Mohon tunggu...
Nur Asih Jayanti
Nur Asih Jayanti Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa - Freelancer // Belajar menulis // CP : menurasih@gmail.com

Senang menulis tentang Pertanian, pangan, dan lifestyle. Enjoy the moment!

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Kenali Apa Itu Shopaholic, Bisa Jadi Gangguan Mental

17 Februari 2023   11:58 Diperbarui: 17 Februari 2023   12:06 614
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber ilustrasi: pexels.com - belanja lewat ecommerce

Kemajuan teknologi membuat kita dimanjakan dalam segala hal. Kita tinggal scrol gadget kita dan bisa melakukan apa saja, termasuk belanja. Tentu kita bisa belanja online melalui e-commerce. 

Belanja sudah menjadi salah satu gaya hidup dan kegiatan yang menyenangkan bagi semua orang, juga bisa menjadi momen healing sejenak. Selain itu, kita cukup duduk manis sudah bisa melakukan belanja online tanpa harus keluar rumah. Selanjutnya kita tinggal menunggu barang diantar ke rumah jadi kita tidak repot. 

Kita terkadang terlena saat berbelanja karena melihat dan tertarik dengan diskon yang diberikan. Sehingga kita sering belanja barang yang tidak terlalu diperlukan dan menghambur hamburkan uang saja. 

Suka belanja tidak masalah tetapi kamu harus hati-hati, jangan sampai kecanduan belanja atau shopaholic. Secara psikologi, shopaholic ini bisa termasuk gangguan mental.

Shopaholic (kecanduan belanja)

Shopaholic ini adalah kondisi seseorang yang suka sekali belanja dan tidak bisa dikendalikan. Orang ini cenderung akan membeli semua barang meskipun barang tersebut tidak diperlukan bahkan sudah pernah dibeli.

Kondisi penderita shopaholic sudah diakui sebagai gangguan mental dan sudah ada sejak awal abad ke 20. Dikutip dari American Addiction Center Resource menyatakan bahwa terdapat masalah pada otak sehingga kecanduan dengan apa yang dirasakan saar belanja. 

Shopaholic merasakan bahagia saat bisa berbelanja karena otak melepaskan hormon endorfin dan dopamin. Hal tersebut yang akhirnya menyebakan rasa adiktif dan kecanduan belanja. 

Dikutip dari alodokter, berikut karakteristik si shopaholic :

1. Perasaan senang dan bahagia yang intens saat belanja 

Seorang shopaholic memanfaatkan belanja untuk meredam emosi yang tidak menyenangkan. Suasana hati yang buruk akan menyebabkan stress dan memicu keinginan berbelanja. Dan saat membeli barang maka akan merasa puas dan ketagihan.

2. Rasa bersalah setelah membeli barang, namun diulangi lagi

Setelah rasa senang dirasa, seorang shopaholic biasanya merasa menyesali perbuatannya. Namun, ketika tidak belanja akan cenderung kesal, tidak menikmati hidup. Sehingga meski sadar akan perilakunya yang berbelanja berlebihan, si shopaholic tetap terus melakukannya. 

3. Belanja secara diam-diam

Adanya belanja online sangat mendukung untuk shopaholic berbelanja diam diam dan menyembunyikan barangnya. Shopaholic cenderung malu jika berbelanja dengan orang lain. Hal ini karena dia merasa bersalah atas perilakunya. 

Bahaya shopaholic

Kecanduan belanja ini dapat memberikan dampak yang serius bagi orang tersebut. Kondisi shopaholic ini dipicu karena faktor kesepian sehingga akhirnya membuat belanja untuk melepas kesepian dan memiliki interaksi positif. 

Shopaholic dapat mengalami gangguan kecemasan dan tidak ragu untuk melakukan apa saja termasuk tindak kriminal. Dia bisa mencuri kartu kredit orang tuanya untuk memenuhi keinginan berbelanjanya. 

Berhenti untuk belanja saja tidak cukup untuk mengatasi kecanduan belanja ini. Penanganan yang tepat harus dilakukan sesuai dengan tingkat keparahan.

Dikutip dari alodokter, berikut langkah untuk meredakan kecanduan belanja :

1. Menyadari dan akui bahwa perbuatan tersebut merugikan diri sendiri serta menghentikan belanja online. 

2. Kamu bisa membicarakan kepada orang terdekat terhadap masalah tersebut.

3. Menghindari penggunaan kartu kredit dan menyimpan uang tunai dalam jumlah sedikit saja. 

4. Berbelanja dengan ditemani keluarga atau teman saja untuk berhemat.

5. Meminta bantuan keluarga untuk mengontrol pengeluaran. 

Jika tetap tidak bisa dikontrol, maka sebaiknya kamu menemui psikiater ahli kesehatan mental untuk konsultasi. Dengan terapi perilaku, maka bisa diketahui faktor penyebab dibalik berbelanja yang impulsif tersebut dan cara pencegahan yang tepat. 

Kita mungkin tidak menyadari bahwa perilaku kita sendiri termasuk shopaholic. Maka dari itu pahami tanda tandanya sehingga tidak menyebabkan masalah financial dikemudian hari. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun