Mohon tunggu...
Nuria Mufidah
Nuria Mufidah Mohon Tunggu... Freelancer - blogger, lazy writer

Traveling, writing, photography, art n craft, hitech, networking

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Sentilan di Malam Lebaran

20 April 2023   14:35 Diperbarui: 20 April 2023   18:46 175
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash


Hari ini tepat malam lebaran. Harusnya sudah terdengar atau terasa hiruk pikuk orang yang tengah bersiap menyambut datangnya hari raya. Tapi kali ini tak terdengar atau terlihat apa pun. Sunyi dan senyap. Hanya terdengar suara langkah sepatu berjalan mendekat lalu menghilang. Terkadang berhenti sebentar di dekatku lalu menjauh dan menghilang. Begitu terus berulang-ulang sampai aku hampir hafal kapan mereka datang dan pergi. Ya Allah... aku tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Aku tiba-tiba berada di sini, di tempat yang aku tidak tahu. Tidak ada yang berbicara padaku. Aku juga tidak pernah berbicara. Aku hanya bisa mendengar. Aku tidak bisa melihat apa pun. Semua terlihat gelap.  Aku tidak tahu apa yang ada di sekelilingku. Aku hanya bisa merasakan tempatku berbaring. Kasur yang empuk dan bantal yang menopang kepalaku. Aku masih bisa merasakan kedipan mataku serta desahan nafasku yang bergerak perlahan mengikuti irama jantungku. Sesekali bau yang agak tajam menembus hidungku dan terkadang membuatku ingin muntah. Bau obat!
Tanganku terasa berat untuk digerakkan. Begitu juga kedua kakiku. Aku hanya bisa merasakan gerakan lemah jari jariku.
Aku mencoba untuk berpikir dan berusaha mengingat apa yang terjadi. Blank! Aku tidak bisa mengingat apapun.  Aku hanya bisa mengingat satu hal saja. Besok adalah lebaran. Selebihnya aku tidak ingat apa-apa.
Saat otakku sedang berusaha berpikir keras, tiba-tiba aku merasa ada yang menekan ujung jari kakiku. Aku mengerang pelan. Tidak ada suara yang bisa aku keluarkan. Hanya erangan kecil.
Lalu aku dengar suara orang memanggil disusul langkah kaki mendekat. Aku tidak paham apa yang mereka perbincangkan. Aku tidak paham satu kata pun yang mereka ucapkan!. Tidak lama kemudian  aku mendengar langkah kaki berlari mendekat. Tak lama kemudian sebuah tangan menyentuh dan menggenggam telapak tanganku. Aku tiba-tiba merasakan kehangatan mengalir ke sekujur tubuhku. Aku merasa aku pernah merasakan ini sebelumnya. Makin kuat tangan itu menggenggam tanganku, makin deras aku merasakan energinya. Aku merasa sedikit hafal dengan sensasi ini. Tapi aku tidak bisa mengingat kapan, dimana, dengan siapa. Aku hanya ingat pernah merasakan sentuhan itu. Jantungku tiba-tiba terasa berdetak kegirangan seolah menyambut aliran energi yang datang dengan sukacita. Aku tetap tidak paham dengan apa yang terjadi. Tiba-tiba ada yang menyentuh pipiku dengan lembut. Aku merasakan kehangatan mengalir sesaat. Lalu aku mendengar suara pelan berbisik di dekat telingaku.
"Dea......"

Aku tidak tahu maksudnya. Sepertinya memanggil namaku. Apakah itu namaku? Aku benar-benar tidak bisa mengingatnya. Aku cuma merasa pernah mendengar suara itu. Suara yang khas dengan kelembutannya. Tapi aku tidak bisa mengingat pemiliknya. 

"Ya ampuun ...kamu masih saja membuang waktumu disini. Sudahlah...Sampai kapan kamu tunggu dia? Dia nggak akan bangun. Ingat kata dokter kemarin. Kemungkinannya 0,..... Pikirkan dirimu dan anak-anak. Kamu butuh orang yang merawatmu dan anak-anak."


Suara itu juga seperti tidak asing bagiku tapi aku tidak bisa mengingatnya. Aku hanya pernah merasa pernah mendengarnya. 

Tapi... Kenapa dia berkata seperti itu? Apakah aku yang dia maksud nggak akan bangun? Kenapa?


"Jangan ikut campur urusanku. Aku akan tetap disini..di sampingnya sampai nafasnya berhenti. Selama dia masih bernafas, aku tidak akan pergi."


"Dasar keras kepala. Itu artinya kamu akan terus menyiksaku untuk mengurusi anak2 mu. Laki-laki egois. Kalau bukan karena pesan mama untuk jaga anak2mu..aku sudah gak peduli sama kamu...laki laki egois!"


Aku tidak tahu dan tidak paham maksud obrolan mereka, tapi tiba-tiba aku merasa ada sesuatu yang menusuk dadaku dan membuatku sedikit sesak. Aku juga tiba-tiba merasa ada butiran bening mengalir membasahi pipiku. Namun aku tak mampu menggerakkan tanganku untuk menghapusnya.


"Sudahlah..hentikan mulutmu. Pergilah sesukamu. Tinggalkan aku dan anak-anak. Aku bisa mengurus mereka sendiri."


Lalu aku mendengar suara pintu dibanting agak keras. Kemudian senyap.Air mataku terus mengalir tanpa aku tahu kenapa. Tiba-tiba tangan itu mengusap pipiku dengan perlahan, seolah ingin menghentikan air mataku. Kembali aku merasakan kehangatan menjalar di wajahku. Membuatku mendesah agak panjang.
Tak lama kemudian aku mendengar suara itu melantunkan bunyi yang sering aku dengar di malam hari. Ayat-ayat suci!. Kali ini aku bisa mengingat dengan jelas. Suara itu aku dengar hampir tiap hari sebelum tidur. Suara itu yang sering mengantarku  terbang ke alam mimpi. Aku tiba-tiba merasa tenang.  Jantungku juga mulai berdetak tenang, tidak lagi melompat lompat  tak beraturan. Perlahan aku merasa mataku mulai agak berat dan mengantuk. Selanjutnya aku tidak ingat apa-apa.

Esoknya, aku  terbangun oleh teriakan yang cukup keras.

 "Mamaaaa....sarungku yang baru ada dimana? " Spontan aku membuka mata. Aku melihat sekelilingku. Sepasang tangan kekar masih melingkar memelukku. Membuatku tidak bisa bergerak. Pemiliknya masih pulas mendengkur di belakangku. Dengkuran yang khas. 

"Pa... ayo bangun...nanti kita terlambat lagi seperti tahun lalu." Teriakan itu terdengar lagi di depan pintu kamar. Aku mencoba bergerak melepaskan diri. Sambil menepuk pelan kakinya yang menumpang di atas pahaku. Aku benar-benar menjadi guling kali ini. 

"Papaaa..... " si kecil teriak lagi. 

Kali ini terpaksa aku tepuk dengan keras kaki yang menindihku untuk membuat sosok itu membuka matanya.  Gerakanku membuatnya kaget dan  melompat bangun. Menyadari itu semua membuatku tersenyum lega. Aku menghela nafas dalam dalam dan bersyukur pada Tuhan karena telah mengembalikan aku ke tempatku yang sebenarnya. 

Mengingat apa yang aku rasakan semalam, air mataku tiba-tiba menetes pelan. Aku tidak bisa membayangkan seandainya hal itu benar- benar terjadi padaku. Cepat cepat hKuhapus semua rasa negatif yang pernah ada dan masih melekat di kepalaku..
Dihadapkan pada situasi yang tidak jelas kemarin seolah mengingatkanku akan arti dari sebuah kehadiran dan kejadian. Apapun itu, tidak boleh menggeser posisi rasa syukur sebagai rasa yang harus ada di posisi tertinggi. 

Ego yang sering tidak terpuaskan... keinginan yang sering merasa tidak terpenuhi.... dan rasa kecewa ketika berharap banyak pada manusia.... semua rasa itu tak seharusnya menggeser rasa syukur atas semua nikmat yang pernah kita terima, tapi sering kita abaikan.

 Samar samar gema takbir mulai terdengar dari kejauhan. Lama lama makin keras. Dalam hati aku berdoa. Terima kasih ya Allah ... telah memberiku semua kesempatan indah dalam lini masaku. Kau hadirkan orang orang yang sudah mewarnai kehidupanku. Maafkan  segala khilafku... sombongku dan semua keburukanku selama ini.


Gema takbir terdengar makin keras. Tak terasa air mataku menetes membasahi kedua pipiku. Kali ini air mata bahagia yang penuh rasa syukur atas semua nikmat yang pernah aku rasakan.


Allahu akbar, Allahu akbar, Allahu akbar. La ilaha illallahu wallahu akbar. Allahu akbar wa lillahil hamdu.


Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, Allah Maha Besar. Tiada tuhan selain Allah yang Maha Besar. Allah Maha Besar, segala puji bagi-Nya.


Allah is the GreatestThere is no God but AllahAllah is the GreatestAnd all praise is due to Allah....


Tangisku makin keras...sekeras takbir yang menggema memenuhi relung hatiku.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun