Mohon tunggu...
Nurfitria Resta Oktaviani
Nurfitria Resta Oktaviani Mohon Tunggu... Ahli Gizi - Mahasiswa Teknologi Pangan Fakultas Teknik Universitas Pasundan

Membahas seputar Teknologi pangan, topik topik politik, pendidikan, inspirasi, motivasi, bisnis, senang berbagi pengalaman dan bertukar pikiran. Semoga bisa bermanfaat untuk para pembaca ❤

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Dari Doa Ibu Dapat Mendirikan Yayasan Pendidikan

31 Oktober 2020   20:12 Diperbarui: 31 Oktober 2020   20:15 316
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumen pribadi, Keluarga Yayasan Sapta Prakarsa jaman dahulu.

Pada suatu desa daerah Bandung Timur hiduplah sepasang suami istri yang bernama Hadijah dan Uyu Wahyu. Mereka memiliki 6 orang anak.

Sepasang suami istri ini adalah seorang pengusaha perdagangan, peternakan dan pertanian. Usaha yang pertama adalah buruh tani, jika dalam bahasa Sunda "Sok nyambut taneuh anu kolot (Buruh tani milik orang tua sendiri namun hasil penennya di bagi dua Nyambut)." Disamping itu pekerjaan sehari-hari sang suami adalah jual beli (dagang). Dagang minyak tanah yang diolah menjadi bensin.

Beliau menjual minyak dari satu tempat ke tempat lain. Namun karena kurang begitu memahami tentang penjualan minyak sehingga beliau pindah profesi menjadi tukang mesin Huller karena beliau memilki mesin Huller sehingga munculah sebuah ide mengolah beras yang akhirnya bisa dijual.

Dengan membeli gabah dari para petani, dari berbagai macam pelosok seperti daerah Sumedang, Ujung Jaya, Kadipaten ataupun dari sekitar, membeli gabahnya yang pada akhirnya diolah sudah menjadi beras dan dijual ke pasar, kadang kala jika mendapat pesanan lebih dapat melakukan jual beli sampai ke Jakarta daerah Glodok namun hal itu hanya terjadi satu kali karena kurangnya memahami mengenai usaha ini. Maka ditinggalkanlah dan kembali menjadi pemasok ke pasar-pasar, kecil - kecilan dengan berat beras sekitar 500 kg/ton. Hal inilah yang menjadikan keluarga Hadijah dan Uyu Wahyu bergelut dengan sawah dan berdagang sebagai mata pencaharian pokok.

Sedikit demi sedikit usahanya itu bisa menjadi tumpuan, Uyu Wahyu terus berupaya agar penjualan berasnya semakin diminati konsumen. Untuk itu, ia menerapkan prinsip bahwa pembeli adalah seorang raja. Uyu Wahyu memilki partner bisnis yaitu Pa Ma'soem beliau berpendapat, kunci keberhasilan seorang pedagang adalah keramahan, tidak tungi (ketus) dan mahal senyum.

"Mun henteu bisa seuri mah tong hayang dagang, da seuri mah teu meuli ieuh (kalau tidak bisa tersenyum, janganlah menjadi pedagang, sebab senyum tak perlu membeli)". Kalimat itulah yang selalu Uyu Wahyu ingat dari salah satu temannya yang sekarang menjadi pegangan bagi Uyu Wahyu dalam setiap menghadapi pembeli. Maksudnya, berusahalah untuk tersenyum dan berbasa-basi, dengan memperlihatkan wajah ramah. Tokh kalau sebatas senyum tidaklah perlu kita mengeluarkan modal. Lagi pula, tersenyum merupakan bagian dari ibadah, karena bisa lebih mempererat silaturahmi.

Disamping semua itu sang istri Hadijah melakukan pekerjaannya sebagai petani dan sambil berternak. Dahulu sebelum terjun ke peternakan beliau ikut bermain bisnis menjual beras dengan sang suami Uyu Wahyu, namun mencari konsumen yang lebih real yaitu dengan cara memasukan ke warung-warung dan kerumah makan. Selain memasukan beras-beras ke rumah makan, untuk dapat mencukupi kebutuhan kuliah anak-anaknya.

Beliau selalu menitipkan bera-beras kepada anak-anaknya, sebelum mereka berangkat kuliah sehingga anak-anak beliau tidak pernah diberikan bekal uang saku. Untuk dapat mendapatkan uang saku, maka anak-anaknya harus menjual beras-beras dengan menitipkan ke warung-warung nasi, dengan berat beras kwintal. Hasil dari penjualan beras tersebut modalnya dikembalikan kepada Hadijah dan Uyu wahyu sedangkan keuntungannya dipakai untuk bekal makan anak-anaknya.

Dalam usaha pertenakan yang ditekuni oleh sang istri yaitu bertenak telur ayam. Namun usaha ini lagi-lagi gagal dan tidak dilanjut karena keterbatasan pemahaman ilmu-ilmu sang istri. Sehingga pindah profesi menjadi berternak ayam broiler (ayam potong). Sampai jangkauannya ke dareah Bandung. Distribusinya lebih cenderung ke wilayah Bandung kota.

Jaman semakin canggih dan waktu terus berlanjut sepasang suami istri ini berusaha mencari cara agar memiliki penghasilan lebih sehingga dapat mencukupi kebutuhan keluarganya. Tahun berganti tahun sebagai buruh tani dari sawah milik orang tuanya (nyambut) Uyu Wahyu dan Hadijah  pada akhirnya sawah dan tanah itu menjadi milik Uyu wahyu dan Hadijah. Sehingga sawah dan tanahnya pun semakin berkembang. Hampir tanah dan sawah yang berada di daerah Cinunuk adalah tanah / pun sawah miliknya.

Uyu Wahyu dan Hadijah memiliki 6 orang anak yang semua anak-anaknya kuliah, sepasang suami istri ini mampu membiayai kuliah anak-anaknya, semua ini dari hasil kegiatan pertanian, perdagangan, dan pertenakan.

Ke 6 orang anak sepasang suami istri ini memiliki beranekaragam jurusan kuliah, dari ke 6 anak-anaknya tidak ada yang sama jurusannya.

Yang paling besar Asep Aksan kuliahnya di IKIP dengan jurusan Otomotif, anak kedua Ade Hadiat Sudrajat kuliah di Unisba dengan jurusan Teknik Industri, anak yang ketiga Ai Murtika kuliah di UIN Sunan Gunung Djati dengan jurusan Matematika, kemudian anak ke empat Enung jurusan IPS di UIN Sunan Gunung Djati, anak ke lima Surzan jurusan Kesejahteraan Sosial di UNLA, dan anak yang terakhir Iis mengambil jurusan Akuntansi di Unisba. Sehingga munculah pemikiran (ide) mengubah pola perekonomian keluarga. Sehingga tidak begitu memikirkan ke pada usaha yang dahulu ditekuni oleh Hadijah dan Uyu Wahyu yaitu usaha perdangan, pertanian, dan peternakan.

Maka usaha tersebut diubah dengan membuka "Pendidikan". Tanah yang dipergunakan untuk membangun wilayah pendidikan yaitu tanah wilayah pertanian yang produktif (tanah yang dahulunya lahan pertanian). Itulah tanah yang digunakan untuk proses pembuatan sekolah.

Sebenarnya dari mulai pada tahun 1995 Hadijah sudah memiliki ide gagasan "Berfikir bagaimana kalau membuat suatu sekolah, karena ke 6 anak-anaknya semuanya adalah seorang sarjana ".

Sang ibu Hadijah dalam setiap doanya memiliki itikad "Semua anak baik yang kecil maupun besar harus jadi sarjana". Itulah Doa sang Ibu Hadijah dengan ikhtiar dibarengi dengan usaha akhirnya Allah berkehendak dan mewujudkan doa yang dipinta oleh sang Ibu Hadijah sehingga semua ke 6 anak-anaknya itu adalah seorang sarjana walaupun anak yang no empat yang bernama Enung meninggal, namun Enung meninggal setelah lulus menjadi seorang sarjana.

Pada tahun 1997 sepasang suami istri ini, Uyu Wahyu dan ke 6 anak-anaknya akhirnya sepakat untuk membuat sekolah. Dengan tujuan dari orang tua sebagai motivator dan sumber pendanaan yang di dapat. Sehingga disaring informasi oleh anak yang ke lima yang bernama Surzan memiliki pendapat " Dari pada kerja di orang lain, lebih baik kerja di sekolah sendiri. masa anak-anak semua sarjana tidak bisa mengurus persekolahan". Mungkin pendapat ini sepaham dengan pemikiran Hadijah dan Uyu Wahyu, sehingga pendapat dari anak ke lima ini yang bernama Surzan diterima oleh Hadijah dan Uyu wahyu dan mulai merintis membuat sekolahan.

Inti dasarnya membuat sekolahan adalah "Supaya anak-anaknya tidak bekerja di orang lain". Karena pada jaman itu sangat sulit sekali mencari perkerjaan tidak semudah mengembalikan telapak tangan. Sehingga pendapat yang diajukan oleh anak ke 5 ini kelihatannya mungkin dianggap sesuatu ide yang sangat cemerlang maka dibuatlah sekolah. Karena Uyu Wahyu sendiri mempunyai pengetahuan mengenai pendidikan, karena asal usulnya beliau dari pendidikan.

Dokumen pribadi, Surzan anak ke 5 dari pasangan Hadijah & Uyu Wahyu
Dokumen pribadi, Surzan anak ke 5 dari pasangan Hadijah & Uyu Wahyu
Sehingga munculah pertanyaan-pertanyaan. "Apa nama sekolahnya?". Maka namanya SMK Bandung Timur karena berada di daerah Kabupaten Bandung. Maka disusunlah nama untuk yayasannya. Sehingga berbagai macam ide harus dikeluarkan untuk menghasilkan sebuah nama yang bagus. Maka terbentuklah nama yayasannya adalah Yayasan Sapta Prakarsa. "Apa itu yayasan sapta prakarsa?". Yaitu 9 orang yang berperan, sembilan karya orang-orang sebagai pemilik dan pengurus dari yayasan itu. Maka munculah "siapa penasehatnya?". Sehingga mengambil dari kerabat yaitu Pa Husin sebagai penasehatnya. "Darimana modalnya?"

Modalnya murni dari Uyu wahyu dan Hadijah sebagai orang tua dari ke 6 anak-anak mereka. Sehingga modal pokok, modal tanah semua murni dari Uyu Wahyu dan Hadijah, termasuk modal awal sebagai suatu jaminan awal di notaris adalah Uyu Wahyu dan Hadijah. Tidak ada satupun dari anak-anaknya untuk mengeluarkan dana untuk membangun persekolahan. Dari mulai pengeringan, sampai pengeboran, dan pembangunan lahan, sampai keluarnya izin oprasioanl, izin bangunan itu adalah murni dari Uyu Wahyu sebagai modal awal.

Sehingga berdirilah sekolah dengan awal jurusan hanya 2 jurusan yaitu elektro komunikasi, dan otomotif. Penerimaan mahasiswa baru dimulai pada tahun 1997. Awal pertama membangun sudah mendapatkan 7 kelas. Dengan berbagai macam strategi pertama yaitu anak-anak Uyu Wahyu dan Hadijah memiliki banyak relasi, kedua masing-masing ke 6 anak Uyu Wahyu dan Hadijah sudah lulus sarjana dan sudah terjun di dunia pendidikan.

Dengan berbagai macam relasi maka muncullah mengurus 7 kelas itu dengan tanpa dibayar (sukarelawan untuk mengurus sekolah). Pada tahun berikutnya mendapatkan 6 kelas dan semakin bertambah hingga sekarang terdapat jumlah siswa 700 lebih dengan 6 jurusan dengan luas tanah 6,800 M2. Nama ketua yayasannya pun sampai saat ini masih tetap Uyu Wahyu.

Komitment dasar awal membuat sekolah SMK Bandung Timur karena memiliki 6 anak yang kuliah dengan berbeda jurusan, sampai akhirnya sekolah ini bisa maju dan berdiri kokoh karena memilki ke 6 anak sarjana yang beranekaragam jurusan, yang beraneka ragam profesinya, bukan hanya sebagai pendidik saja namun, terdapat profesi sebagai pendidik dan non pendidik. Sehingga sekolah SMK Bandung Timur bisa maju dengan berbagai multidisiplin ilmu.

Pada tahun 2003 mulai mendirikan SMP. Mulai adanya ide gagasan ini karena hasil perundingan dari 3 orang yaitu (anak ke 2 yang bernama Ade Hadiat Sudrajat dan anak ke 5 yang bernama Surzan, beserta ketua yayasan Uyu Wahyu). Maka dibuatlah SMP PLUS Bandung Timur). Dengan tahun awal penerimaan mendapatkan 2 kelas.

Selanjutnya lepas dan diurus oleh orang-orang tertentu saja. Karena semakin kesini orang-orang yang menjadi pengurus, pemilik tidak aktif di dunia persekolahan lebih aktif didunia masing-masing. Sehingga sampai saat ini SMK Bandung Timur di pegang oleh anak pertama yang bernama Asep Aksan dan SMP Plus Bandung Timur dipegang oleh anak ke 3 yang bernama Ai Murtika.

Di samping yang kini berhasil dan mewujudkan impian membuat perusahaan keluarga, sebetulnya ada juga bidang-bidang usaha lainnya yang dikelola dalam waktu relatif singkat, karena dianggap gagal, sehingga akhirnya ditutup.

Sebagai manusia biasa, tidak setiap langkah usaha yang dikerjakan Uyu Wahyu dan Hadijah bisa berhasil dan berumur panjang, bahkan kalau dilihat dari jenisnya, sebetulnya banyak yang gagal. Hal itu memang wajar, karena yang namanya manusia itu tidak ada yang memilki kesempurnaan. Namun semua kegagalan tersebut bisa diimbangi dengan keberhasilan pada bidang-bidang lain, yang menyebabkan Uyu Wahyu dan Hadijah semakin berkibar karena berkat doa seorang Ibunda Hadijah yang beritikad ingin semua anak-anaknya menjadi seorang sarjana, sehingga anak-anaknya bisa membantu mengubah perekonomian keluarga.

Dari berbagai kejadian tersebut, Uyu Wahyu dan Hadijah semakin yakin, sepahit apapun keadaan yang dialami, selama tidak melupakan Allah, serta tidak mudah berputus asa, maka dibalik semua itu selalu terdapat hikmah. Terlepas dari apa yang disebut nasib (takdir), ia menyadari bahwa diri sendirilah yang menentukan keberhasilan atau kegagalan. Karena itu Uyu Wahyu dan Hadijah tidak pernah memanjakan anak-anaknya, selalu bersikap tegas, agar semua anak-anaknya bisa menjadi mandiri, tidak mudah putus asa mau berjuang walaupun jatuh harus tetap bangkit dan selalu kuat tidak bergantung pada orang lain.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun