Mohon tunggu...
Nur Faikhaa’
Nur Faikhaa’ Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Kedokteran

Halo saya Nur Faikhaa’ mahasiswa baru yang ingin banyak berkarya lewat tulisan

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Fenomena Self-Diagnose di Era Digital

1 Januari 2025   11:18 Diperbarui: 1 Januari 2025   11:18 27
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Bayangkan ada restoran pizza yang baru saja dibuka dan langsung ramai diperbincangkan. Banyak orang memuji kelezatannya, membuat kita penasaran untuk mencobanya. Tanpa berpikir panjang, kita pun pergi ke restoran itu dengan penuh antusias, percaya bahwa ulasan yang kita dengar benar adanya. Padahal, pizza adalah makanan cepat saji yang harganya relatif mahal dan kurang sehat dibandingkan makanan yang ada di kios-kios kecil yang kaya dengan prinsip 4 sehat 5 sempurna.

Fenomena ini ternyata mencerminkan apa yang sering terjadi di era globalisasi, yaitu kecenderungan self-diagnose. Dengan mudahnya akses informasi, banyak orang mempercayai apa yang mereka baca atau dengar tentang gejala dan kondisi kesehatan tanpa verifikasi dari tenaga medis. Mereka mengambil keputusan seolah-olah informasi tersebut sepenuhnya benar, sama seperti kita mempercayai ulasan tanpa mempertimbangkan kualitas nutrisi atau dampaknya bagi kesehatan.

Self-diagnose kini menjadi persoalan serius. Meskipun informasi kesehatan semakin mudah didapat, ketidakakuratan dalam penilaian kondisi diri bisa berujung pada keputusan yang salah dan berbahaya. Memahami kesehatan juga membutuhkan pendekatan yang lebih kritis dan bijak. Supaya pendekatan dalam penanganannya tidak disalah gunakan dan malah merugikan diri kita. Setelah diteliti ada beberapa faktor, dampak, dan juga cara pencegahan untuk self diagnose.

Faktor-Faktor yang memperngaruhi Self Diagnose dalam Masyarakat

1. Waktu yang Lebih Fleksibel

Mendiagnosis diri sendiri melalui internet memang dapat terasa praktis dan menghemat waktu, terutama ketika seseorang mencari jawaban cepat terkait gejala yang dialaminya. Dengan banyaknya informasi medis yang tersedia secara online, orang dapat merasa lebih mudah memahami kondisi mereka tanpa harus menunggu jadwal konsultasi dengan dokter. Namun, tidak semua sumber informasi di internet dapat dipercaya, karena ada banyak situs yang menyebarkan informasi medis yang tidak didukung bukti ilmiah. Penting untuk melihat internet sebagai alat pelengkap, bukan pengganti konsultasi medis. Jika seseorang menggunakan internet untuk mendapatkan informasi, sebaiknya mereka memeriksa sumbernya dan tetap berkonsultasi dengan tenaga medis untuk mendapatkan diagnosis dan pengobatan yang akurat.

2. Biaya yang Lebih Rendah

Di beberapa negara, termasuk yang memiliki sistem kesehatan berbayar, biaya konsultasi medis menjadi kendala utama. Sebagai alternatif, masyarakat lebih memilih mencari informasi daring yang gratis dan dianggap dapat memberikan jawaban sementara. Masyarakat perlu diedukasi untuk mengenali informasi medis yang kredibel dan mengetahui kapan harus berkonsultasi langsung dengan dokter. Internet memang dapat menjadi "pertolongan pertama" bagi mereka yang memiliki keterbatasan finansial, memastikan informasi yang akurat dan memberikan alternatif terjangkau adalah kunci untuk mengatasi masalah ini.

