Mohon tunggu...
Nurana Sari
Nurana Sari Mohon Tunggu... Mahasiswa - Just a Human

Your life is as good as your mindset

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Gunboat Diplomacy: Kapal Perang sebagai Alat Peraih Kepentingan Suatu Negara

30 November 2021   17:19 Diperbarui: 30 November 2021   17:36 473
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Source : Pinterest/medium.com

 

Seiring dengan perkembangan zaman yang semakin modern yang mana ditandai dengan adanya kemajuan tekhnologi terkhusus pada tekhnologi transportasi yang secara tidak langsung telah memberikan dampak yang sangat signifikan terhadap umat manusia. 

Dalam hal ini, bisa kita contohkan pada transportasi laut seperti kapal yang kegunaannya telah berubah, dimana pada zaman dulu kapal difungsikan untuk mengangkut manusia berpindah tempat, namun untuk zaman sekarang ini kapal telah dijadikan untuk berperang bahkan berdiplomasi. 

Sudah kita ketahui bahwa diplomasi merupakan suatu cara yang dilakukan untuk menjalin hubungan dengan pihak ataupun negara lain melalui kerjasama dialog serta melakukan perundingan (Abdi, 2021). 

Dialog ataupun perundingan tersebut biasanya dilakukan di dalam ruangan kerja ataupun kantor-kantor tertentu, namun di era modern ini, dialog ataupun perundingan tersebut bisa juga dilakukan melalui kapal perang  yang mana dikenal dengan sebutan Gunboat Diplomacy. 

Gunboat Diplomacy atau diplomasi kapal perang ini dianggap diplomasi yang unik dikarenakan alat yang digunakan dalam melakukan diplomasi ini adalah kapal perang.

Gunboat Diplomacy sendiri datang dari era imperialism yang lahir pada akhir abad ke-19. Tokoh terkenal di dalam Gunboat Diplomacy yaitu Thedore Roosevelt yang pada masa itu merupakan presiden Amerika Serikat bersama ideologinya yaitu 'pentungan besar'. 

Ketika Gunboat Diplomacy lahir, pada saat itu kekuatan Barat yaitu Amerika Serikat dan bangsa-bangsa Eropa saling melakukan persaingan satu sama lain untuk mendirikan kerajaan perdagangan kolonial di Asia, Afrika, dan juga Timur Tengah. Pada saat itu, ketika diplomasi konvensional kapal  gagal maka perang negara-negara besar tiba-tiba muncul (Longley, 2019). 

Mereka akan beroperasi di sepanjang pantai perairan negara-negara kecil yang mana akan dirampas dengan cara menembakkan meriam kearah daratan secara terus menerus. 

Hal tersebut ditujukan untuk mendapatkan pengaruh agar negara sasaran tersebut menyerahkan dirinya dan juga memenangkan diplomasi (Letkol Laut (P) Dickry Rizanny N., 2017). 

Ketika negara-negara yang kecil tak bisa menyaingi kekuatan militer yang dimiliki negara-negara besar maka hal tersebut pastinya akan membuat negara-negara kecil merasa takut serta akan memutuskan tuk menyerah dan akhirnya keinginan-keinginan negara besar akan diturutinya. 

Dengan demikian maka Gunboat Diplomacy merupakan suatu cara ataupun aksi yang dipakai oleh suatu negara dengan menggunakan kekuatan yang dimiliki oleh Angkatan Laut di negaranya sendiri yang bertujuan untuk mencapai ataupun meraih kepentingan negaranya. 

Dengan istilah lain, kapal perang dipakai untuk melakukan penekanan ataupun ancaman dan juga memaksa ke pihak lawan supaya mereka nantinya menuruti keinginan ataupun permintaan yang diminta oleh pihak yang bersangkutan. Gunboat Diplomacy  ini masuk ke dalam hard diplomacy yang mana sangat dekat dengan menggunakan kekuatan militer.

Di dalam perkembangannya, Gunboat Diplomacy acap kali dipakai oleh negara-negara yang memiliki super power (kekuatan besar) yang bertujuan untuk menduduki negara-negara yang lebih kecil dari negaranya sendiri. 

Dengan demikian maka negara-negara yang memiliki super power akan terus menerus memakai dan memanfaatkan kekuatan militer negaranya yang nampak tidak sepadan dengan pihak lawannya. 

Tidak hanya itu saja, negara-negara yang memiliki super power tersebut juga akan terus mengambil kesempatan untuk meraih kepentingan negaranya sendiri dikarenakan belum berlakunya hukum internasional dalam mengatur penekanan yang dilakukan oleh suatu negara ke negara lainnya. 

Di dalam hal ini bisa dicontohkan ketika Amerika Serikat melakukan Gunboat Diplomacy di Asia. Kejadian itu terjadi ketika Komodor Matthew C. Perry mengarungi armadanya ke Teluk Tokyo pada tahun 1853. Pada saat itu, Ia melakukan intimidasi ke pihak Jepang untuk membuka diri terhadap perdagangan luar negeri (Lander, 2011).

Prinsip ataupun dasar yang diterapkan di dalam Gunboat Diplomacy yaitu mengejar dan kemudian pada akhirnya akan menghasilkan suatu kepentingan dengan adanya intimidasi ke pihak lawan tanpa menghadirkan permasalahan-permasalahan ataupun konflik serta biaya yang lebih besar. 

Saat ini, prinsip ataupun dasar yang terdapat di dalam Gunboat Diplomacy ini tidak pernah berubah ataupun dihilangkan, tetapi dalam hal taktik ataupun strategi mengalami perubahan. Meskipun Gunboat Diplomacy atau diplomasi kapal perang ini sudah cukup lama kehadirannya, namun diplomasi ini masih eksis bahkan masih digunakan hingga saat ini. 

Dengan begitu maka, Gunboat Diplomacy  ini tidak dianggap usang oleh pihak-pihak ataupun negara-negara yang memiliki superpower. Hal ini bisa dicontohkan dengan latihan yang dilakukan oleh Angkatan Laut negara Iran di Selat Hormuz pada tahun 2011. 

Latihan tersebut dilakukan untuk memperlihatkan potensi yang dimiliki oleh Angkatan Laut negara Iran dalam hal melakukan penembakan peluru kendali atau disebut dengan rudal. 

Penembakan peluru kendali tersebut dilakukan dari kapal selam ke arah kapal permukaan. Dengan diadakannya latihan penembakan tersebut, ditujukan agar pihak-pihak ataupun negara-negara lainnya tahu bahwa negara Iran sanggup untuk menutup Selat Hormuz pada saat negara Iran tersebut merasa dalam kondisi yang berbahaya. Jarak beberapa hari kemudian, datanglah kapal Angkatan Laut Amerika Serikat ke Selat Hormuz. 

Kapal yang digunakan oleh Amerika Serikat merupakan kapal terbesar di negaranya. Pada saat itu, Amerika Serikat tidak datang sendirian. Kapal yang dibawa Amerika Serikat dikawal oleh kapal yang dimiliki oleh Angkatan Laut Prancis dan juga Inggris. Mereka melakukan perlayaran melewati Selat Hormuz. 

Dalam hal ini sudah kita ketahui bahwa Selat Hormuz ini merupakan akses yang sangat penting di Teluk Persia yang dilewati oleh kapal-kapal pengangkut sepertiga minyak di dunia (DetikNews, 2011). Pelayaran yang dilakukan oleh Amerika Serikat beserta mitranya itu ditujukan untuk memberi informasi bahwa Amerika Serikat memiliki tanggapan yang cekat dalam melawan Iran. 

Dengan begitu, perbuatan yang dilakukan oleh Iran dan Amerika Serikat beserta mitranya ditujukan untuk memperlihatkan kekuatan-kekuatan yang dimiliki masing-masing negaranya. Tak hanya itu saja, perlayaran yang dilakukan itu juga ditujukan untuk memberikan pengaruh yang besar terhadap negara-negara lainnya.

Gunboat Diplomacy atau diplomasi kapal perang ini juga pernah dilakukan dalam menyelesaikan konflik yang terjadi di Pulau Spartly. Konflik tersebut terjadi diantara beberapa negara yaitu Brunei, Filipina, Malaysia, Taiwan, Tiongkok, dan juga Vietnam. 

Pada saat itu, kapal perang yang dimiliki oleh negara Tiongkok acap kali berada di dekat Pulau Spartly tersebut. Kemudian terjadilah kekakuan diplomasi diantara negara Tiongkok dengan negara-negara lainnya yang sedang berkonflik. Kekakuan tersebut terjadi ketika kapal-kapal yang dimiliki oleh negara Tiongkok kandas di kepulauan itu. 

Selain digunakan di dalam menyelesaikan konflik Pulau Spartly, Gunboat Diplomacy ini bahkan pernah dilakukan oleh pemerintah Indonesia. Sewaktu itu, pemerintah Indonesia melakukan pendekatan Gunboat Diplomacy Untuk menghadapi masuknya kapal-kapal nelayan dan juga kappa;-kapal yang dimiliki oleh prmerintahan negara China di Laut Natuna Utara. 

Tak hanya mengirimkan lebih banyak kapal-kapal perang, pemerintah Indonesia juga melayangkan nota protes ke pihak pemerintahan negara China untuk mendesak kapal-kapal negara China agar menjauh serta meninggalkan kawasan Zona Ekonomi Eklusif (ZEE) Indonesia (Pattisina, 2020).

Gunboat Diplomacy atau diplomasi kapal perang masih dianggap masih memiliki keefektivitasan oleh negara-negara yang memiliki super power, hal ini dikarenakan ancaman yang diberikan suatu negara terhadap pihak lawan ditutupi dengan adanya penampilan kekuatan militer. 

Negara-negara tersebut bisa saja memenangkan peperangan dan memberikan pengaruh ke pihak lawan tanpa adanya peluru yang ditembakkan dan akhirnya tidak ada pertumpahan darah yang terjadi. 

