Dokter yang menanganiku masuk untuk patient visit. Dokter itu bilang aku harus menjalani serangkaian pemeriksaan karena di curigai ada masalah serius di pencernaanku. Ternyata memang benar, kebiasaanku makan-makanan pedas membuat usus buntuku meradang. Dokter bilang aku harus di operasi. Aku pun menyetujuinya karena operasi usus buntu bukanlah operasi yang beresiko tinggi.
Tiba hari dimana aku menjalani operasi. Raut-raut kecemasan terlihat dari Rey dan Rianti yang setia mendampingiku selama pengobatan berlangsung. Di dalam ruang operasi aku berdoa supaya semua berjalan lancar.
"Rey, ini sudah dua jam dan operasinya belum selesai. Perasaan waktu gue usus buntu operasinya cuma sekitar 30 menit." Rianti mulai gelisah.
"Udah lu tenang aja Ri! Dokter pasti melakukan yang terbaik buat Puteri." Ucap Rey menenagkan.
Dokter keluar dari kamar operasi. Rey dan Rianti langsu memburunya dengan bertanya bagaimana keadaanku. Dokter bilang operasinya berjalan lancar. Dia bilang aku akan siuman setelah satu jam.
Satu jam kemudian, aku tak juga sadarkan diri. Kepanikan mulai mendera Rianti dan Rey. Mereka menunggu sampai satu jam lagi dan aku tak juga bangun dari tidurku. Dan ini menjadi tidur terpanjangku. Aku benar-benar menjadi puteri tidur.
Dalam tidur panjangku aku bermimpi ada seorang pria baik yang selalu menyambutku saat aku membuka mata di pagi hari dan orang yang selalu mengucapkan selamat tidur sebelum aku terpejam lagi. Wajahnya samar-samar. Tapi aku bahagia.
***
Tuhan masih menyayangiku. Hari ini genap 30 hari aku tertidur. Atas izin-Nya aku pun bangun dari tidur panjangku. Orang pertama yang aku lihat adalah Rey. Sejak awal selalu dia yang kulihat pertama kali. "Rey.." aku memanggilnya dengan suara lirih.
"Put, lu udah sadar put? Lu sembuh... Alhamdulillah" rona bahagia jelas terlihat dari wajahnya. Matanya pun berkaca-kaca saat mengetahui aku sudah kembali dari mimpi panjangku.
Aku merasakan ada yang aneh. Aku tidak merasakan apapun di kakiku. Rasanya kebas. "Rey, kaki aku kenapa nggak berasa ya?"