3. Akses Informasi yang Cepat dan Mudah

Internet menawarkan ribuan artikel kesehatan yang tersedia 24/7. Internet menawarkan ribuan artikel, panduan, dan sumber informasi kesehatan yang dapat diakses kapan saja tanpa batasan waktu. Hal ini memudahkan orang untuk mencari jawaban atau memahami gejala tertentu tanpa harus menunggu jam kerja dokter atau klinik. Keuntungan ini terutama dirasakan oleh mereka yang memiliki jadwal sibuk atau tinggal di daerah dengan akses kesehatan terbatas. Forum-forum kesehatan online memungkinkan orang untuk berbagi pengalaman, gejala, atau keluhan yang dirasakan, sering kali tanpa rasa takut dihakimi karena identitas mereka anonim. Hal ini sangat penting bagi mereka yang menghadapi masalah kesehatan sensitif, seperti penyakit mental, masalah reproduksi, atau kondisi yang sering kali membawa stigma sosial. Dengan identitas yang dirahasiakan, pengguna dapat merasa lebih nyaman berbagi cerita dan mencari solusi.

Dampak Negatif Self-Diagnosis

1. Kesalahan Diagnosis yang Dapat Memicu Kekhawatiran Berlebihan

Misalnya, seseorang dengan gejala cemas ringan mungkin membaca informasi tentang gangguan kecemasan berat dan meyakini dirinya mengidap kondisi tersebut. Kekeliruan ini dapat memperparah kecemasan atau memicu rasa panik yang sebenarnya tidak perlu. Kesalahan diagnosis akibat pencarian informasi di internet, sering disebut sebagai "cyberchondria", dapat memicu kekhawatiran berlebihan. Contohnya adalah seseorang yang mengalami gejala ringan, seperti cemas sesekali, tetapi setelah membaca artikel tentang gangguan kecemasan berat atau kondisi medis serius lainnya, mulai percaya bahwa dirinya mengidap penyakit yang parah. Ketakutan terhadap diagnosis serius dapat memicu reaksi emosional, seperti serangan panik, sulit tidur, atau perubahan perilaku. Akibatnya, individu mungkin merasa lebih tertekan dibandingkan sebelumnya.

2. Penanganan yang Tidak Tepat

Mengambil langkah pengobatan sendiri berdasarkan Informasi yang keliru, seperti mengonsumsi obat yang tidak sesuai anjuran dokter, bisa memperburuk kondisi kesehatan mental. Informasi yang salah dapat membuat seseorang memilih obat atau suplemen yang tidak relevan dengan kondisinya. Misalnya, seseorang yang merasa cemas mungkin mencoba obat penenang yang seharusnya hanya digunakan di bawah pengawasan medis. Penggunaan obat yang salah dapat menyebabkan efek samping serius, ketergantungan, atau bahkan memperburuk kondisi mentalnya. Banyak obat memiliki efek samping yang dapat memengaruhi kesehatan mental, seperti peningkatan kecemasan, depresi, atau gangguan tidur. Ketika seseorang tidak memahami risiko ini dan tetap mengonsumsinya, mereka mungkin mengalami penurunan kondisi tanpa mengetahui penyebabnya.

3. Mengganggu Proses Konsultasi dengan Dokter

Menurut beberapa penelitian pasien yang datang dengan informasi dari internet sering kali membutuhkan waktu ekstra untuk menjelaskan atau mengoreksi pemahaman mereka. Ketika pasien datang dengan asumsi tertentu, mereka mungkin lebih fokus mencari konfirmasi dari dokter daripada benar-benar terbuka terhadap penilaian profesional. Hal ini tidak hanya menyulitkan dokter tetapi juga berpotensi mengurangi efektivitas konsultasi. Beberapa dokter bahkan merasa kompetensinya dipertanyakan ketika pasien lebih mempercayai informasi daring dibandingkan penilaian profesional.

Cara Bijak Mengakses Informasi Kesehatan Mental

1. Pilih Sumber Informasi yang Kredibel

Gunakan platform kesehatan yang telah diverifikasi oleh lembaga terpercaya, seperti situs resmi organisasi kesehatan. Situs seperti WHO (World Health Organization) atau CDC (Centers for Disease Control and Prevention) menyediakan informasi kesehatan berbasis bukti, yang terus diperbarui berdasarkan penelitian terkini atau jurnal ilmiah yang dapat diakses secara publik. Hindari informasi dari blog pribadi atau sumber yang tidak memiliki referensi jelas. Platform seperti PubMed, Google Scholar, atau DOAJ (Directory of Open Access Journals) memungkinkan akses ke penelitian kesehatan yang telah ditinjau oleh ahli.

2. Verifikasi Informasi dengan Profesional

Jika menemukan informasi yang relevan dengan kondisi Anda, jadikan itu sebagai referensi awal, bukan keputusan akhir. Diskusikan temuan Anda dengan psikolog atau psikiater untuk memastikan validitasnya. Informasi dari internet bersifat umum dan tidak mempertimbangkan kondisi unik individu, seperti riwayat kesehatan, faktor genetik, atau situasi psikologis spesifik. Tanpa pengetahuan medis yang mendalam, seseorang mungkin salah menafsirkan informasi dan membuat keputusan yang tidak sesuai, seperti mencoba pengobatan sendiri atau mengabaikan kondisi yang sebenarnya serius. Ingat, hanya profesional medis yang dapat memberikan diagnosis berdasarkan pemeriksaan langsung, wawancara klinis, atau tes yang diperlukan.

3. Perhatikan Sinyal untuk Konsultasi

Profesional Segera cari bantuan jika Anda merasakan gejala seperti perubahan suasana hati yang drastis, gangguan tidur berkepanjangan, atau pikiran untuk melukai diri sendiri. Pikiran seperti ini, termasuk pikiran untuk bunuh diri, adalah tanda bahaya yang tidak boleh diabaikan. Ini membutuhkan perhatian segera untuk mencegah tindakan yang dapat membahayakan diri. Keterlibatan profesional sangat penting dalam menilai kondisi Anda secara menyeluruh.

4. Hindari Forum Daring yang Tidak Diawasi Ahli

Berinteraksi di forum kesehatan online tanpa pengawasan profesional bisa memicu kesalahan persepsi atau bahkan memperburuk kondisi. Informasi yang diperoleh dari forum sering kali berdasarkan pengalaman pribadi peserta, yang mungkin tidak relevan dengan kondisi individu lain. Hal ini dapat membuat seseorang salah memahami gejala atau pengobatan yang sesuai. Diskusi tanpa panduan profesional juga dapat memperkuat kekhawatiran yang tidak perlu, seperti meyakini diagnosis yang salah atau mencoba pengobatan sendiri yang berbahaya. Selain itu, beberapa forum tidak diawasi dengan baik, sehingga peserta dapat menghadapi komentar negatif, penghakiman, atau saran tidak bertanggung jawab yang justru memperburuk kesehatan mental. Pilih komunitas yang memiliki moderator berpengalaman atau konselor resmi.

Dari beberapa informasi tersebut dapat diketahui bahwa, meskipun internet menawarkan kemudahan dalam mengakses informasi kesehatan, penggunaannya harus dilakukan dengan bijak. Self-diagnosis mungkin terlihat praktis, mudah, dan terjangkau tetapi berisiko besar terhadap kesehatan mental jika dilakukan tanpa panduan dari tenaga profesional. Jadikan informasi daring sebagai alat pendukung, bukan pengganti konsultasi medis. Dengan demikian, kita dapat menjaga kesehatan mental secara lebih aman dan bertanggung jawab.

Sumber:

Farnood, A., Johnston, B., & Mair, F. S. (2020). A mixed methods systematic review of the effects of patient online self-diagnosing in the “smart-phone society” on the healthcare professional-patient relationship and medical authority. In BMC Medical Informatics and Decision Making (Vol. 20, Issue 1). BioMed Central Ltd. https://doi.org/10.1186/s12911-020-01243-6

Robertson, N., Polonsky, M., & McQuilken, L. (2014). Are my symptoms serious Dr Google? A resource based typology of value co-destruction in online self-diagnosis. Australasian Marketing Journal, 22, 246-256.

Starcevic, V., Berle, D. & Arnáez, S. (2020) 'Recent Insights Into Cyberchondria', Current Psychiatry Reports, 22(11), p. 56. doi: 10.1007/s11920-020-01179-8.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun