Mohon tunggu...
Nurifah Hariani
Nurifah Hariani Mohon Tunggu... Guru - Guru yang suka membaca dan senang berkhayal

Guru di sebuah sekolah swata di kota Malang, sedang belajar menulis untuk mengeluarkan isi kepala, uneg-uneg juga khayalan

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Krustasea Brachyura

17 Januari 2025   11:21 Diperbarui: 17 Januari 2025   11:21 30
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Alhamdulillah

Kehalalan kepiting tidak lantas membuat saya bisa makan kepiting, mengulang kenangan puluhan tahun silam. Tahu sendiri kan harga kepiting itu sangat sangat mahallll. Pernah sih beli di Pak Mlijo, kepiting kecil-kecil yang saya masak dengan bumbu kare. Enak? Iyalah kaldunya bisa untuk sekadar tombo kangen tapi suami protes karena mulutnya jadi sakit. La capek mbukaki cangkang ternyata dagingnya gak terasa. Mek sak-upil.

Setiap melihat tayangan kepiting di TV saya bisanya "ngelek idu", kepingin sangat. Bila lewat depan warung kepiting saya jadi diam-diam berdoa semoga Allah menggerakkan hati siapa pun yang mau berbaik hati mengirim makanan dewa itu kepada saya.

Alhamdulillah setelah sekian lama doa itu terkabul juga, ketika saya sudah melupakannya. Kelamaan sih... Astaghfirullah.

Ceritanya adik ipar saya kerja di toko sepatu yang ada di sebelahnya warung kepiting. Saya iseng tanya berapa harga sepatunya? Mahal ternyata sama seperti harga kepiting di sebelahnya itu. Gak nyambung ya, tapi tahulah maksudnya.

Ternyata adik ipar saya yang gendut dan tiba-tiba kelihatan ganteng itu kenal baik dengan pemilik warung itu sampai-sampai dia mendapatkan privilege untuk mendapatkan masakan kepiting gratis. Sekali lagi GRATIS.

Di suatu malam yang cerah dimana awan berarak mesra mengiringi bulan yang tersenyum ceria, adik ipar saya itu mengantar sebungkus masakan kepiting lengkap dengan saos dan kertas alasnya.

"Begini Mbak cara makannya," katanya sambil menggelar keras bungkus yang ukurannya sebesar meja majan di atas karpet. Saya, suami, keponakan dan cucu duduk manis mengelilinginya.

Setelah kertas digelar, ia mengeluarkan bungkusan lalu ditumpahkan pas ditengah-tengahnya. Hmmm aroma sedap langsung menyeruak hidung. Mata saya berkejap-kerjap melihatnya. Terlihat ada beberapa capit dan cangkang berwarna merah, beberapa kerang cangkang hijau, brokoli hijau, jagung manis, dan irisan wortel sebesar jari telunjuk yang tersiram saos berwarna coklat muda kental. Aromanya sungguh membuat saliva berdesakan menuruni tangga bibir sementara ada yang berkonser dangdut di dalam perut. Saya laparrrrr ....

"Nasinya mana?" tanya cucu.

Weladalah sama ya kita, belum berasa makan kalau tanpa nasi,

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun