#FF
Kata orang, Januari hujan setiap hari. Betul juga. Deras air masih setia menemani bumi sejak pagi hingga malam hari. Hanya kadang-kadang saja mentari bersedia menampakkan diri.
Malam itu di sebuah rumah kecil yang hangat, dihuni oleh sepasang suami istri. Sang suami tengah meminum tehnya sambil memandangi istrinya.
Perempuan cantik itu masih duduk di hadapan sebuah laptop. Tangannya sibuk mengetik. Sesekali ia membaca apa yang ditulisnya di layar. Kemudian dia akan diam, lalu seperti berpikir sejenak, untuk kemudian mengetik lagi. Lalu dia terdiam, lalu mengetik kembali.
"Nay."
 "Hmmm."
"Belum capek?"
 "Hmmm."
"Sudah jam sepuluh."
"Tanggung, Mas"
Lelaki itu tersenyum.
"Masih lama?"
"Bentar lagi ya, Mas? Aku kesulitan mencari diksi dan mengatur alur."
"Hmmm, baiklah."
Beberapa saat tangannya mengetik kembali. Â Lalu menekan tombol backspace lagi. Kemudian ia mengulang ketik lagi. Sesekali dienter setelah hatinya berasa pas. Tapi kemudian menekan tombol kecil bertanda panah ke kiri itu lagi. Dia belum benar-benar puas.
Trerereeeet!
Suara  guntur di langit bercampur cahaya terang. Hawa dingin dari luar terasa mulai menyisip kulit.
Agaknya malam ini akan hujan lagi. Diliriknya sang suami menarik selimut dan memeluk bantal.
Ah, tanggung, batinnya. Aku belum puas dengan konklusi puisiku. Lalu ia kembali mengetik.
Langit menggelegar lagi. Kilat saling menyambar. Â Kali ini jendela terbuka dan satu sosok hitam datang. Berdiri tepat di hadapan dan langsung menarik lengannya.
"Si-siapa kau?"
"Jangan banyak tanya."
"Bagaimana bisa masuk ke sini?"
"Ayo ikut aku dan jangan bertanya lagi."
"Tunggu! Puisiku belum selesai."
"Puisimu tak berguna!"
"Jangan sembarangan meremehkan puisiku. Kau siapa?"
"Ayo, segera ikut denganku."
Perempuan itu meronta dan berteriak. Berharap suaranya bisa membangunkan sang suami. Namun lelaki itu sepertinya sudah pulas tertidur.
"Tapi puisiku bagaimana? Endingnya belum sempurna. "
"Kau bisa melanjutkannya."
"Kapan?"
"Nanti. Jika perhitungannya sudah selesai."
"Perhitungan apa? Di mana?"
"Di neraka wail."
"Apa?" Tiba-tiba perempuan itu baru sadar kalau sosok hitam itu tak
berwajah.
" Tidaaak!"
Dia pun terbangun dengan keringat memenuhi tubuh.
Dilihatnya layar di depan tempat duduknya. Lalu dipandanginya sang suami yang terbengong karena teriakannya barusan.
Ditengoknya layar di hadapannya kembali, lalu ia pun menekan tombol backspace yang tertera di keyboardnya. Sampai semua huruf yang tertera pada layar itu menghilang.
Lalu ia segera mengklik tombol shutdown untuk kemudian menyelusup masuk ke dalam pelukan suami. Â
Tamat
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H