Mohon tunggu...
Nurifah Hariani
Nurifah Hariani Mohon Tunggu... Guru - Guru yang suka membaca dan senang berkhayal

Guru di sebuah sekolah swata di kota Malang, sedang belajar menulis untuk mengeluarkan isi kepala, uneg-uneg juga khayalan

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Krustasea Brachyura

17 Januari 2025   11:21 Diperbarui: 17 Januari 2025   11:21 30
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kepiting/copyright shutterstock

Jangan menyerah jika doa-doamu belum terjawab

Jika kau mampu bersabar

Allah bisa memberikan lebih dari yang kau minta

Saya penyuka segala jenis makanan. Semua jenis sayuran, termasuk pare yang pahit "njethit" atau petai yang baunya aduhai. Saya pun terbiasa makan berlauk ikan. Mulai ikan tongkol, ikan bandeng, ikan asin, ikan tempe, ikan tahu, dan yang harus selalu ada adalah ikan kerupuk.(Jangan heran gnaro Ngalam terbiasa menyebut lauk teman makan nasi dengan sebutan ikan)

Prinsip saya tentang makanan tentu saja halal dan thoyibah ditambah murah meriah agar lebih menyenangkan baik di lidah maupun di kantong.

Namun dari sekian banyak itu, yang paling saya suka adalah udang. Hewan yang termasuk kelompok "Crustacea" ini rasanya gurih. Cara mengolahnya juga gampang, bisa direbus, digoreng, ditepungin, dibuat jadi bakso juga enak.

Sebenarnya saya alergi dengan udang. Setiap selesai makan udang, ada saja anggota tubuh yang gatal, terutama di tangan dan kaki. Namun rasa gurih dan lembut dari udang mengalahkan sensasi geli-geli panas itu. Tinggal garuk-garuk mesra dan minum obat solusinya.

Udang sebenarnya hasil move on saya dari sepupunya, yaitu crustacea brachyura alias kepiting. Keduanya sebangsa dan setanah air namun jelas berbeda. Sama-sama crustacea namun kepiting berkaki 10 dan berekor meski sangat pendek. Kepiting jalannya miring kalau udang berenangnya mundur (sama-sama lama nyampenya).

Seingat saya terakhir makan kepiting adalah puluhan tahun lalu ketika masih SD. Ibu membuatkan sop kepiting yang baik rasa maupun baunya masih bisa saya bayangkan sampai sekarang. Begitu berkesan karena saking enaknya. Tak terlupakan.

Perbedaan pendapat tentang kepiting yang menjadi penyebab tidak hadirnya si merah berkaki banyak itu di meja makan. Ada ulama yang berpendapat kepiting haram ada pula yang mengatakan halal.

Kepiting Halal

Bukan karena saya penggemar kepiting sehingga memilih hukum yang menghalalkan. Tapi ada beberapa alasan yang mendasarinya :

1. "Dia-lah Allah yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu." (Al-Baqarah 29)

2. "(Makanan) yang halal adalah (makanan) yang dihalalkan oleh Allah di dalam kitab-Nya dan yang haram adalah yang diharamkan di dalam kitab-Nya. Sedangkan yang tidak disebutkan (halal haramnya) di dalam kitab-Nya adalah termasuk yang dibolehkan (HR Ibnu Majah dan Tirmidzi)

3. "Laut itu suci airnya dan halal bangkai (ikan) nya" (HR Ahmad Tirmidzi dll)

4. Katak bisa hidup di darat dan air karena bernapas dengan paru-paru dan kulit.

5. Kepiting bukan amphibi seperti katak.

6. Kepiting adalah binatang air dengan alasan : - bernapas dengan insang, - berhabitat di air, - tidak pernah mengeluarkan telur di darat.

7. Kepiting hanya bernapas dengan insang. Kepiting bisa tahan hidup di darat selama 4 -- 5 hari, karena insangnya menyimpan air. Jika tidak ada air di insangnya, ia mati. Jadi kepiting tidak bisa lepas dari air.

8. Dengan penemuan ini maka 'illat hukum yang dipakai oleh para ulama zaman dulu tidak relevan lagi, hukumnya pun bisa berubah karena berubahnya alasan hukum ('illat) nya. Karena hukum itu tergantung 'illatnya, al-hukmu yaduru ma'a illatihi wujudan wa'adaman. Apabila 'illat berubah maka hukum pun bisa berubah, sesuai kaidah ( ).

9. Kehalalan kepiting dikuatkan oleh fatwa MUI pada tanggal 4 Rabi'ul Akhir 1423H atau tanggal 15 Juli 2002

Alhamdulillah

Kehalalan kepiting tidak lantas membuat saya bisa makan kepiting, mengulang kenangan puluhan tahun silam. Tahu sendiri kan harga kepiting itu sangat sangat mahallll. Pernah sih beli di Pak Mlijo, kepiting kecil-kecil yang saya masak dengan bumbu kare. Enak? Iyalah kaldunya bisa untuk sekadar tombo kangen tapi suami protes karena mulutnya jadi sakit. La capek mbukaki cangkang ternyata dagingnya gak terasa. Mek sak-upil.

Setiap melihat tayangan kepiting di TV saya bisanya "ngelek idu", kepingin sangat. Bila lewat depan warung kepiting saya jadi diam-diam berdoa semoga Allah menggerakkan hati siapa pun yang mau berbaik hati mengirim makanan dewa itu kepada saya.

Alhamdulillah setelah sekian lama doa itu terkabul juga, ketika saya sudah melupakannya. Kelamaan sih... Astaghfirullah.

Ceritanya adik ipar saya kerja di toko sepatu yang ada di sebelahnya warung kepiting. Saya iseng tanya berapa harga sepatunya? Mahal ternyata sama seperti harga kepiting di sebelahnya itu. Gak nyambung ya, tapi tahulah maksudnya.

Ternyata adik ipar saya yang gendut dan tiba-tiba kelihatan ganteng itu kenal baik dengan pemilik warung itu sampai-sampai dia mendapatkan privilege untuk mendapatkan masakan kepiting gratis. Sekali lagi GRATIS.

Di suatu malam yang cerah dimana awan berarak mesra mengiringi bulan yang tersenyum ceria, adik ipar saya itu mengantar sebungkus masakan kepiting lengkap dengan saos dan kertas alasnya.

"Begini Mbak cara makannya," katanya sambil menggelar keras bungkus yang ukurannya sebesar meja majan di atas karpet. Saya, suami, keponakan dan cucu duduk manis mengelilinginya.

Setelah kertas digelar, ia mengeluarkan bungkusan lalu ditumpahkan pas ditengah-tengahnya. Hmmm aroma sedap langsung menyeruak hidung. Mata saya berkejap-kerjap melihatnya. Terlihat ada beberapa capit dan cangkang berwarna merah, beberapa kerang cangkang hijau, brokoli hijau, jagung manis, dan irisan wortel sebesar jari telunjuk yang tersiram saos berwarna coklat muda kental. Aromanya sungguh membuat saliva berdesakan menuruni tangga bibir sementara ada yang berkonser dangdut di dalam perut. Saya laparrrrr ....

"Nasinya mana?" tanya cucu.

Weladalah sama ya kita, belum berasa makan kalau tanpa nasi,

Nasi se-magicjar ditumplek, digelar rata sambil dibolak-balik kayak membalik jemuran, biar cepet dingin. Karena tidak boleh meniup makanan panas.

"Wes gak usah jaim, gak usah ayu-ayuan, makan kepiting yo mesti cemot kabeh."

(Sudah gak usah jaim, gak usah sok cantik, makan kepiting ya selalu kotor cemong dimana-mana)

Makan kepiting itu memang paling afdhol pake tangan dan pake alas yang besar agar tidak menghalangi kebebasan mengeksplore dagingnya yang tersembunyi di dalam cangkangnya yang keras.

Memang benarlah hal paling memuaskan dari makan kepiting adalah proses untuk mendapatkan dagingnya. Alhamdulillah, terima kasih Om. Kapan-kapan lagi ya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun