Mohon tunggu...
NUR FAISAL H
NUR FAISAL H Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya Nur Faisal Hamzah seorang yang memiliki hobi membaca dan menulis suatu karya entah itu puisi atau sajak bahkan novel sedang ku kerjakan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Di Antara Takdir

6 September 2022   10:00 Diperbarui: 6 September 2022   10:04 386
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Jakarta 18 November 2000 makhluk mungil telah dilahirkan dari rahim seorang wanita yang merintih kesakitan setelah bersalin yang cukup lama ia adalah Bintang, terlahir di hamparan rumah yang saling berdesakan dan tampak kumuh, terlahir dari keluarga yang kurang mampu merupakan sebuah nasib yang tak semua orang dambakan. Tidak dengan lelaki jangkung ia tumbuh dan berkembang di masyarakat golongan rendah ayahnya hanya seorang satpam kompleks sedangkan ibunda berprofesi sebagai IRT, semua itu bukan perkara baginya, ia malah bersyukur atas nikmat tuhan memberikan kehidupan seperti ini, bukan tanpa alasan bintang selalu di perhatikan dan mendapatkan kasih sayang yang belum tentu manusia diluar sana mendapati hal yang serupa.

Bintang tumbuh dilingkup padat penduduk dekat dengan jalur kereta api, tak heran jika wajah dan tubuhnya hitam gelap bak terbakar dineraka. Dilingkungan yang ia tempati suaranya mengalahkan konser billy ellis karena kebisingan itu membuat tempat yang mengukirkan ceritanya sejak kecil menjadi aman dan walaupun waktu tengah malam suaranya pun tetap sama dengan pasar disiang hari kala waktu orang-orang sedang berbaring dan berimajinasi yang dapat memperbaiki suasana hatinya, tapi tidak akan berlaku disini bahkan hantupun enggan untuk singgah. Dibesarkan dan dididik sekian lama dengan tujuan menjadi mutiara ditambang batubara. 

Masa kecilnya ramai kawan-kawannya yang tak melanjutkan pendidikan disebabkan tak songsong mengucup biaya spp yang mencekik bumbung, jadi pendidikan disini tidak begitu kardinal, walaupun tinggal di daerah yang minim keinsafan, ayah selalu berjerih payah mencari uang siang dan malam bahkan sampai membanting tulangnya hanya untuk membiayai pembangunan pondasi pendidikan pada diri lelaki jangkung agar menjadi sosok yang bermoral.

Saat masih duduk di bangku SD ia selalu menjadi bahan rundungan teman sekelasnya lantaran profesi sang ayah yang hanya seorang satpam kompleks, dan terkadang Gurunya pun selalu menyalahkan dirinya atas kematian kakak gurunya itu dikarenakan kakak dari gurunya bintang ditodong hingga mati dan itupun ia belum sempat menginjakkan kaki di dunia ini. Satu - satunya teman hanyalah ivan tetangganya yang selalu membela bintang karena mereka memiliki nasib yang sama, suatu ketika saat bintang ingin makan ia di lempari kertas oleh teman kelasnya, dan seraya berkata.

"dasar anak sekuriti lebih baik kau tidur saja" sembari tertawa. 

"rumahmu seperti kandang ayam" sambil menunjuk kandang ayam pak dede.

Bintang membalas dengan bicara seperti orang tua. 

"Memang apa salahnya dengan pekerjaan bapakku? Mulutmu saja yang kurang kerjaan sepertinya ibumu salah memberikan makan yah" jawabku sambil menunjuk kearah wajahnya.

selang beberapa tahun bintang lolos ke perguruan tinggi negeri, namanya tak setenar UI ataupun UGM, tapi tidak menutup kemungkinan ia bisa meraih gelar Sarjana disini diantara cemoohan kaum - kaum borjuis yang hanya mentok dibangku SMU.

Selama diranah perkuliahan jelas ia berurusan dengan propaganda akan selalu menemani dalam Tur kehidupan ini,menempuh hidup baru di daerah orang, pria yang sekarang sudah tumbuh dewasa itu menginjakkan kaki untuk pertama kalinya dan langsung mereka disambut oleh para masyarakat yang biasa mangkal disini, ia menawarkan jasa dengan harga mencekik, namun semua tawaran itu di tepis bagaikan tendangan penalti yang gagal, ia barusan selesai memesan taksi online memang harus menempuh jarak yang lumayan jauh tapi ia lega telah mendapatkan tumpangan sampai di rumah yang akan mengukir cerita di sini.

Sesampainya mereka berdua mendarat dengan membimbing tas yang berat di suatu kos - kosan penuh akan manusia, imajinasinya memang terlalu tinggi ternyata kampusnya ini menerapkan sistem yang menurut banyak orang suatu pradigma yang tidak masuk akal, hingga awal ku masuk bagaikan seorang tahanan, alasannya yang tidak masuk akal, mereka berasumsi bahwa orang yang dari luar daerah dan diharuskan untuk melakukan isolasi mandiri jelas - jelas ku membawa surat keterangan sehat, haha iya memang begitu prosedurnya konon katanya jika tidak akan membawa dampak yang buruk bagi mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun