Fenomena pamer kekayaan atau flexing yang dilakukan di media sosial menjadi hal lumrah di era digital seperti saat ini. Kita tidak berhak melarang seseorang untuk pamer kekayaan di media sosialnya sendiri.Â
Pamer harta nampaknya ingin membuat orang lain terkesan dengan barang mewah seperti mobil rubicon, pakaian brand, tas mahal sampai liburan dengan harga fantastis di luar negeri pun ikut dipertontonkan di media sosial pribadi.Â
Konten pamer kekayaan pun kian menjamu di era digital dan konten konten ini sudah terbukti membawa banyak kasus yang berakhir jadi bencana bagi si tukang pamer, seperti kasus viral sekarang ini Mario Dandy hingga beberapa orang yang mengklaim dirinya seorang crazy rich sebut saja Indra Kenz, Wahyu Kenzo.Â
Mengapa fenomena flexing ini terus berkembang?
Seperti yang kita ketahui bahwa mengekspos kekayaan yang dimiliki di media sosial adalah hak pribadi masing orang.Â
Nampaknya memang ada "pasar" dalam konten yang bertajuk pamer kekayaan di media sosial dan peminatnya pun tak sedikit jumlahnya yang dibuktikan dengan semakin banyak konten flexing yang diproduksi.Â
Selain itu, media sosial tidak hanya sebatas alat komunikasi saja tetapi juga sebagai interaksi sosial untuk membangun pencitraan diri demi mendapat pengakuan orang lain atas ego mereka.Â
Media sosial kini yang nampak memprihatinkan karena sebagian pengguna medsos sudah kerap membagikan budaya pamer kekayaan ini dengan sengaja bahkan sudah menjadi rutinitas harian.Â
Menyikapi pamer kekayaan dengan cara keren
Kalau kamu di kehidupan nyata bertemu dengan si tukang pamer, kamu bisa menyikapi dengan cara berikut :
1. Menampilkan ketidaktertarikanÂ
Apabila si tukang pamer adalah rekan kerja maka kamu bisa bersikap cuek, biasa biasa saja dan jangan memberikan tanggan apapun di saat si tukang pamer terus membicarakan masalah materi. Ini sebagai upaya untuk menampilkan bahwa kamu tidak terkesan dengan yang dipamerkan.Â
Biarkan saja si tukang pamer bicara terus terusan namun kamu tetap konsisten dengan sikap ketidaktertarikan kamu. Maka perlahan si tukang pamer akan sadar diri dan kamu tidak akan lagi menjadi target dia saat flexing.Â
2. Tidak mudah terpancingÂ
Di saat rekan kamu sedang membahas kekayaan, kamu bisa dengarkan saja dan tidak terpancing ikut bahas hal tersebut.Â
Jika kamu ikut membahas maka kamu akan dianggap tidak mau kalah dan bahasan pamer kekayaan akan semakin terus terusan dilakukan.Â
3. Membatasi percakapan
Membatasi percakapan dengan tukang pamer sangat diperlukan. Kamu bisa bahas hal seputar pekerjaan saja jika si tukang pamer ini adalah rekan kerja.Â
Selain hal pekerjaan kamu bisa mengurangi percakapan supaya tidak terjebak dengan pembahasan kekayaan yang hanya menyombongkan hal materil yang mereka miliki.Â
Ada tujuan tertentu dengan pamer kekayaan
Budaya pamer kekayaan didukung dengan adanya media sosial dan pengaruh influencer di Indonesia.Â
Secara tidak langsung, tren ini mengubah standar lingkungan dan membuat setiap orang saling berlomba untuk mendapat pengakuan dari orang lain di media sosial.Â
Budaya flexing akan dianggap bahwa orang yang memiliki barang mewah akan lebih dihargai di media sosial dibandingkan orang yang tampil biasa saja.Â
Selain itu, tren ini memiliki potensi merusak kesehatan mental karena jika tidak mampu memiliki barang mewah akan merasa percaya diri turun dan bisa stres.Â
Berkaca dari kasus investasi bodong yang dilakukan influencer, tren pamer kekayaan justru dimanfaatkan sebagai wahana untuk melakukan penipuan. Masyarakat yang ingin hidup seperti mereka akan tergiur untuk ikut gaya hidup mereka dan bergabung dalam investasi tipu tipu tersebut.Â
Jangan mudah percaya dengan orang yang suka pamer kekayaan di media sosial. Bisa jadi ada "udang" dibalik flexing yang dilakukan mereka.Â