Mohon tunggu...
Nur Arviyanto Himawan
Nur Arviyanto Himawan Mohon Tunggu... Freelancer - Seorang pembelajar

Seorang pembelajar

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mengatasi Kesulitan Belajar

2 Desember 2017   14:42 Diperbarui: 2 Desember 2017   14:48 2397
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam proses pembelajaran, tentunya kita pasti pernah mengalami kesulitan yang menghambat kita dalam memperoleh suatu ilmu. Setiap orang tentunya memiliki kesulitan yang berbeda. Kesulitan-kesulitan belajar tersebut tentunya harus segera dicarikan solusinya. Jika dibiarkan maka hasil pembelajaran yang diterima pun tidaklah maksimal. Berikut ini saya paparkan beberapa kesulitan belajar serta solusinya yang diambil dari studi kasus salah seorang siswi MAN yang pernah saya wawancarai. 

1. Cara mengajar gurunya.

Dalam hal ini responden mengaku metode yang digunakan oleh gurunya kurang efektif, dimana dalam aktivitas mengajar sang guru membuat suatu olimpiade. Sehingga terjadi persaingan murid dalam mendapatkan nilai saat KBM. Sang guru hanya menilai yang aktif, sehingga menurut responden, siswa yang aktif menjadi tambah aktif, dan siswa yang pasif menjadi tambah pasif. Anak yang kurang aktif ini akan tertinggal dari teman-temannya. Selain itu guru terlalu banyak bercerita hal yang tidak sesuai dengan pelajaran.

Yang perlu responden lakukan adalah mengubah pola berpikirnya. Jadikan adanya olimpiade itu sebagai motivasi ekstrinsik bagi dirinya, sehingga dirinya terdorong untuk bersaing dengan teman-temannya. Jika guru terlalu banyak bercerita hal-hal yang tidak berkaitan dengan pelajaran sehingga proses belajar terganggu, maka cobalah tegur guru tersebut.

2. Materi fisika terlalu rumit dan kesulitan dalam mengitung secara matematis terutama dalam rumus

Menurut responden hampir semua materi fisika susah, contohnya materi tentang  lensa. Karena banyak rumus, dia hanya mencoba menghafal tahap-tahapnya. Menurutnya, lebih mudah memahami materi dibanding menghafal rumus. Karena lemah dipelajaran yang berumus, mood dalam belajar di sekolah turun. Apalagi dirinya sulit menerapkan rumus pada soal yang bervariasi.

Memang tidak ada proses belajar yang dikatakan mudah, apalagi belajar fisika yang materinya sangat banyak. Ubahlah gaya belajar yang selama ini dilakukan, dan cobalah untuk membuat mind map dari setiap materi untuk lebih mudah dipahami. Beranikan diri untuk bertanya hal-hal yang belum dipahami kepada guru maupun teman sebaya. 

Janganlah memandang rumus sebagai sesuatu yang menakutkan, anggaplah rumus-rumus tersebut merupakan sebuah petualangan yang menarik utnuk ditelusuri. Janganlah terlalu mengandalkan hafalan rumus, tapi cobalah untuk memahami konsepnya. Rajinlah berlatih dalam menjawab soal seakan-akan kita haus akan soal-soal, dan bayangakn jika soal-soal itu berisi puzzle-puzzle yang menunggu untuk dipecahkan. Ingatlah, bahwa bisa karena terbiasa.

3. Kesulitan mengatur waktu karena bersekolah dan belajar di pondok

Alasan responden bersekolah di salah satu MAN yang bekerjasama dengan pondok pesantren, karena orangtuanya ingin dirinya sekolah dan mondok. Dirinya mengakui bahwa untuk mengatur waktu sangatlah susah karena dirinya memiliki kegiatan yang begitu padat, entah di sekolah maupun di pondok. Rasa kantuk juga sering menghampirinya saat belajar di sekolah. Dirinya kewalahan untuk bisa belajar, apalagi mempelajari fisika yang menurut dia rumit.

Memang sungguh luar biasa sekali jika seseorang bisa bersekolah disertai dengan mondok, dan tentunya itu merupakan tantangan yang hebat. Sebelum tidur, cobalah buat sebuah list berisi aktivitas-aktivitas yang akan kita lakukan keesokan hari beserta waktunya. Usahakan meluangkan waktu kita untuk belajar atau mengulangi pelajaran yang telah kita dapat minimal 1 kali dalam sehari. Tak perlu lama-lama, cukup 20 sampai 30 menit asalkan dilaksanakan secara rutin. 

Di akhir minggu, buatlah acara belajar bersama teman dan pilih tempat belajar yang nyaman. Belajarlah secara santai tapi tetap mempertahankan keseriusan kita. Apabila kita mempunyai waktu untuk beristirahat, dan biasankan diri kita menggunakan waktu itu sebaik mungkin walaupun hanya sebentar. Jika perlu, istirahatlah terlebih dahulu sebelum belajar agar pikiran kita kembali segar dan tidak muncul rasa kantuk.

4. Merasa jenuh dengan aktivitas sehari-hari

Padatnya rutinitas yang harus ia jalani menimbulkan rasa jenuh pada dirinya. Apalagi aturan pondok yang sangat ketat, membuat ia merasa terkekang.

Rasa jenuh memang acapkali menghampiri kita, apalagi jika rutinitas kita padat. Atasi rasa jenuh itu dengan melakukan kegiatan yang menyenangkan seperti bercanda dengan teman, melakukan olahraga, bermain game asalkan jangan menjadi candu,  adakan kegiatan tamasya, bersilaturahmi ke rumah teman diakhir minggu atau bisa bisa mencoba membuat percobaan-percobaan yang berhubungan dengan fisika. Intinya kemas dan sisipkanlah rutinitas sehari-hari itu dengan hal-hal yang menghibur agar tubuh kita segar kembali dan jiwa kita bersemangat kembali.

5. Masalah keluarga

Dia berasal dari keluarga yang berkecukupan dalam ekonomi terutama dalam kebutuhan mendasar seperti makan dan minum. Ayahnya dan ibunya adalah seorang petani. Dia adalah anak keempat dari empat bersaudara. Walaupun orang tuanya berkecukupan, tapi dari keempat bersaudaranya hanya dia yang melanjutkan sekolah sampai ke jenjang SMA. Akhir-akhir ini ibunya menderita sakit keras, sehingga butuh biaya pengobatan yang tidak sedikit. 

Kadangkala dia berpikir bahawa untuk apa dia bersekolah jika untuk biaya berobat orang tuanya tidak ada, lebih baik berhenti sekolah dan uang untuk sekolah itu digunakan untuk biaya pengobatan, pikirnya. Karena jauh dari orang tua, dia harus pandai-pandai jaga diri, sehingga dia sangat memegang teguh nasihat orang tuanya. Responden mengakui jika muncul rasa kangen terhadap keluarga, maka minat belajarnya turun.

Berbagai masalah yang dihadapi tentunya memberikan efek pada psikologi belajar siswa, apalagi jika masalah itu melanda orangtua. Responden yang jauh dari orang tua, mengaku minat belajarnya akan turun jika rasa rindu melanda. Memang wajar jika ada rasa rindu, tapi ubahlah rasa rindu itu menjadi sebuah dorongan bagi kita untuk berbuat lebih, sehingga kelak rasa rindu itu terbayar dengan senyum indah diwajah kedua orangtua kita. 

Ubah juga pendangan bahwa kita lebih baik putus sekolah demi pengobatan orangtua kita, itu malah akan menjadi beban pikiran orang tua yang semakin memperparah sakitnya. Ingatlah bahwa orang tua kita berjuang untuk bisa menyekolahkan kita, akankah kita membalasnya dengan kekecewaan. Kalaupun kita ingin membantu dalam hal biaya, kita bisa menghemat pengeluaran kita agar tanggungan kedua orangtua kita bisa lebih ringan. Kesuksesan kita adalah kebahagiaan terbesar mereka, tetaplah berdoa demi kesembuhan orangtua, serta ingatlah bahwa setelah kesusahan itu ada kemudahan dan Alloh SWT akan menundukan dunia ini pada orang yang berilmu.

6. Masalah lingkungan dan fasilitas sekolah.

Menurutnya suasana kelas sudah cocok untuk pembelajaran, tapi untuk suasana sekitar sekolah masih belum kondusif karena masalah lingkungan terutama ada selokan besar di sekitar sekolah yang baunya sangat mengganggu. Fasilitasnya masih belum memadai, seperti laboratorium IPA yang masih bercampur antara laboratorium fisika, laboratorium kimia, dan laboratorium biologi.

Tak diragukan lagi memang jika lingkungan dan fasilitas sekolah berpengaruh terhadap kegiatan belajar mengajar. Jika kegiatan belajar tidak didukung lingkungan yang kondusif, maka akan timbul gangguan-gangguan dalam belajar. Sama halnya jika fasilitas yang disediakan sekolah terbatas, tentunya proses belajar mengajar tidak berjalan optimal. Untuk masalah lingkungan, seharusnya pihak sekolah menutup bagian atas selokan itu  agar bau menyengat dari selokan itu bisa berkurang atau pihak sekolah bisa bermusyawarah dengan pemerintah setempat untuk memindahkan aliran selokan ke tempat lain.

 Sedangkan untuk masalah fasilitas, pihak sekolah perlu berusaha melengkapi fasilitas-fasilitas yang kurang, terutama pembangunan laboratorium terpisahtiap mata pelajaran sains. Jika laboratorium tiap pelajaran sains ditempatkan ditempat yang sama, maka pengguanaannya kurang maksimal karena harus berbagi waktu untuk tiap pelajaran tersebut. Jika tempat laboratorium dipisah, maka siswa akan lebih nyaman untuk belajar. Apalagi saat praktikum fisika, dimana siswa bisa lebih bereksplorasi dan terhindar dari berbagai macam gangguan, seperti bau zat kimia yang menyengat.

7. Adanya hubungan lain jenis

Adanya hubungan lain jenis yang dekat kadang menjadi motivasi karena saling menyemangati, tapi kadangkala saat ada masalah terus terpikirkan dan semangat belajar turun.

Wajar jika pada remaja mulai muncul rasa suka terhadap lawan jenis. Ini akan berdampak positif apabila motivasi belajar meningkat karena adanya hubungan lawan jenis yang dekat dimana mereka saling memotivasi satu sama lain. Tapi akan berdampak negatif apabila motivasi belajar menurun akibat adanya masalah dalam hubungan tersebut. Untuk menghindari dampak negatif itu, kita perlu berpikir lebih dewasa dan menganggap bahwa masalah itu dapat diselesaikan dengan baik dan dengan kepala dingin. 

Tentunya ini membutuhkan adanya kontrol emosi yang rasanya masih susah dilakukan oleh remaja karena emosi mereka masih labil. Pikirkan jalan keluar yang menurut kita paling baik dengan mempertimbangkan perasaan teman dekat kita itu. Ingat kembali tujuan kita bersekolah, ingat kembali nasihat yang diberikan orangtua kita, dan ingat kembali Alloh SWT. Kita jangan sampai dikalahkan oleh masalah itu. Jangan katakan kepada Alloh SWT bahwa kita punya masalah yang besar, tapi katakanlah bahwa kita punya Alloh SWT Yang Maha Besar.

8. Sulit beradaptasi

Seperti yang telah diketahui bahwa responden baru saja bertransformasi dari siswa SMP ke siswa SMA, tentunya banyak hal yang harus ia sesuaikan terutama dalam belajar fisika yang lebih mendalam.

Suatu adaptasi memang mutlak diperlukan terhadap lingkungan baru, apalagi saat memasuki jenjang baru di SMA. Kita diharapkan bisa bertransformasi dari siswa SMP ke siswa SMA yang tentunya memiliki atmosfir yang berbeda. Untuk dapat beradaptasi dengan baik, kita perlu mengenali lingkungan yang baru, teman baru, guru baru, materi baru, dll. 

Kemudian kita mengamati bagaimana sifat-sifat dari teman dan guru, cara penyampaian materi oleh guru, dll. Selanjutnya menyatulah dengan lingkungan baru dengan cara membentuk relasi dan ubahlah gaya belajar kita ketika SMP apabila sudah tidak cocok lagi jika kita terapkan di SMA. Kemudian buat diri kita senyaman mungkin dengan lingkungan baru.

9. Masih ragu-ragu dalam mengungkapkan pendapat karena takut salah dan malu

Dirinya mengakui bahwa masih ada rasa ragu-ragu dalam mengungkapkan pendapat, karena dia menganggap bahwa jika jawabannya salah maka dirinya akan merasa malu apalagi saat menjawab pertanyaan yang diajukan guru.

Responden perlu meningkatkan rasa percaya dirinya untuk bisa berani mengungkapkan pendapat. Percayalah bahwa orang lain akan menghargai pendapat kita walaupun pendapat tersebut salah menurut mereka. Timbul rasa malu memang wajar, tapi dari rasa malu itu kita akan belajar banyak hal. Berlatihlah berbicara didepan banyak orang. Jangan ragu-ragu jika pendapat kita mempunyai dasar yang jelas, apalagi fisika itu merupakan ilmu pasti.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun