Ada buku Yasin, garam, merica, daun sirih, rokok klobot, aneka kembang seperti mawar, melati, kantil  dan sedap malam.  Ada juga gelas air mineral yang berisi kopi, teh dan air. Dipa menata barang-barang tersebut di depan kami duduk. Aku memegang senternya, sedangkan Ghulam ikutan merokok.
"Banyak penghuninya disini," kata Dipa lirih. Ia sudah mulai melakukan ritual.
Duh, bulu kuduk  yang sedari tadi meremang sekarang menjadi merinding. Hawa dingin tiba-tiba terasa seperti mengitari tubuh.
"Di depan sana ada pocong yang sedang memperhatikan kita," kata Dipa sambil merem.
Ghulam menghisap rokoknya dalam-dalam. Aku gelisah, seperti ada yang merayapi kakiku.
 Â
"Di belakang Nandar ada  Mbak Kunti."
Eh, sakti juga si Dipa. Ia bisa melihat tanpa menoleh. Aku tidak jadi mundur untuk menghindari serangan semut.
"Kayaknya si Mbak itu naksir kamu Dar." Ghulam ikut berkomentar.
Apa-apaan? Aku mendengkus. Kesal. Mana ada hantu naksir lelaki kurus, kerempeng pakai kacamata pula.
"Mbaknya pengin kenalan Dar. Kayaknya ia pengin minta tolong kamu untuk menuliskan kisah cintanya yang kandas." Â Ghulam mulai tertawa.