Mohon tunggu...
Nurhidayah SPd
Nurhidayah SPd Mohon Tunggu... Guru - Guru SMAN 21 Bandung

Menulis bisa mengubah dunia.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Pesantren untuk Ayah

20 Januari 2023   19:11 Diperbarui: 20 Januari 2023   19:39 233
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

“Astaghfirullah, mana mungkin amang seperti itu. Tak pernahlah salah amang dalam mengajariku dan santri-santri ayah.”

“Ada yang memfitnah amangmu, Rief!”

Kutarik nafas dalam-dalam. Kuberlari ke arah kobong pesantren. Kususuri kobong demi kobong yang kotor dan rusak. Debu berterbangan, cat tembok yang sudah mengelupas, kaca jendela yang sebagian pecah. Kubersikan kelas tempat santri mengaji dan mengkaji. Tak pernah salah dalam pencarian ilmu di tempat pesantren ini. Apakah ini salah satu cara orang menyakiti agama kami. Masa depan umat yang diiringi mendung fitnah duniawi.

Kumulai lembaran hidup pesantren ayah. Kukumandangkan adzan di surau tempat kami.

“Allahu akbar allaahu akbar! Allaahu akbar allaahu akbar.

Asyhaduallailaahailalallaah..Asyhaduallailaahailalallaah..Asyhaduannamuhammadarrosululullah..Asyhaduannamuhammadarrosululullah..Hayya’alashsholaah..Hayya’alashsholaah..Hayya’alalfalaah..Hayya’alalfalaah.. Allahuakbar..Allaahuakbar..Laailaahailallaah.”

Kutunaikan shalat. Kuimami shalat berjamaah walau hanya sedikit makmumnya. Kuajarkan anak-anak kecil mengaji juz’ama. Sehari aku mengajar, cuma ada dua orang yang singgah di pesantren kami.  Dua hari bertambah dua orang, sampai sebulan santri bertambah menjadi banyak. Kuteguhkan niat berjalan di jalan Allah. Kuberikan penjelasan bahwa Islam tak pernah mengajarkan kebencian pada umat-Nya. Islam adalah rahmatan lil’aalamiin.

Kini pesantren ayah banyak yang mencari. Surau yang ayah dirikan, ramai jamaahnya. Orang tua banyak yang mempercayakan anaknya untuk belajar agama di pesantren ini. Kubangun semangat kepada adik-adikku hingga mereka pun mengikuti jejakku. 

Untuk meraih cita-cita besar ayah, aku pergi untuk kuliah mencapai gelar sarjana. Siapa disangka aku mendapatkan beasiswa hingga S2. Aku pulang ayah, aku pulang membawa pesan ayah. Kubangun pesantren beserta sekolah madrasah untuk ayah. Banyak santri yang belajar di sini, Ayah. Semoga ayah di sana bahagia dengan apa yang ayah ajarkan kepada kami. Karena ilmu yang bermanfaat adalah ilmu yang diamalkan. Begitulah kata terakhir ayah yang sampai kini tersimpan dalam relung hati. Kita buktikan pada dunia, bahwa pesantren adalah benteng kokoh akhlak manusia. Bahagialah Engkau di sisi Allah, Ayah!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun