Mohon tunggu...
Nur Ayu Tresnowati
Nur Ayu Tresnowati Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Lebih suka menonton daripada membaca

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Womens March Jakarta: Kita Perempuan Berdaya, Lawan Patriarki, Habisi Diskriminasi dan Tegakkan Kesetaraan

16 Desember 2024   13:36 Diperbarui: 17 Desember 2024   16:24 67
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
aksi Women March Jakarta 2024 (X @LBHMasyarakat)

Subang -- Gerakan kesetaraan gender seringkali muncul dari keprihatinan dan reaksi terhadap perbedaan sikap dan perlakuan terhadap orang lain berdasarkan gender atau orientasi seksual. Perlakuan berbeda ini dapat dilakukan oleh induvidu, komunitas, lembaga bahkan negara. Respon yang ditunjukkan bisa sangat berbeda-beda, mulai dari turun ke jalan, kampanye digital hingga bertindak sebagai kelompok kepentingan untuk mempengaruhi kebijakan nasional.


Menurut data dari Komnas Perempuan menunjukkan bahwa pelecehan atau kekerasan yang menimpa perempuan karena menjadikan tubuh perempuan sebagai objek terus saja meningkat. Pelecehan seksual masih dinilai sebagai isu yang kurang penting. Padahal pelecehan seksual dan otonomi tubuh merupakan dua hal yang mempunyai keterkaitan erat. Pelecehan seksual adalah tindakan yang sangat berbahaya bagi kondisi psikologis korban.

Kesetaraan gender merupakan isu yang sangat menarik banyak perhatian masyarakat dari berbagai kalangan. Perlu kita ketahui bahwa gerakan memperjuangkan hak-hak perempuan dikalangan masyarakat indonesia telah banyak dilakukan, salah satunya adalah gerakan Women's March, yang terinspirasi dari Women's March di Amerika Serikat. Jakarta adalah kota yang pertama kali melakukan aksi Women's March pada 4 Maret 2017 dan diadakan setiap tahun sejak saat itu. Aksi ini diinisiasi oleh Lintas Feminis Jakarta dalam rangka menyambut Hari Perempuan Internasional yang jatuh pada 8 Maret 2017, gerakan ini adalah sebagai bentuk memperjuangkan hak-hak perempuan, mendukung perubahan sosial yang lebih adil dan kebijakan yang berpihak pada korban untuk mewujudkan kesetaraan yang nyata. 

Aksi ini diikuti oleh kelompok minoritas gender dan seksual, pekerja rumah tangga, buruh migran, masyarakat adat, dan kelompok-kelompok lain untuk menuntut perubahan kebijakan bagi perempuan. Gerakan ini tidak hanya dilakukan oleh para perempuan, walaupun isunya adalah isu yang membela hak-hak kaum perempuan. Tidak sedikit kaum pria yang juga terlibat secara aktif dalam gerakan tersebut. Aksi ini bertujuan untuk mengedukasi masyarakat dan menekan pemerintah agar mengambil langkah konkret untuk mengatasi isu-isu ketidaksetaraan gender.

Tuntutan Women's March Jakarta 2017:

1. Menuntut Indonesia Kembali ke toleran dan keberagaman.

2. Menuntut pemerintah mengadakan infrastruktur hukum yang berkeadilan gender.

3. Menuntut pemerintah dan masyarakat memenuhi hak kesehatan perempuan dan menghapus kekerasan terhadap perempuan.

4. Menuntut pemerintah dan masyarakat melindungi lingkungan hidup dan pekerja perempuan.

5. Menuntut pemerintah membangun kebijakan publik yang pro-perempuan dan kelompok marginal lain, termasuk perempuan difabel.

6. Menuntut pemerintah dan partai politik meningkatkan keterwakilan dan keterlibatan perempuan di bidang politik.

7. Menuntut pemerintah masyarakat menghapus diskriminasi dan kekerasan terhadap kelompok LGBT.

8. Menuntut pemerintah dan masyarakat lebih memperlihatkan isu global yang berdampak pada perempuan, serta membangun solidaritas dengan perempuan di seluruh dunia. 

(dilansir id.wikipedia.org)

Aksi pada 2017 dinilai suskses. Indikasinya adalah banyak sekali dukungan dari kalangan masyarakat terlebih generasi muda yang ikut berpartisipasi dalam aksi tersebut atas keinginan sendiri. Sehingga berdasarkan fakta tersebut WM chapter Jakarta disebut sebagai langkah awal dari sekian banyak kegiatan yang dirancang untuk memperjuangkan hak-hak perempuan dan kelompok minoritas lainnya. 

Sehingga pada tahun berikutnya, yaitu tahun 2018 aksi serupa tidak dilaksanakan di satu titik saja, melainkan dilaksanakan juga di 12 kota lain di Indonesia, yaitu Bandung, Serang, Lampung, Salatiga, Yogyakarta, Malang, Surabaya, Denpasar, Pontianak, Kupang, Sumba, dan Tondano. Bahkan lembaga yang ikut andil semakin luas dan beragam seperti Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), LBH Apik, LBH Masyarakat dan Jaringan Nasional untuk Advokasi Pekerja Rumah Tangga (Jala PRT) dan lain sebagainya. Melalui keterlibatan berbagai lembaga ini, Women's March Jakarta tidak hanya menjadi ajang unjuk rasa, tetapi juga menjadi platform untuk mendorong perubahan sosial yang lebih inklusif dan mendukung hak-hak perempuan di Indonesia.

Tuntutan pada tahun 2018 berfokus pada isu-isu terkait gender seperti kekerasan dan diskriminasi, kemudian perlindungan terhadap asisten rumah tangga dan buruh migran, pernikahan dibawah umur, perlindungan bagi pekerja seks, tindak kekerasan dalam pacaran, serta isu krusial lainnya. RUU PKS yang saat itu belum disahkan juga menjadi isu yang digaungkan kembali. Ditambah lagi dengan adanya RUU Pekerja Rumah Tangga (RUU PRT).

Penilaian akan suksesnya WM di Indonesia pada 2017-2018 tidak bisa dilepaskan dari peranan aktor yang memiliki andil luar biasa bagi terselenggaranya aksi sebagai bentuk eksistensi gerakan. Seperti Anindya Vivi Restuviani, Kate Walton, Kerri Na Basaria, Naila Rizqi Zakiah, dan Emily Lawsen tidak bisa disepelekan. Oleh karena itu, dalam gerakan sosial, penggerak atau aktor sangatlah penting.

Pada 9 Mei 2022 Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) disahkan. Meski hal ini dianggap sebagai sebuah peluang baik dalam perjalanan Indonesia menuju kesetaraan gender, namun sayangnya disahkannya UU TPKS tidak secara langsung menyelesaikan permasalahan ketidaksetaraan gender yang masih terjadi di Indonesia.

Catatan Tahunan Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (KOMNAS Perempuan) pada tahun 2022 menyebutkan ada sebanyak 339.782 perempuan yang mengalami Kekerasan Berbasis Gender (KBG) di Indonesia. Jumlah ini merupakan angka terbanyak dalam 10 tahun catatan KOMNAS Perempuan dan hampir dua kali lipat jumlah kasus dari tahun 2013. 

Pandangan dan ekspektasi sosial yang diberikan pada perempuan juga mengakibatkan timbulnya beban ganda bagi perempuan. Namun pada saat yang sama, perlindungan sosial yang diberikan negara kepada perempuan belum komprehensif dan menyeluruh.

"Penting bagi pemerintah untuk memastikan berjalannya perlindungan sosial yang komprehensif, adil gender dan inklusif, dan dilengkapi dengan alokasi anggaran yang memadai. Akses pada pelayanan kesehatan yang adil gender dan inklusif, termasuk fasilitas dan anggaran bagi terselenggaranya jaminan pelayanan kesehatan seperti visum gratis, pengobatan ARV konseling kespro, layanan aborsi bagi korban pemerkosaan dan kekerasan seksual lainnya, dan pelayanan kesehatan jiwa bagi semua perempuan dan kelompok marginal, rentan minoritas lainnya, termasuk anak, juga harus diberikan sesuai dengan prinsip HAM yang universal,"ucap Igna, dari Yayasan IPAS Indonesia.

Igna menambahkan, "Maka dari itu, perlu bagi pemerintah untuk mendengarkan suara perempuan khususnya dalam membahas RUU Kesehatan. Pemerintah perlu mengintegrasikan prinsip layanan yang berpusat pada pasien dan komprehensif yang berlandaskan perspektif HAM dan gender."(dilansir bantuanhukum.or.id)

Women's March Jakarta (WMJ) 2024 kembali diselenggarakan pada Sabtu,7 Desember 2024. Aksi dimulai di depan kantor Bawaslu RI, serta Panggung Pawai Budaya di titik akhir Silang Monas. Masa aksi membawa 10 tuntutan utama dalam WMJ 2024. Beberapa di antaranya yaitu mengesahkan dan menjalankan kebijakan penghapusan represi terhadap perempuan, kelompok marginal, dan rentan; perlindungan sosial yang inklusif dan adil gender; keterwakilan perempuan dan kelompok marginal di pemerintahan; usut tuntas kasus pelanggaran HAM berat masa lalu; mengatasi krisis iklim; menghentikan kekerasan terhadap perempuan dan masyarakat adat, khususnya di Papua; dan mengakui krisis kemanusiaan di Palestina dan wilayah-wilayah lainnya. (dilansir X @konde_co)

Diskriminasi berbasis gender tidak hanya terjadi dalam kebijakan nasional tetapi juga melalui peraturan daerah berbasis moralitas. Maka dari itu WMJ 2024 menyerukan perlunya regulasi yang komprehensif. Contohnya RUU Penghapusan Diskriminasi, untuk melindungi korban dari ketidakadilan.

Women's March Jakarta tidak hanya sebuah aksi tahunan, tetapi juga menjadi simbol dari upaya kolektif untuk meraih perubahan. Dengan semakin banyaknya orang yang sadar akan pentingnya kesetaraan gender, kita dapat berharap bahwa suara perempuan akan semakin terdengar, bukan hanya dalam acara seperti Women's March, tetapi dalam setiap aspek kehidupan masyarakat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun