Mohon tunggu...
nur isnaini rizki 1894
nur isnaini rizki 1894 Mohon Tunggu... -

gadis yang sedikit bicara banyak berkhayal suka sekali berteriak besama tulisannya

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Puteri Tidur

4 Maret 2014   03:48 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:16 58
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Malam harinya Vano datang ke rumahku meminta maaf dan berusaha menjelaskan yang sedang terjadi. Klasik sekali.

"Puteri, please dengerin aku dulu! Aku bisa jelasin semuanya" Vano berteriak di depan pintu rumahku dan tak henti mengetuknya. Aku acuh dan tetap bertahan di balik selimutku yang nyaman. Aku lelah menangis sejak sore tadi, aku hanya ingin tidur dan berharap saat bangun nanti semua yang terjadi hari ini hanya mimpi semata.

Aku terbangun dan melihat pantulan diriku di cermin dengan mata yang masih sembab. Rianti shabatku masuk ke kamarku membawakan semangkuk bubur. "Put, kamu semaleman belum makan loh. Nih aku bikinin bubur, dimakan ya!"

Aku hanya mengangguk, setelah menaruh mangkuk itu di meja Rianti pun pergi ke kantor sementara aku izin untuk istirahat seharian. "Ternyata ini semua kenyataan, Vano berkhianat dan aku menangis semalaman karenanya" aku membatin sambil mengaduk-aduk bubur buatan Rianti. Tak lama terdengar ada yang mengetuk pintu rumahku, dari suar  orang itu aku tahu siapa yang datang.

Vano datang dengan seikat bunga dan masih dngan senyumnya yang tanpa dosa. "Selamat pagi tuan puteri.. muka kamu kenapa pucat begitu? Kamu sakit ya?"

"Tak perlu basa-basi, selesaikan saja yang harus di selesaikan." Kami duduk di bangku teras depan rumahku dan membicarakan apa yang ingin aku bicarakan.

"Dalam suatu hubungan yang aku tahu cuma ada dua orang. Aku dan kamu. Jika ada dia maka ini bukan lagi cinta. Sakit sekali rasanya menyadari bahwa bukan cuma aku alasan kamu tertawa. Sesak rasanya mengetahui dia juga menerima cincin darimu. Aku mau mengakhiri semuanya hari ini. Kita putus. Aku sudah memaafkanmu dan kau bisa pergi sekarang."

Aku tak memberi Vano kesempatan sedikitpun untuk bicara. Semua sudah jelas karena aku melihat dan mendengarnya sendiri bukan kata orang. Aku memang mencintainya, tapi cinta tak pernah menyakitkan seperti ini.

***

"Woi! Bangun,, tudur mulu! Kerja! Kerja!"

Seperti biasa Rey membangunkanku dengan menggebrak meja kerjaku. Orang-orang disini sudah paham jika aku sering ketiduran saat jam kerja. Bahkan mereka punya panggilan untukku 'puteri tidur'. Aku seperti itu bukan karena aku malas, aku hanya lelah setelah lembur semalam. Aku sering melakukannya agar bisa libur di hari Sabtu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun