, sedikit maju-mundur. Terkadang hanya sekilas bayangan tentang masa lalu yang tertulis. Di beberapa bagian, Ibu Itje mengenang sang suami, atau Satya dan Cakra menceritakan kembali apa yang bapaknya katakan di video. Hal itulah yang membuat pembaca berimajinasi lebih bebas. Dalam Film Sabtu Bersama Bapak sendiri, alur mundur juga muncul ketika menceritakan pesan sang bapak yang ada dalam video. Selain itu, Ibu Itje juga beberapa kali mengingat kembali akan janji sang suami, dalam filmnya. Alur tersebut bisa kita lihat pada kutipan-kutipan berikut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun