Bisa dilihat bahwa sosok Gus Dur merupakan sosok yang menjadi paket lengkap dan termasuk harta yang dimiliki bangsa Indonesia, disamping seorang santri tradisional Gus Dur juga menguasai ilmu bidang akademik hingga tingkat internasional sehingga ilmunya memang sangat-sangat dibutuhkan oleh bangsa indosia. Meskipun Gus Dur sudah berpulang pada tahun 2009 silam, namun pikiran-pikiran dan jasa-jasanya selalu diingat dan dibicarakan hingga sampai hari ini.
Pemikiran Abdurrahman Wahid : Pribumisasi Islam
Pemikiran Abdurahman wahid tentang relasi islam dan budaya lokal bangsa dalam pribumi islam masih banyak diperbincangkan oleh berbagai kalangan hingga saat ini. Sebagian orang menanggapinya sebagai penyimpangan. sementara yang lainnya intensif menyebarluaskannya dalam berbagai media, baik lokal, nasional maupun internasional.
Gus Dur memang pribadi yang lengkap. Latar belakang Pendidikan sangat beragam, dari Pendidikan sekuler, pesantren di Indonesia hingga mengembara ke beberapa universitas di Timur Tengah. Pengalaman sebagai pimpinan Organisasi Islam terbesar Indonesia juga dilalui dalam beberapa periode pemilihan. Selama itu, ia juga bekerja sebagai peneliti pada Lembaga penelitian sosial Indonesia terkemuka. Pemikiran keagamaan dan kebudayaan semakin terwarnai setelah mendapat kesempatan sebagai Presiden Repubik Indonesia dari tahun 1999-2001.
Konsep pemikiran Gus Dur yaitu pribumisasi Islam salah satu wujudnya adalah yang disebut dengan Islam Nusantara, yakni perwujudan Islam melalui tardisi dan budaya lokal Nusantara. Kata ‘melalui’ di sini mempunyai arti, bahwa antara Islam dan tradisi lokal tidak mengalami reduksi atau perubahan. Dengan kata lain, Islam tetap pada karakternya, budaya juga tetap pada karakternya sehingga satu sama lain tidak bersifat dominatif.
Gus Dur menggagas Pribumisasi Islam karena memahami dan melihat fenomena keislaman di Indonesia yang justru mereduksi budaya dan lokalitas oleh bangsanya sendiri dengan menonjolkan diri bersama simbol-simbol lokalitas Arab secara verbal maupun fisik. Tidak hanya itu, mereka bahkan menganggap bahwa Islam itu Arab. Sehingga menolak bentuk keislaman lokal yang sesungguhnya manisfestasi universalisme Islam. Artinya, sesungguhnya lokalitas diwarnai oleh Islam, bukan sebaliknya, Islam diwarnai oleh lokalitas. Sehingga pada titik ini, pribumisasi Islam menemukan urgensinya sebagai metode dalam membentuk Islam nusantara.
Menurut Gus Dur, “proses pengenalan diri” Budaya Timur Tengah (Arabisasi) adalah mencabut budaya kita dari akarnya, apalagi arabisasi tidak selalu memenuhi kebutuhan budaya lokal tanpa meremehkannya. Dalam hal ini, Gus Dur ingin mencoba untuk melepasan paket ajaran Islam modifikasi lokal yang dibawa ke Indonesia dari unsur budaya arab, Masyarakat Indonesia yang santun dan ramah juga menjadi salah satu cirinya karakteristik yang bisa menjadi modal utama dari konsep toleransi yang saat ini cenderung semakin “berdengung” namun inti dari pribuminisasi Islam adalah tidak perlu menghindari polarisasi agama dengan budaya, karena polarisasi agama akan terus terjadi tanpa tidak bisa dihindari.
Manisfestasi kehidupan Islam melalui tradisi dan budaya lokal itulah konsep kenusantaraan Gus Dur dalam mewujudkan Islam yang khas nusantara. Tentu pemikiran Gus Dur ini tidak jauh dari pemahaman Islam para Wali Songo yang menggunakan tradisi dan budaya lokal sebagai instrumen penyebaran agama Islam saat itu. Wali Songo, begitu pula Gus Dur, sangat menyadari bahwa agama tidak bisa tumbuh jika tidak ada media tanam. Seperti halnya tumbuhan tidak memiliki media tanam yaitu tanah. Oleh karena itu, pribumisasi Islam menurut Gus Dur dapat dikatakan mengembangkan tradisi, budaya, maupun seni lokal untuk menginternalisasi nilai-nilai Islam ke dalam masyarakat nusantara. Sehingga nusantara dapat dijadikan sebagai media aktualisasi Islam.
Agama serta budaya bagaikan dua sisi mata uang yang tidak mampu dipisahkan. Islam bersumberkan wahyu yang berciri normatif, maka cenderung menjadi permanen. Sedangkan budaya merupakan ciptaan manusia, oleh sebab itu perkembangannya mengikuti zaman serta cenderung untuk selalu berubah.
Pribumisasi Gus Dur mendorong muslim mayoritas di Indonesia untuk terbuka terhadap keberagaman yang ada. Penghargaan terhadap pluralitas itu bisa memunculkan sikap toleran, demokratis, dan keadilan. Dengan demikian kehidupan bangsa yang damai bisa terwujud tanpa ada konflik berkelanjutan yang sering melanda bangsa ini.
Pribumisasi juga merupakan usaha dakwah dalam model amar ma’ruf nahi mungkar selaras dengan ide mabadi khoiru ummah. Pelaksanaannya yakni menasionalisasikan nilai Islam tanpa kesenjangan antara kepentingan bangsa dan agama. Islam seperti semua agama lain di Indonesia diaktualisasikan dalam bermasyarakat serta kenegaraan. Yang dibutuhkan umat Islam Indonesia yakni menyatukan aspirasi agama dan bangsa.