Pada era peperangan modern seperti saat ini, Gunboat Diplomacy masih sangat cocok untuk masa sekarang, walaupun kita ketahui bahwa di dalam aspek persenjataan telah mengalami kemajuan tekhnologi yang sangat besar seperti contohnya pertahanan jarak jauh yang terkadang tak memberikan pengaruh yang cepat dibandingkan kapal perang itu sendiri. 

Meskipun begitu, namun Gunboat Diplomacy ini masih memiliki kekurangan. Kekurangan yang dimiliki oleh Gunboat Diplomacy atau diplomasi kapal perang ini adalah tidak bisanya negara-negara lain membantu ataupun memberikan pertolongannya kepada negara-negara yang sedang diintimidasi oleh negara-negara yang memiliki super power.

Kekurangan yang telah disebutkan tadi bisa dibuktikan dengan tragedi tenggelamnya kapal selam yang dimiliki oleh Rusia yaitu k-141 Kursk . 

Kejadian tersebut terjadi pada tanggal 12 Agustus 2000 di Laut Barents yang awalnya mengalami ledakan yang disebabkan oleh salah satu torpedo yang dimiliki oleh kapal Selam Rusia tersebut. Ledakan yang terjadi tak langsung meluluhlantahkan seluruh badan kapal selam tersebut, tetapi membuat bocor lambung kapal selam itu. 

Di dalam kejadian itu, terdapat sekitar 20 orang yang berhasil menyelamatkan diri. Lama kelamaan, kapal tersebut tenggelam ke dasar lautan Barents dan orang-orang  yang belum sempat menyelamtkan dirinya pun ikut tenggelam. 

Mereka terjebak dan tak ada yang membantu ataupun memberikan pertolongan untuk menyelamatkan mereka dikarenakan pada saat itu sedang terjadi perdebatan besar. 

Bahkan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) ingin memberikan bantuannya yang bisa dipakai untuk membantu orang-orang yang terjebak di dalam kapal selam tersebut, tetapi pihak Rusia tidak menerima bantuan itu dengan alasan di dalam kapal tersebut terdapat rahasia yang tak boleh diketahui oleh pihak ataupun negara lain terutama bagi Amerika Serikat beserta mitranya. 

Dan akhirnya, Rusia menerima bantuan itu, tetapi sayangnya orang-orang yang terjebak tadi sudah meninggal (Permana, 2021). Dari kejadian kapal selam Rusia yang telah dijelaskan tadi, bisa dikatakan bahwa Gunboat Diplomacy mempunyai dampak yang tidak baik terkhusus untuk hal yang berkaitan dengan kemanusiaan. 

Dalam hal ini, negara Rusia yang memiliki peranan sebagai negara adidaya tak ingin jika rahasia yang ada di dalam kapal selam miliknya bocor ke pihak-pihak ataupun negara-negara lainnya.

Dari pembahasan yang telah diuraikan diatas maka bisa disimpulkan bahwa Gunboat Diplomacy atau diplomasi kapal perang ini dipakai sebagai utusan suatu negara dalam meraih kepentingan ataupun keinginannya dengan menggunakan kekuatan militer yang dimiliki negara tersebut. 

Tak hanya itu saja, Gunboat Diplomacy ini juga bisa dipakai untuk menyelesaikan permasalahan permasalahan yang terjadi diantara negara yang bersangkutan. 

Tekhnik diplomasi ini masih sering digunakan oleh negara-negara yang memiliki superpower. Prinsip ataupun dasar yang terdapat di dalam Gunboat Diplomacy atau diplomasi kapal perang ini tidak pernah berubah ataupun dihilangkan, tetapi dalam hal taktik ataupun strategi mengalami perubahan. 

Meskipun Gunboat Diplomacy atau diplomasi kapal perang ini sudah cukup lama kehadirannya, namun diplomasi ini masih eksis bahkan masih digunakan hingga saat ini. 

DAFTAR PUSTAKA

Abdi, H. (2021, May 18). Diplomasi adalah Seni dan Praktik Bernegosiasi, Kenali Fungsi dan Tugasnya. Retrieved November 28, 2021, from LIPUTAN6:liputan6.com

DetikNews. (2011, December 29). Iran Ancam Tutup Selat Hormuz, AS Geram. Retrieved November 29, 2021, from detiknews: news.detik.com

Lander, M. (2011, November 12). A New Era of Gunboat Diplomacy. Retrieved November 29, 2021, from The New York Times: www.nytimes.com

Letkol Laut (P) Dickry Rizanny N., M. (2017, June 1). Mengulas Peran Gunboat Diplomacy Saat Ini (Bagian I). Retrieved November 28, 2021, from MARITIMNEWS.COM: maritimnews-com

Longley, R. (2019, November 22). Gunboat Diplomacy : Teddy Roosevelt's 'Big Stick' Policy. Retrieved November 28, 2021, from ThoughtCo.: www.thoughtco.com

Pattisina, C. (2020, January 6). Diplomasi Kapal Perang. Retrieved November 29, 2021, from kompas.id: www.kompas.id

Permana, R. H. (2021, April 27). Cerita Evakuasi Kapal Selam Kursk Rusia yang Tenggelam Tahun 2000. Retrieved November 30, 2021, from detiknews:news-detik com.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun