Mohon tunggu...
Nuraisyah
Nuraisyah Mohon Tunggu... Lainnya - Almamater Universitas Islam Negeri Sumatera Utara, Stambuk 2017

Universitas Islam Negeri Sumatera Utara Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Pendidikan Ilmu Pengetahuan sosial

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Animo Masyarakat dalam Konsumsi Jamu sebagai Obat Tradisional di Desa Helvetia, Deli Serdang

4 Agustus 2020   21:00 Diperbarui: 4 Agustus 2020   21:01 190
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia dikaruniai kekayaan budaya, adat istiadat serta hasil alam yang melimpah. Alam Indonesia dengan keanekaragaman fauna hayati merupakan sumber rempah yang tidak ada habisnya. Pemanfaatan produk alam yang lebih dikenal dengan sebutan jamu sebaai obat trasisional yang berguna untuk pencegahan, penyembuhan dan pemeliharaan kesehatan di kalangan masyarakat Indonesia memegang peranan yang sangat besar.

Pada zaman yang sudah serba modern ini, kita tahu sendiri bahwa ternyata jamu masih diakui keberadaannya oleh masyarakat Indonesia.Seperti halnya dengan Seruan kembali ke alam atau istilah back to nature menjadi bahan perbincangan hangat seiring dengan semakin dirasakannya manfaat ramuan alam tradisional atau jamu. (Tilaar, 1998).

Hal ini terjadi karena sebagian besar dari produk hasil yang alam merupakan warisan nenek moyang yang tidak diragukan lagi khasiatnya dan terus dikembangkan pemanfaatannya secara turun temurun di berbagai daerah di Indonesia. Peranan jamu akan semakin terasa pula pada daerah-daerah terpencil, dimana sulit diperoleh pelayanan medis atau obat-obat modern (Tilaar, 1998).

Pada dasarnya pengonsumsian jamu sebagai obat tradisional mempunyai beberapa tujuan khasiat diantarnya adalah promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Jamu sebagai tradisional juga merupakan warisan budaya dan diinginkan dipakai dalam sistem pelayanan kesehatan. Untukperlu dilakukan penyesuaian dengan kaidah pelayanan kesehatan yaitu secara medis dapat dipertanggungjawabkan. Untuk mencapai hal itu perlu dilakukan pengujian ilmiah tentang khasiat, keamPnan, dan standar kualitasnya[1]

Situasi dan kondisi yang terjadi akibat pandemi global atau yang lebih di kenal dengan covid – 19 terkhusus di negara kita Indonesia akhir-akhir ini menyebabkan terjadinya pergantian pola konsumsi obat pada masyarakat, antara lain dalam hal penggunaan obat tradisional sebagai salah satu obat alternatif dalam pengobatan di lingkungan masyarakat .masyarakat sebagai konsumen obat tradisional beranggapan bahwa selain murah obat tradisional mempunyai efek samping yang lebih kecil dari obat sintesis selain itu makin banyaknya macam dan jenis obat tradisional yang ditawarkan lengkap dengan seabreg khasiatnya.

Kecenderungan masyarakat untuk kembali menggunakan hasil alam dalam memelihara kesehatan, pencegahan penyakit dan menyembuhkan penyakit tubuh dengan memanfaatkan obat bahan alam yang tersedia melimpah menjadikan jamu sebagai obat alternatif utama untuk dikonsumsi. 

Banyak manfaat yang dapat diperoleh dengan mengkonsumsi jamu sebagai obat tradisional antara lain: mencegah, penyembuhkan dan menjaga kesahatan tubuh dari penyakit, meningkatkan kecantikan wanita serta yang paling penting menjaga kelangsingan tubuh. Kebiasaan dalam mengkonsumsi jamu sebagai obat tradisonal bukanlah hal asing bagi masyarakat Indonesia yang paham cara mengkonsumsi jamu sebagai obat tradisional warisan nenek moyang.

Hal inilah yang menjadi ketertarikan peneliti untuk mengkaji lebih lanjut masalah jamu sebagai obat tradisional tersebut. Bagaimana pandangan masyarakat dan animo masyarakat dalam mengkonsumsi jamu sebagai obat tradisional ini dan bagaimana upaya masyarakat desa Helvetia melestarikan jamu atau obaat tradisional agar tetap terjaga dan tetap bertahan.

B. Bagaimana pandangan masyarakat Desa Helvetia tentang peningkatan konsumsi jamu sebagai obat tradisional pada masyarakat desa Helvetia?

Penggunaan obat  tradisional sebagai alternatif layanan kesehatan tentu sangat tepat melihat  kenyataan semakin melambungnya biaya kesehatan seiring dengan kondisi perekonomian bangsa Indonesia yang hingga kini belum menentu, di perparah lagi dengan pendemi global yang mengharuskan setiap orang mulai memperhatikan kesehatannya dengan banyak mengonsumsi tanaman tanaman herbal yang kaya manfaat dan khasiat dalam menjaga kebugaran dna stamina tubuh demi menjaga diri dari mudahnya tertulari virus virus yang ada.

Kutipan wawancara dengan salah satu staf kantor Desa Helvetia

“Pada dasarnya pemakaian obat tradisional mempunyai beberapa tujuan diantarnya adalah promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Obat tradisional juga merupakan warisan budaya dan diinginkan dipakai dalam sistem kesehatan”.[1]

Jamu tradisional merupakan obat yang diracik secara tradisional dengan bahan-bahan yang diperoleh dari alam seperti tumbuhan yang memilik khasiat yang sama dengan obat-obatan kimia, obat tradisional tidak kalah mujarabnya dengan buatan pabrik dan sangat berguna untuk kesehatan. 

Saat ini banyak pabrik yang memproduksi jamu tradisional dalam bentuk kemasan sehingga sangat praktis dan mudah dikonsumsi dengan berbagai varian lainnya untuk memudahkan konsumen. Tapi sebagian peracik sekaligus penjual jamu tradisional tidak khawatir dengan hal tersebut, seperti kutipan dari peracik sekaligus pedagang jamu tradisional keliling berikut.

“Sebagian besar orang masih percaya bahkan masih  sering membuat jamu tradisional dengan racikan sendiri, karena memang bahan yang dipakai mudah ditemukan dan cara membuatnyapun juga tidak sesulit seperti membutuhkan banyak alat-alat farmasi yang canggih. Terbukti dengan masih banyak pelanggan setia jamu tradisonal bahkan belakngan ini karena terjadinya wabah yang menggeparkan ada peningkatan yang cukup signifikan dalam pengonsumsian jamu terkhusus adalah jamu kunyit asam,beras kencur, dan jahe merah walaupun harganya jadi lebih naik di karenakan bahan baku yang juga naik tapi masyarakat tetap membelinya bahkan dalam jumlah yang banyak untuk dikonsumsi.”[2]

Menurut Fitri 32 tahun, dalam wawancara yang peneliti lakukan mengatakan bahwa “mengonsumsi jamu tradisional masih diminati karena sebagian masyarakat menganggap jamu adalah obat tradisional aman,tanpa tambahan pengawet, pemanis atau tamabhan rasa buatan jamu sudah memiliki khasiatnya bahkan lebih aman dibandingkan obat yang berupa obat kimia, serta dinilai jauh lebih murah harganya”.[3]

Di usia produktif selain olahragaa dan dibarengi dengan makan dan minum yang dapat menunjang stamina tubuh adalah hal yang wajib melihat kondisi sekarang yang tidak menentu. Tubuh dapat mudah terserang penyakit akibatnya bisa kepada berbagi hal baik dengan lingkungan sosial, keluarga, karir dan pendidikan jadi bermasalah terhamabat. Salah satu yang dapat kita lakukan adalah dengan menjaga pola hidup sehat salah satunya yang menjadi andalan sejak dahulu adalah jamu tradisional yang mengandung bahan bahan alami tanpa pengawet dan bahan kimia tambahan.

Berdasarkan dari hasil wawancara dengan beberapa informan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi animo konsumen membeli jamu meliputi faktor pribadi, faktor bauran pemasaran dan faktor sosial, budaya dan psikologi. Faktor pribadi adalah faktor utama dalam mengkonsumsi jamu karen hal ini didasari keinginan pribadi dari individu yang bersangkutan untuk mengkonsumsi jamu. 

Faktor pemasaran merupakan implikasi dari iklan yang dibuat oleh perusahaan atau pabrik pembuat jamu. Faktor sosial adalah konsumsi jamu yang dilakukan individu karena saran orang-orang yang ada di sekitarnya (keluarga-sahabat-teman-kolega dll). 

Aspek budaya merupakan aspek kultural masyarakat di Nusantara yang telah mengkonsumsi jamu sebagai upaya menjaga kesehatan tubuh dan menyembuhkan penyakit. Faktor psikologi adalah konsumsi jamu yang dilakukan individu karena mengalami jalan buntu (tidak sembuh) pada saat mengkonsumsi obat farmasi (obat modern) sehingga beralih atau mengkonsumsi jamu bersama obat modern. Di antara faktor yang telah disebutkan di atas, aspek budaya memegang peran penting dalam mengkonsumsi jamu.

C. Bagaimana upaya masyarakat desa Helvetia dalam melestarikan jamu tradisional?

Hampir semua konsumen jamu tradisional beranggapan bahwa selain murah jamu tradisional mempunyai efek samping yang lebih kecil dari obat kimia, selain itu semakin banyaknya variasi obat tradisional yang ditawarkan lengkap dengan segudang khasiatnya jadi dapat dipastikan jamu tradisonal tidak akan luntur dari zaman ke zaman bagaimanapun modernisasi dan kecanggihan teknologi dibidang obat obatan.

Tidak melihat status ataupun kedudukan, jamu tradisional tetaplah ada di hati setiap konsumennya dengan berbagai latar belakang yang berbeda, dengan alasan dan tujuan yang berbeda jamu tradisional menjadi jalan alternati obat dari segala keluhan dan cara ampuh untuk mengurangi dampak dari keluhan yang di rasakan setiap konsumennya.

Kekhawatiran dari efek samping memang diakui bahwa jamu tradisional memiliki efek samping yang relatif kecil dibandingkan obat kimia, tetapi perlu diperhatikan bahwa sekecil apapun efek samping tersebut tetaplah  ada untuk itu perlunya tindakan untuk meminimalkan jika msayarkat sebagai konsumen memperoleh informasi yang cukup yang meliputi kebenaran bahan, ketepatan dosis, ketepatan waktu penggunaan dan cara penggunaan . hal ini dapat dilihat dalam kutipan wawancara sebagai berikut:

“benar ndok, bule’ membuat jamu harus dengan takaran yang benar selain menjaga khasiatnya juga menjaga rasa agar jamu tetap nyaman di konsumsi masyarakat untuk itu jamu di racik dengan takaran dosis yang tepat juga”[4]

Banyak jamu tradisional yang sudah dipasrkan melalui proses pabrikan dengan macam macam bentuk seperti pil, tablet, jamu serbuk, jamu cair dll. Yang bisa di minum dengan berbagai cara praktis lainnya. Tapi jamu tradisional yang masih dengan cara sederhana yang di cari masyarakat atau bahkan jika memang tahu takaran dan ukurannya masyarakat dapat membuatnya sendiri.

Mengutip dari salah seorang konsumen jamu tradisional yang mengatakan:

“ memilih jamu tradisional dengan jenis kunyit asam adalah obat paling baik untuk saya apalagi untuk para perempuan, banyak sekali mamfaat dari kunyit asam ini. Dengan saya rutin meminum jamau kunyit asam saya pikir sudah termasuk cara dalam melestarikan jamu , karena jika jamu terus ada yang mengonsumsi maka jamu tradisional akan terus ada tidak perduli jika kedepannya akan berunculan jamu-jamu modern selama peracik jamu tradisional terus meracik untuk para konsumen setianya.”[1]

Di perlukan pengetahuan yang cukup untuk memilih jamu sebagai obat tradisonal mana yang sesuai dengan penyakit yang di derita dan jangan samapi obat tradisional yang digunakan malah mengancam kesehatan bahkan keselamatan masyarakat sebagai konsumen. Cara menggunakan jamu sebagai obat tradisional berbeda-beda tergantung kenyamanan masing-masing konsumen dan bentuk sediaan yang tersedia.

Dalam hal ini peran pemerintahan juga diperlukan sebagai wadah bagi masyarakat untuk mendapat infomrais seputar kesehatan dan penggunaan obat obatan, khususnya bagi masyarakat pengonsumsi jamu sebagai obat tradisional.

Kesimpulan

1. Hasil dari penelitian ini yaitu, pengobatan tradisional dengan meminum jamu tetap bertahan sampai dengan sekarang di karenakan kebutuhan dari masyarakat itu sendiri. Hal ini karena yang menggunakan pengobatan jamu tradisional ini pun tidak hanya masyarakat kalangan ekonomi bawah saja, akan tetapi ada juga masyarakat ekonomi kalangan menengah sampai dengan kalangan atas juga tidak berbatas usia apalagi melihat dari status pendidikan. 

Berdasarkan dari hasil wawancara dengan beberapa informan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi animo konsumen membeli jamu meliputi faktor pribadi, faktor bauran pemasaran dan faktor sosial, budaya dan psikologi. Faktor pribadi adalah faktor utama dalam mengkonsumsi jamu karen hal ini didasari keinginan pribadi dari individu yang bersangkutan untuk mengkonsumsi jamu. 

Faktor pemasaran merupakan implikasi dari iklan yang dibuat oleh perusahaan atau pabrik pembuat jamu. Faktor sosial adalah konsumsi jamu yang dilakukan individu karena saran orang-orang yang ada di sekitarnya (keluarga-sahabat-teman-kolega dll). 

Aspek budaya merupakan aspek kultural masyarakat di Nusantara yang telah mengkonsumsi jamu sebagai upaya menjaga kesehatan tubuh dan menyembuhkan penyakit. 

Faktor psikologi adalah konsumsi jamu yang dilakukan individu karena mengalami jalan buntu (tidak sembuh) pada saat mengkonsumsi obat farmasi (obat modern) sehingga beralih atau mengkonsumsi jamu bersama obat modern. Di antara faktor yang telah disebutkan di atas, aspek budaya memegang peran penting dalam mengkonsumsi jamu.

2. DenganTidak melihat status ataupun kedudukan, jamu tradisional tetaplah ada di hati setiap konsumennya dengan berbagai latar belakang yang berbeda, dengan alasan dan tujuan yang berbeda jamu tradisional menjadi jalan alternati obat dari segala keluhan dan cara ampuh untuk mengurangi dampak dari keluhan yang di rasakan setiap konsumennya membuat jamu terus menjadi primadona di masyarakat desa Helvetia.

Saran

1. Meningkatkan peran dari pemerintahan, tenaga kesehatan Desa Helvetia untuk dapat memeberikan informasi, sosialisasi  yang mendalam kepada masyarakat mengenai penggunaan pengonsumsian jamu sebagai obat tradisional, sehingga di harapkan masyarakat lebih cermat dalam memilih dan menggunakan suatu produk untuk dijadikan obat tradisional dalam upaya menjaga, memelihara kesehatan karena keberhasilan suatu Desa juga dilihat dari angka kesehatan masyarakat yang tinggi pula.

2. perlu penelitian lebih lanjut mengenai bagaimana perilaku sosial masyarakat desa dalam menjalin kehidupan bermsyarakat memiliki rasa simpati, empati  dan rasa tolong menolong dalam lingkungan terkhusus adalah bagaimana cara tradisional masyarakat menaggulangi keluhan keluhan penyakitnya dan beralih kepada obat tradisional atau dengan kata lain mengonsumsi jamu buatan.

DAFTAR BACAAN 

Koentjraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, (Jakarta: Rineka Cipta, 1990), 143

Notoatmodjo, Soekidjo. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta. Rineka Cipta. 2003. h. 3.

Olha Panigoro, Persepsi Masyarakat Terhadap Kehidupan Generasi Muda. Jurusan Sosiologi. Fakultas Ilmu Sosia, (SKRIPSI Universitas Negeri Gorontalo, 2013), 11

W. S. Winkel S.J, Psikologi Pengajaran, Cet. 2, (Jakarta: Gramedia, 1989), hlm. 30

Wawancara dengan Ibu Sri Mulyani 35 tahun,sebagai: Staf Pelayanan Umum di Kantor Kelurahan Helvetia  Kecamatan Labuhan deli Kabupaten Deli Serdang.Tanggal  4 Juni 2020.

Wawancara dengan Bu’lek Sumarni, 48 Tahun, sebagai: Peracik dan penjual jamu keliling. Tanggal 5 Juni 2020.

Wawancara dengan Ibu Fitri 32 Tahun, sebagai ibu rumah tangga. Tanggal 5 Juni  2020.

Wawancara dengan Ibu Fitri 32 Tahun, sebagai ibu rumah tangga. Tanggal 5 Juni  2020.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun