Hal inilah yang kemungkinan akan menjadi permasalahan yang menurut penulis akan menjadi ancaman dalam rangka mengatasi potensi ancaman yang dapat terjadi di Kawasan Laut China Selatan.
 TUJUAN PENELITIANÂ
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang strategi TNI untuk membangun postur di kawasan Laut Cina Selatan, termasuk faktor-faktor yang memengaruhi kebijakan pertahanan dan keamanan di wilayah tersebut. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk menganalisis peluang dan tantangan keamanan yang dihadapi oleh Indonesia, khususnya terkait dengan konflik dan dinamika politik di Laut Cina Selatan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengembangkan strategi pertahanan yang efektif dan ad
METODE PENELITIAN
Peneliti menggunakan studi kualitatif untuk menganalisisnya, dengan studi pustaka sebagai sumber data utama. Jurnal, buku, arsip, surat kabar, internet, dan publikasi perdagangan online diselidiki untuk mendapatkan informasi dan data yang relevan, yang kemudian dibandingkan dengan teori yang relevan.
HASIL PENELITIAN
Dalam pembangunan pertahanan dan keamanan negara, ada banyak masalah yang harus diselesaikan. Ini termasuk perumusan berbagai regulasi yang mengatur TNI dalam sistem keamanan negara, seperti TAP VI dan VII MPR 2000, UU no.3 tahun 2002, dan kesalahpahaman tentang otonomi daerah (UU no. 22 tahun 1999), yang dapat digunakan oleh pemerintah daerah sebagai alasan untuk melindungi kepentingan daerah mereka sendiri. Pada saat yang sama, kita juga menyadari bahwa anggaran pertahanan adalah masalah besar lainnya yang terkait.
Karena masalah pertahanan harus terpusat, keterlibatan pemerintah daerah secara langsung (APBD) tidak diizinkan dan tidak diatur, masalah anggaran ini harus ditangani oleh pemerintah pusat (melalui APBN). Selain itu, juga ada masalah dengan pembangunan doktrin pertahanan Indonesia melalui doktrin strategis, seperti doktrin TNI, yang merupakan doktrin utama yang menunjukkan posisi, fungsi, identitas, dan konsep perang yang dianut; doktrin AD, AL, dan AU, serta masalah klasik, seperti keterbatasan anggaran pertahanan.
Tugas sipil harus membuat militer menjadi profesional dan disegani melalui postur TNI yang kuat dan berteknologi tinggi. Untuk membangun postur TNI yang kuat dan mekanisme kerjasama antar angkatan yang efisien dan efektif yang dibangun secara terintegrasi dari seluruh kekuatan AD, AL, dan AU, ada dua hal yang perlu diperhatikan: pertama, keamanan laut harus dianalisis dari perspektif sipil sebagai alat negara yang bertujuan untuk menjaga eksistensi negara di mata dunia.
Besar anggaran yang dialokasikan untuk pembangunan dan pengembangan kekuatan pertahanan militer negara-negara besar seperti Amerika Serikat, Rusia, dan China memengaruhi perkembangan lingkungan strategis di tingkat global. Amerika Serikat memprioritaskan anggaran pertahanan untuk mempertahankan persaingan jangka panjang dengan Rusia dan China, yang dianggap sebagai ancaman terbesar bagi Amerika Serikat. Rusia terus memprioritaskan peran militernya. Mereka menjamin penangkalan strategis dan kesiapsiagaan militer untuk mencegah konflik.
Kemampuan ekonomi China dimanfaatkan secara simultan untuk membangun kekuatan dan kemampuan pertahanannya dengan anggaran pertahanan yang semakin meningkat untuk mempertegas kebijakan politik luar negerinya. Pembangunan kekuatan dan kemampuan pertahanan China diwujudkan dengan memodernisasi kekuatan militernya secara masif dengan teknologi yang semakin canggih, membangun kekuatan dan fasilitas militer di Kepulauan Paracel dan Spartly, perubahan struktur dan fungsi 7 Military Regions menjadi 5 Theater Commands dengan Strategi Anti-Access/Areal Denial (A2/AD) yang dilengkapi Rudal jarak jauh, hingga strategi Military-Civil Fusion yang mensinergikan kekuatan militer dan sipil China (Permenhan RI Nomor 3 Tahun 2023 tentang Postur Pertahanan Negara Tahun 2020-2024, 2023).