Segala bentuk kegiatan ekonomi dilakukan oleh masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Salah satu bentuk kegiatan nya adalah utang-piutang. Utang adalah uang yang dipinjam dari orang lain. Piutang adalah uang yang dipinjamkan. Karena utang adalah pinjaman maka pengembaliannya bersifat wajib dengan jangka waktu yang telan disepakati.
Utang piutang merupakan contoh muamalah yang diperbolehkan dalam islam, pada dasarnya hukum utang piutang adalah sunnah, tetapi bisa berubah menjadi wajib apabila orang yang berutang sangat membutuhkannya, sehingga hutang piutang sering diidentikan dengan tolong menolong. Hal ini sebagaimana Firman Allah SWT dalam Q.S Al-Maidah Ayat 2, yang artinya
“ Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan “
Pada kenyataannya, tidak sedikit orang yang berutang tidak mampu memenuhi kesepakatan yang telah dibuat.
Islam sebagai rahmatan lil alamin, memberikan beberapa solusi terkait permasalahan tersebut. Terdapat toleransi dan kemurahan bagi orang yang berhutang dapat mengalihkan hutangnya kepada pihak lain. Hal tersebut dalam muamalah disebut dengan hiwalah.
Hiwalah adalah pemindahan hak atau kewajiban yang dilakukan seseorang (pihak pertama) kepada pihak kedua untuk menuntut pembayaran hutang dari atau membayar hutang kepada pihak ketiga, karena pihak ketiga berhutang kepada pihak pertama dan pihak pertama berhutang kepada pihak kedua. Muhil adalah orang yang berhutang, muhal adalah orang yang memberi hutang, muhal alaih adalah orang yang nantinya akan membayar utang tersebut(Sabiq, 1995), Sementara muhal alaih adalah hak/hutang yang berpindah antar tanggungan, dan sighoh adalah ijab dan qobul dalam aqad.
Dasar Hukum Hiwalah
Dasar hukum hiwalah berpedoman pada Al-quran dan hadist. Berdasarkan Q.S. Al-Baqarah [2]: 282 mengatakan bahwa Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar.
Sementar dasar hukum hiwalah dari hadist yaitu "Menunda-nunda pembayaran hutang yang dilakukan oleh orang mampu adalah suatu kezaliman. Maka, jika seseorang di antara kamu dialihkan hak penagihan piutangnya (dihiwalahkan) kepada pihak yang mampu (terimalah) (HR. Bukhari).
Para ulama sepakat membolehkan
hiwalah. Hiwalah dibolehkan
pada hutang yang tidak berbentuk barang / benda, karena hawalah adalah perpindahan utang, oleh sebab itu harus pada utang atau kewajiban finansial.
Syarat-syarat Hiwalah
Syarat yang harus dipenuhi untuk terjadinya pemindahan hutang dari pihak penghutang kepada pihak ketiga adalah sebagai berikut:
1. Kerelaan dari Muhil (orang yang berhutang), karena kerelaan dari seorang muhil merupakan syarat terjadinya kontrak hawalah.
2. Adanya persetujuan dari pemberi hutang atau Muhtal yang haknya dialihkan kepada orang lain.
3. Keberadaan hutang tetap di dalam jaminan atau dijamin pelunasannya.
4. Adanya kesepakatan antara orang yang menanggung hutang (Muhal alaih) dengan orang yang mengalihkan hutang (Muhil).
Macam-macam hiwalah
Mazhab Hanafi membagi hiwalah dalam beberapa bagian. Ditinjau dari segi objek akad, maka hiwalah dapat dibagi dua.
1) hiwalah al-haqq (pemindahan hak)
hiwalah al-haqq (pemindahan hak) yaitu, apabila yang dipindahkan merupakan hak menuntut utang.
2) hiwalah ad-dain (pemindahan utang)
hiwalah ad-dain (pemindahan utang) yaitu, apabila yang
dipindahkan itu kewajiban untuk membayar utang.
Ditinjau dari sisi lain, hiwalah terbagi dua:
1) Hiwalah al-muqayyadah
Hiwalah al-muqayyadah (pemindahan bersyarat),yaitu pemindahan sebagai ganti dari pembayaran utang pihak pertama kepada pihak kedua.
2) Hiwalah al-muthlaqah (pemindahan mutlak).
Hiwalah al-muthlaqah yaitu pemindahan utang yang tidak
ditegaskan sebagai ganti rugi dari pembayaran utang pihak pertama
kepada pihak kedua.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H