"Halah percuma tanya, uangnya sudah habis," cetus Mas Adli yang tiba-tiba ada di antara kami berdua. Saya tak menyadari kedatangannya karena terpesona dengan catatan keuangan Mbak Marni. Seandainya bisa sedisiplin itu, tidak bakalan uang bulanan saya tekor.
Mbak Marni tertawa renyah, menghampiri suaminya sambil menyodorkan buku catalan keuangannya. Mas Adli melirik sekilas sebelum menjatuhkan dirinya di sofa.
"Mbakyumu ini pandai sekali menghabiskan uang" keluhnya. Pandangannya tertuju kepada saya.
"Walah Mangan baper to Mas. Menghabiskan uang suami itu kewajiban istri," kata Mbak Marni santai.
Beneran?
"Yul, apa kamu tahu kewajban istri?" Mas Adli balik bertanya kepada saya.
Mereka ini sedang bertengkar atau apa ya?
"Kewajiban istri, cuma satu Dek Yul. Taat kepada suami." Mbak Marni yang menjawab.
"Nanti suatu saat, gak lama lagi kalau kamu jadi istri, kamu juga bakalan pintar kayak Mbakyumu itu, Yul." Â tukas Mas Adli.
"Waduh  Masmu itu memang top markotop, Dek. Bisa mendidik istri sampai sepintar ini. Alhamdulillah, Mbak sangat bersyukur mendapatkan suami seperti Masmu itu. "  Suara Mbak Marni dikeraskan, sengaja supaya suaminya yang tengah melek merem di sofa itu mendengar.
Saya jadi terkikik geli melihat tingkah keduanya. MasyaAllah, kagum saya melihatnya. Sudah lebih dari dua puluh tahun mereka bersama, tetap mesra meski tanpa kehadiran anak.