Sate maranggi merupakan salah satu makanan khas tanah Sunda yang berasal dari  Purwakarta, Jawa Barat. Olahan sate menjadi salah satu kuliner favorit hampir diseluruh dunia.Â
Di Indonesia sendiri, sate memiliki beragam macam variasi sajian. Dari sekian banyaknya jenis sate yang ada di Indonesia, sate maranggi merupakan salah satu jenis sate yang paling populer.
Bahkan popularitas sate maranggi ini sampai hingga ke mancanegara. Pada tahun 2012 lalu, sate maranggi terpilih menjadi salah satu makanan terenak menurut Kemenparekraf.Â
Selain itu, CNN juga memilih sate maranggi menjadi satu dari delapan jajanan kaki lima paling favorit. Hal ini membuktikan bahwa kelezatan dan kenikmatan sate maranggi ini memang cocok dengan lidah dan selera siapa saja.
Makanan yang memiliki cita rasa gurih, pedas, manis, serta aroma rempah yang cukup kuat ini menjadi salah satu daya tarik utama bagi wisatawan yang berkunjung ke Purwakarta.
Salah satu warung sate yang cukup terkenal adalah warung Sate Maranggi Haji Yetty. Warung sate Haji Yetty ini berlokasi di Cibungur, Purwakarta yang sudah berdiri sejak tahun 1985.Â
Memiliki lokasi yang cukup strategis dekat dengan gerbang tol Cikampek membuat banyak pengunjung yang datang tidak hanya dari dalam kota purwakarta saja, melainkan banyak juga pengunjung yang berasal dari luar kota seperti Bandung dan Jakarta.
Menurut salah satu pengunjung yang sudah beberapa kali menikmati lezatnya sate Hajji Yetty ini mengatakan bahwa sate maranggi Haji Yetty memiliki cita rasa yang khas tersendiri dilidah.
"Saya sudah datang ke sini beberapa kali. Satenya enak, empuk. Bumbunya terasa dan khas banget. Tempatnya juga cocok buat makan rame-rame. Bareng pacar bisa, temen bisa, keluarga juga bisa" ujar Luthfi, salah satu pengunjung warung sate maranggi Haji Yetty.
Sate maranggi yang dijual di warung Sate Haji Yetty ini dipatok dengan harga Rp. 5.000 per tusuknya dan Rp. 50.000 untuk satu porsi berisi 10 tusuk sate.
Sudah berdiri selama 37 tahun, warung sate Haji Yetty ini selalu ramai pembeli. Meskipun pada saat pandemi covid-19 sempat terganggu dan berkurangnya pelanggan, namun kini sate maranggi Haji Yetty sudah ramai kembali. Hampir setiap saat pembeli selalu berdatangan.
Pada hari-hari biasa, warung sate ini dapat menjual hingga 5 kuintal daging, sementara pada saat hari besar seperti lebaran, warung sate Haji Yetty ini dapat menjual hingga sebanyak 2 ton daging .
Sejarah Sate Maranggi
Ternyata asal usul sate maranggi ini memiliki kisah yang berbeda-beda. Kisah yang pertama menyebutkan bahwa sate maranggi merupakan hasil dari percampuran budaya Indoensia dan budaya Tiongkok.Â
Menurut Haryo Pramoe, sate maranggi dibawa oleh pedagang Cina yang singgah di Jawa Barat. Pada awalnya, sate maranggi dibuat dengan dengan daging babi, namun setelah agama Islam masuk ke Indonesia bahan dasar sate maranggi itu diganti dengan daging sapi. kisah ini diperkuat dengan adanya kesamaan bumbu rempah sate maranggi dengan bumbu yang digunakan pada dendeng babi yang ada Cina.
Sedangkan, kisah yang kedua menyebutkan bahwa sate maranggi asli berasal dari Indonesia. Menurut Dedi Mulyadi, mantan Bupati Purwakarta dan seorang Budayawan Sunda, menyatakan bahwa nama 'Maranggi' ini didapat dari nama salah satu penjual sate maranggi pada jaman dahulu yang kerap dipanggil Mak Ranggi. Karena rasanya yang enak, popularitas sate maranggi pada saat itu pun terus menyebar. "Sate Mak Ranggi" kemudian lama-lama berubah menjadi "Sate Maranggi".
Dan kisah yang ketiga menyebutkan bahwa sate maranggi adalah hasil kreasi dari pada pekerja peternakan domba yang ada di Kecamatan Plered. Para pekerja di peternakan ini biasanya hanya akan mendapat daging sisa dari tempat mereka bekerja.
Para pekerja ini pun berusaha agar daging domba sis aini dapat dinikmati dengan cara yang lezat. Sehingga mereka memotong daging domba dalam potongan kecil-kecil, lalu merendamnya dalam racikan rempah. Cara pembuatan sate inilah yang kemudian melahirkan sate maranggi.
Variasi Sate Maranggi
Sate maranggi merupakan makanan khas dari Purwakarta. Namun, sate maranggi juga dapat dengan mudah ditemui di Cianjur dengan bentuk sajian yang sedikit berbeda.Â
Perbedaannya ada pada cara penyajiannya. Sate maranggi Purwakarta biasanya akan disajikan dengan kecap pedas dan acar, sedangkan sate maranggi Cianjur disajikan bersama sambal oncom dan ketan bakar.Â
Filosofi Sate Maranggi
Ternyata sate maranggi ini memiliki filosofinya tersendiri. Menurut beberapa sumber, setiap tusuk sate maranggi biasanya akan terdiri dari tiga potong daging. Hal ini melambangkan Tri Tangtu, yang dalam Bahasa Sunda memiliki makna tekad, ucap, dan Lampah (tindakan).
Tekad merupakan niatan yang sungguh-sungguh terhadap suatu tujuan. Sesuatu hal yang besar pasti selalu diawali oleh tekad.
Ucap kerat kaitannya dengan tekad. Tekad berasal dari pikiran, sedangkan ucapan berupakan kata-kata yang terbentuk karena adanya pemikiran didalam diri manusia.
Lampah adalah tindakan. Tekad yang diucapkan akan menjadi sia-sia apabila tanpa disertai dengan tindakan. Tekad dan ucapan yang baik akan diikuti dengan tindakan yang baik, sehingga kemudian menghasilkan sesuatu yang baik pula. Sedangkan tekad, ucapan dan tindakan yang buruk akan menghasilkan sesuatu yang buruk juga.
Tekad, ucap, dan lampah adalah cara leluhur Sunda mengingatkan bahwa ada tiga hal yang harus diperhatikan sebagai manusia, yaitu : pikiran, perkataan, dan perbuataan.
Tekad dan ucapan dapat juga diartikan sebagai doa. Tekad-ucap-lampah juga melambangkan bahwa segala tindakan yang kita lakukan harus diawali dengan doa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H