Mohon tunggu...
nurcholilah
nurcholilah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Membaca

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Hak Imunitas Negara, Perlindungan atas Kedaulatan atau Peluang Penyalahgunaan

26 November 2024   10:25 Diperbarui: 26 November 2024   11:39 69
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

prinsip kekebalan negara merupakan konsep kunci dalam hukum internasional, yang menawarkan perlindungan kepada negara dari yurisdiksi pengadilan asing. Pengakuan umum kekebalan negara ini berasal dari gagasan kedaulatan, karena negara adalah entitas independen yang setara satu sama lain, sehingga tidak dapat tunduk pada yurisdiksi negara lain tanpa persetujuan mereka. 

Berbagai manifestasi negara, termasuk lembaga pemerintah, pejabat negara, dan kepala negara, dapat mengecualikan diri mereka dari penegakan hukum nasional yang diberlakukan oleh pengadilan negara lain. 

Pada dasarnya, dasar kekebalan dalam hukum internasional berlabuh pada prinsip-prinsip kedaulatan, kemerdekaan, kesetaraan, penghormatan terhadap negara asing, ekstrateritorialitas, hubungan etika antara negara, dan fungsi diplomatik. 

Doktrin kekebalan negara berusaha untuk mempromosikan etika dan kesopanan dalam interaksi internasional.Akan tetapi dalam penerapan atau dalam praktiknya  hak imunitas negara sering menjadi topik perdebatan karena potensi penyalahgunaan hak imunitas terutama dalam kasus-kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM),ataupun aktivitas yang melibatkan pelanggaran hukum internasional.

Artikel ini akan mengupas lebih mendalam,apakah hak imunitas negara sering berfungsi sebagai perlindungan kedaulatan atau malah justru sebagai celah penyalagunaan hak.

Apa itu Hak Imunitas Negara?

Secara umum imunitas merupakan tejemahan dari kata immunity yang berarti kekebalan, Kekebalan berasal dari kata kebal yang dalam bidang hukum artinya tidak dapat dituntut.

Imunitas Negara berasal dari Prinsip Sovereign equality yaitu bahwa semua negara setara atau sejajar yang harus di hormati kedaulatannya dan tidak boleh tunduk pada yuridiksi Pengadilan negara lain.konsep ini di terangkan dalam konvensi PBB tentang Imunitas yuridiksi negara dan properti mereka (2004) yang menjelaskan bahwa negara tidak dapat di tuntut di pengadilan negara lain tanpa persetujuan yang eksplisit.

Menurut alina Kaczorowska keberadaan Imunitas Negara tidak dapat di lepaskan dari 2 prinsip utama  yaitu:

1. prinsip Par in parem non habet jurisdiction: legal persons dari subyek-subyek yang sejajar posisinya tidak dapat memperoleh penyelesaikan sengketa di pengadilan nasional salah satu dari mereka.

2. prinsip non intervention terhadap masalah dalam negeri negara lain: menegaskan larangan untuk ikut campur terhadap urusan dalam negeri negara lain

terdapat dua pendekatan utama terhadap penerapan imunitas negara

1. Imunitas Absolut yaitu negara dianggap sepenuhnya kebal terhadap pengadilan asing dalam segala aktivitas jadi tidak ada alasan atau upaya apapun yang dapat digunakan untuk membawa suatu negara ke pengadilan negara lain, kerena setiap negara memiliki kedaulatan  atas wilayahnya sendiri dan kedaulatan tersebut harus di hormati oleh negara lain.

2. Imunitas terbabatas: di era, modern banyak negara yang mengadopsi pendakatan ini, yang mebedakan tindakan negara menjadi 2 jenis:

* Acta Jure imperi (tindakan resmi atau aktivitas publik dalam kapasitas kedaulatan) di kenakan imunitas absolut.

* Akta jure gestionis (tindakan dalam kapasitas keperdaatan atau aktivitas keperdataaan) tidak di kenakan imunitas atautidak kebal .

Perlindungan atas Kedaulatan

Hak imunitas negara memberikan perlindungan penting terhadap kedaulatan. Tanpa imunitas ini, hubungan internasional dapat terganggu, karena pengadilan suatu negara mungkin dipakai untuk menyerang kebijakan negara lain. Sebagai contoh:

Kasus "Republic of Argentina v. NML Capital" (2014): Mahkamah Agung AS memutuskan bahwa aset komersial Argentina dapat disita oleh kreditur, meskipun negara tersebut berpendapat bahwa langkah tersebut melanggar kedaulatannya.

Germany v. Italy (2012): Pengadilan Internasional memutuskan bahwa Jerman tidak dapat dituntut di Italia atas pelanggaran HAM yang dilakukan pada Perang Dunia II,dalam hal ini menegaskan kembali pentingnya imunitas negara dalam melindungi kedaulatan negara.

Celah untuk Penyalahgunaan

Di sisi lain, hak imunitas negara sering dikritik karena memberi ruang bagi impunitas, terutama dalam kasus pelanggaran HAM berat. Beberapa contoh menunjukkan bagaimana doktrin ini digunakan untuk menghindari tanggung jawab:

1. Pelanggaran HAM Berat: Perlindungan yang Menutup Akses ke Keadilan

Salah satu kritik terbesar terhadap hak imunitas negara adalah penggunaannya untuk menghindari tanggung jawab atas pelanggaran HAM berat, seperti genosida, penyiksaan, dan kejahatan perang. Banyak kasus menunjukkan bagaimana korban kesulitan mencari keadilan karena doktrin ini melindungi negara dari tuntutan hukum di pengadilan internasional maupun nasional.Contoh: Konflik Darfur dan Imunitas Sudan

Konflik di Darfur, Sudan, menjadi salah satu contoh utama bagaimana hak imunitas negara digunakan untuk menghambat proses hukum. Selama konflik ini, aparat pemerintah dan milisi yang didukung negara melakukan pelanggaran berat, termasuk genosida dan kejahatan perang. Ketika upaya hukum dilakukan terhadap pemerintah Sudan, imunitas negara dijadikan tameng untuk menghindari tanggung jawab.

2. Aktivitas Komersial yang Kontroversial: Celah Ketidakadilan Ekonomi

Selain dalam pelanggaran HAM, imunitas negara juga sering digunakan dalam konteks aktivitas ekonomi, terutama ketika negara melakukan tindakan yang merugikan pihak swasta. Dalam kasus seperti ini, negara sering kali mengklaim bahwa aktivitasnya adalah bagian dari tugas berdaulat (acta jure imperii), meskipun aktivitas tersebut sebenarnya bersifat komersial (acta jure gestionis).Contoh: Sengketa Utang Argentina

Kasus Republic of Argentina v. NML Capital (2014) menjadi ilustrasi bagaimana imunitas negara diuji dalam konteks komersial. Setelah gagal membayar obligasi yang diterbitkannya, Argentina menghadapi tuntutan hukum dari kreditur swasta. Argentina berargumen bahwa langkah-langkah untuk menyita asetnya di luar negeri melanggar kedaulatannya.

Imunitas vs Hak Asasi Manusia

Salah satu tantangan terbesar terhadap imunitas negara adalah ketika hak ini bertentangan dengan norma-norma internasional yang bersifat jus cogens (norma imperatif, seperti larangan terhadap genosida atau penyiksaan). Dalam beberapa kasus, pengadilan telah mencoba menyeimbangkan kedua prinsip ini:

Kasus Ferrini v. Germany (Italia, 2004): Pengadilan Italia mencoba mengabaikan imunitas Jerman dalam kasus pelanggaran HAM selama Perang Dunia II, tetapi keputusan ini akhirnya dibatalkan oleh Pengadilan Internasional.

Kasus Pinochet (Inggris, 1998): Pengadilan Inggris memutuskan bahwa mantan pemimpin Chili, Augusto Pinochet, dapat diekstradisi atas tuduhan penyiksaan, meskipun ia mengklaim imunitas sebagai kepala negara.

Keputusan ini mencerminkan upaya komunitas internasional untuk mempersempit cakupan imunitas negara, terutama dalam kasus kejahatan berat.

Apakah Revisi Diperlukan?

Perdebatan tentang hak imunitas negara telah mendorong banyak negara dan organisasi internasional untuk mempertimbangkan revisi atau pembatasan lebih lanjut. Sebagai contoh:Beberapa pengadilan nasional kini mulai menggunakan pendekatan yang lebih fleksibel, terutama dalam kasus yang melibatkan pelanggaran HAM berat.Aktivisme di level global, termasuk kelompok HAM, terus menekan negara-negara untuk tidak menggunakan imunitas sebagai alasan untuk menghindari tanggung jawab

Kesimpulan

Hak imunitas negara adalah pedang bermata dua. Di satu sisi, ia memberikan perlindungan penting bagi kedaulatan dan stabilitas hubungan internasional. Di sisi lain, ia berisiko menjadi celah untuk menghindari akuntabilitas, terutama dalam kasus pelanggaran HAM berat.Dengan semakin kompleksnya dinamika internasional, komunitas global perlu terus mengevaluasi keseimbangan antara imunitas negara dan prinsip keadilan. Reformasi atau pembatasan tertentu dapat menjadi jalan tengah untuk memastikan bahwa kedaulatan negara tetap dihormati tanpa mengorbankan keadilan bagi korban kejahatan internasional.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun