Sate maranggi yang dijual di warung Sate Haji Yetty ini dipatok dengan harga Rp. 5.000 per tusuknya dan Rp. 50.000 untuk satu porsi berisi 10 tusuk sate.
Sudah berdiri selama 37 tahun, warung sate Haji Yetty ini selalu ramai pembeli. Meskipun pada saat pandemi covid-19 sempat terganggu dan berkurangnya pelanggan, namun kini sate maranggi Haji Yetty sudah ramai kembali. Hampir setiap saat pembeli selalu berdatangan.
Pada hari-hari biasa, warung sate ini dapat menjual hingga 5 kuintal daging, sementara pada saat hari besar seperti lebaran, warung sate Haji Yetty ini dapat menjual hingga sebanyak 2 ton daging .
Sejarah Sate Maranggi
Ternyata asal usul sate maranggi ini memiliki kisah yang berbeda-beda. Kisah yang pertama menyebutkan bahwa sate maranggi merupakan hasil dari percampuran budaya Indoensia dan budaya Tiongkok.Â
Menurut Haryo Pramoe, sate maranggi dibawa oleh pedagang Cina yang singgah di Jawa Barat. Pada awalnya, sate maranggi dibuat dengan dengan daging babi, namun setelah agama Islam masuk ke Indonesia bahan dasar sate maranggi itu diganti dengan daging sapi. kisah ini diperkuat dengan adanya kesamaan bumbu rempah sate maranggi dengan bumbu yang digunakan pada dendeng babi yang ada Cina.
Sedangkan, kisah yang kedua menyebutkan bahwa sate maranggi asli berasal dari Indonesia. Menurut Dedi Mulyadi, mantan Bupati Purwakarta dan seorang Budayawan Sunda, menyatakan bahwa nama 'Maranggi' ini didapat dari nama salah satu penjual sate maranggi pada jaman dahulu yang kerap dipanggil Mak Ranggi. Karena rasanya yang enak, popularitas sate maranggi pada saat itu pun terus menyebar. "Sate Mak Ranggi" kemudian lama-lama berubah menjadi "Sate Maranggi".
Dan kisah yang ketiga menyebutkan bahwa sate maranggi adalah hasil kreasi dari pada pekerja peternakan domba yang ada di Kecamatan Plered. Para pekerja di peternakan ini biasanya hanya akan mendapat daging sisa dari tempat mereka bekerja.
Para pekerja ini pun berusaha agar daging domba sis aini dapat dinikmati dengan cara yang lezat. Sehingga mereka memotong daging domba dalam potongan kecil-kecil, lalu merendamnya dalam racikan rempah. Cara pembuatan sate inilah yang kemudian melahirkan sate maranggi.